Uri, Suatu Hari di Ruang Bersalin

Ravistara
Chapter #28

Suatu Malam di Ruang Bersalin

“Aku pulang dulu, ya, Kak?”

Sungguh aneh rasanya menjalani pergantian sif sore ke malam selama beberapa hari berturut-turut. Dulu, mungkin aku akan bahagia setengah mati. Namun, sekarang tidak lagi karena tahu alasannya. Tidak ada bidan yang bersedia berada seruangan denganku sepanjang malam. Mereka pasti takut jika kepalaku lepas sewaktu-waktu dari tubuhku lantas melihat isi perutku terbang selagi aku berburu mangsa. 

Apa kabar Bidan Retno? Aku sedikit terhibur membayangkan Bidan Retno kini tidak bisa pulang ke rumah setiap malam. Kupastikan, dia tidak akan memperoleh hasil apa-apa karena memang tidak ada kuyang bernama Hesty. Jika beruntung, dia mungkin akan bertemu dengan mbak kunti yang terusir dari ruang THT. 

“Enak betul, ya, Hesty. Enggak pernah kebagian sif malam lagi.”

“Ssst. Yang penting dia pulang dan enggak keluyuran di rumah sakit. Kamu mau nungguin badan Hesty saat jadi kuyang?”

“Ih, amit-amit jabang bayi!”

Darahku berdesir mendengar samar-samar perbincangan yang menembus lorong. Aku berusaha untuk tidak berbalik ke belakang dan terus menuju pintu keluar. Angin malam cukup melegakan saraf-sarafku yang sempat tersengat. Beginilah rasanya menjadi musuh satu rumah sakit. Tidak semua, sih, karena aku belum tahu di pihak mana Dokter Sam berdiri sepenuhnya.

Bagaimana dengan Yusuf? Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas karena dia muncul dari kegelapan lorong rumah sakit ke arahku. Seketika aku menghela berat, berusaha agar tetap tersembunyi dari pandangannya yang tampak tidak fokus. Namun, aku terpaksa keluar dari bayang-bayang pilar ketika seorang bidan senior yang baru datang, mengamati tingkahku dengan heran. Sebelum jadi bahan pergunjingan baru, aku pun berjalan hati-hati di belakang Yusuf yang baru saja berbelok di persimpangan.

Usahaku tampaknya masih jauh dari selesai karena Yusuf melangkah ke jurusan yang sama. Kami menuju parkiran. Kuharap motornya ditaruh paling pojok. Namun, ketika Yusuf mengambil tas besar dari dalam jok motor, kemudian terus berjalan menuju kegelapan di luar area parkir, pikiranku menjadi liar. Aku hafal rute yang dia ambil. Yusuf sedang menempuh jalan pintas yang memotong instalasi jenazah dan insinerator, lantas berakhir di belakang gedung VK. 

Yusuf berhenti di sana, tepat setelah aku berhasil menemukan posisi yang aman dan leluasa untuk mengamati. Otakku pun memerintahkan sebuah keputusan kilat. Isinya adalah misi bertahan hidup.

Halo, Dok. Ini Hesty. Saya mengikuti seseorang dengan aktivitas mencurigakan di belakang VK. 

Perhatianku terbagi dua antara mengetik pesan dan mengintai perbuatan Yusuf. Aku terlonjak saat merasakan getar notifikasi dalam genggaman. Sejak insiden fitnah kuyang, aku tidak pernah lagi menyalakan dering notifikasi. Aku sengaja menjauhkan diri dari ingar-bingar kehidupan.

VC saya. Hati-hati.

Sesuai perintah, hati-hati. Meskipun sadar tindakanku menguntit Yusuf berisiko, aku merasa akan menemukan sesuatu kali ini. Entah bagaimana reaksi Dokter Sam saat itu, aku sendiri terkejut, amat terkejut, tatkala menyaksikan Yusuf mengeluarkan sebuah wig hitam panjang yang tampak acak-acakan dari dalam tas. Saat Yusuf mengenakannya di atas rambutnya, saat itu pula aku yakin telah menemukan biang kerok teror kuyang di VK. 

Hawa dingin di sekeliling menyadarkanku bahwa aku sedang menunggu sendirian dalam kegelapan. Benakku pun dipenuhi oleh dua hal: tempat ini amat menyeramkan di malam hari dan Yusuf jauh lebih menyeramkan karena dia bisa berbuat apa saja padaku seperti dulu. Tanganku mulai pegal dan gemetar selagi mengarahkan kamera ponsel untuk menangkap basah perbuatannya. Untunglah, sensor kamera bekerja baik dalam remang cahaya. 

Yusuf membuka seragam perawat yang dia kenakan hingga menyisakan setelan hitam polos di dalamnya, lalu dia hanya berdiri di sana seolah menunggu sesuatu. Tak lama kemudian, terdengar denting misterius yang seolah berasal dari dunia lain. 

Aku dicekam ketakutan, lantas merasa konyol ketika sadar bahwa itu adalah bunyi ponsel Yusuf. Dia mengobrol dengan seseorang, lantas menyatakan diri siap beraksi. 

Tunggu saja. Sebentar lagi, aksi Yusuf akan kuhentikan selamanya! 

“Dok, itu kuyang yang kita cari, bukan?” tanyaku ketika Yusuf sudah bergerak jauh dari radar jangkauanku. 

“Iya. Kamu tahan dia selama mungkin di sana, ya? Saya segera keluar dari OK!”

Setelah itu, panggilan video berakhir. Dan, hanya dalam selang sekian detik, terdengar teriakan histeris seorang perempuan dari arah gedung VK. Yusuf tampaknya berhasil menakut-nakuti seorang korban. Entah apa yang dia pikirkan dengan melakukan semua ini. Sosoknya kemudian muncul dari sisi gedung. Dia terlihat bergegas menyingkir dari sana, kembali ke jalur pelarian yang sama. Semakin dia mendekati posisiku, jantungku makin berdetak kencang karena kini tiba  giliranku untuk menahannya sampai Dokter Sam datang. 

“Hesty?”

Lihat selengkapnya