Tetangga-tetangga dan kerabat mulai ramai berdatangan. Mereka yang wanita memeluk Umi dan mengatakan bahwa mereka ikut sedih. Lalu, mereka mengelus kepalaku dan kakak-kakak perempuanku. Mereka juga mengatakan bahwa kami adalah anak-anak yang hebat dan pintar, harus menurut dengan Umi karena abi tidak bisa lagi menjaga kami.
“Fatimah, meskipun kamu baru 12 tahun, tetapi kamu yang paling besar. Tolong jaga adik-adikmu ya,” begitu kata bulek Usna kepada kak Fat. Kak Fat hanya mengangguk dan terisak-isak sampai bahunya terguncang, sehingga dia memegang bahuku semakin kuat.
Aku menatap mereka satu persatu yang datang. Beberapa rombongan tidak kukenal dan belum pernah kulihat sebelumnya. Tetapi aku tahu bahwa mereka adalah teman-teman Abi, sesama ustad atau murid-murid Abi. Tiba-tiba mataku tertuju kepada seorang anak yang hampir sama kecilnya denganku. Dia memakai gaun berwarna coklat indah sekali. Matanya bercahaya seperti mata abi ketika menceritakan kisah-kisah dari Al-quran dan senyumnya seperti kak Fat yang senang karena aku bisa menghafal doa-doa.
Lalu bulek Usna mendatangi Umi dan membisikkan sesuatu. Aku melihat ekspresi aneh dalam wajah Umi. Seperti rasa marah yang besar tetapi ditutupi kesedihan yang mendalam. Yang kutahu, Umi menangis meraung-raung setelah bulek Usna selesai berbisik.
“Nduk, anak kecil itu saudaramu juga. Jangan bermusuhan ya,” bulek Usna mendekati kami dan berkata dengan hati-hati kepada kami.
****
Abi pandai sekali membagi. Dia bisa membagi semua hal dengan adil dan tidak menimbulkan pertengkaran. Dia pernah memberi kami hadiah yang dibelinya murah di pasar raya. Hadiah-hadiah itu berbeda-beda tetapi kami tidak merasa iri dengan hadiah milik yang lain. Karena Abi benar-benar tahu kami. Umi selalu mengajari kami untuk menghormati Abi karena dia adalah ayah kami dan juga seorang ustad. Dia menjaga mushola satu-satunya di kampung. Semua orang di kampung menaruh hormat kepada Abi, apalagi melihat banyak orang yang datang untuk belajar dengan Abi. Umi juga berkata bahwa Allah yang memberi upah kepada Abi di surga dan kami semua bisa masuk surga karena Abi adalah orang yang baik dan banyak mengumpulkan pahala.
Kadang-kadang, kalau ada orang yang baik dan memberi santunan kepada Abi, maka kami bisa makan telur atau sayap ayam. Tetapi santunan ini tidak datang setiap hari. Biasanya hanya dua atau tiga kali setahun. Sehingga kami bersyukur kalau bisa makan tempe atau tahu. Lalu Umi membantu Abi dengan berjualan kue-kue yang dibuatnya sendiri.
Biasanya Kak Fat dan Kak Lekah akan membantu membuat kue itu di pagi hari sebelum berangkat sekolah. Lalu Umi akan menitipkan kue-kue itu di warung atau menjajakannya sendiri di pasar. Akulah yang sering menemani Umi karena hanya aku yang tidak pergi ke sekolah. Umi dan aku akan berjalan berkeliling untuk menitipkan kue-kue dan mengambil uang di sore hari. Tetapi Umi akan menyuruh aku bermain kalau Umi mau menjajakan kue-kue di pasar.