Uri, Suatu Hari di Ruang Bersalin

Ravistara
Chapter #6

Kasus Perdana

Duh, aku berharap bisa menyumpal mulut Bidan Retno karena efek perkataannya tadi malah membuat pasien kami menjadi cemas. Si istri memandang gelisah ke arah suaminya, tetapi hanya dibalas oleh tatapan tak kalah khawatir dari lelaki itu. Tak lama kemudian, perempuan itu kembali didera dorongan untuk meneran yang tak tertahankan. Bulir keringat bermunculan di pori-pori keningnya. 

“Kakak mau jadi operator apa asisten?” Aku mendekat pada Bidan Retno dan bicara pelan. Di luar harapanku, dia justru menatap marah seakan aku baru saja mengacungkan pisau bedah di depan wajahnya. Dalam situasi darurat seperti ini, mau tidak mau, kami harus siap bekerja sebagai tim. 

Si ibu tampak kesakitan karena ia kembali mengalami kontraksi. Untunglah, dokter muda mengisi kekosongan tersebut dengan berlagak menawarkan diri menjadi asisten, padahal peran paling lumayan yang bisa dia kerjakan cuma menyambut bayi yang sudah keluar dari jalan lahir. 

Kami segera membaringkan si ibu dalam posisi telentang, lalu menaikkan kedua kakinya pada penopang di kanan kiri ranjang. Posisi yang paling tidak nyaman untuk melahirkan, tapi memberi kami ruang gerak yang leluasa. 

“Kita akan melakukan perasat spontan Bracht. Ketika seluruh badannya sudah lahir, kamu tekan bagian atas simfisis pubis agar kepala bayi tetap menunduk, ya.” Aku memberi instruksi singkat yang tampaknya langsung dimengerti oleh dokter muda. Dia mengangguk cepat. 

Bala bantuan seorang lagi datang dari rekan sif jaga sebelumnya yang akhirnya memutuskan untuk bertahan mengikuti proses persalinan. Rekanku sudah mengenakan apron dan segera membantu menyiapkan spuit berisi oksitosin. 

Aku pun berdoa dalam hati, semoga persalinan ini lancar dan tidak butuh manual aid macam-macam. Meskipun lulus ujian phantom, aku belum pernah menangani persalinan sungsang sebelumnya. Ini akan menjadi pengalaman pertama yang sungguh mendebarkan. Lawanku adalah waktu. Semoga tidak ada tangan bayi yang terjungkit atau menunjuk. Semoga tulang panggul ibu cukup luas agar kepala bayi tidak tersangkut. Semoga tidak ada tali plasenta terjepit. Semua kekhawatiran tadi pun kubuang jauh-jauh dari pikiran. Profesi penolong persalinan bukan untuk orang berhati lemah. 

Lihat selengkapnya