Kumala Caroline, biasanya ia dipanggil Mala. Gadis blasteran Indonesia-Jerman yang tumbuh dan dibesarkan di Yogyakarta. Semenjak lulus SMA, ia merantau ke Depok untuk melanjutkan pendidikannya. Saat ini Mala sedang libur semester. Jadi, ia memutuskan untuk menumpahkan rindunya ke kampung halaman.
“Taksinya sudah datang, La. Barang bawaanmu sudah siap semua kan ?” ucap Nita yang berdiri di sampingnya.
“Udah, Nit,” jawab Mala. Setelah itu, ia mengambil sebuah tas, menggendong tas itu di punggung lalu mengunci pintu kamarnya. Selanjutnya, ia dan Nita berjalan menuju taksi.
“Yah…bakal sepi nih di kosan.”
“Kan kamu juga pulang besok pagi.”
“Iya juga sih.”
“Nit, aku tinggal dulu ya.” Mala memeluknya.
“Iya, La. Hati-hati di jalan.”
“Bye, Nita. Muah.” Mala melambaikan tangannya.
Di sebuah peron, Mala duduk sambil memandangi ponselnya. Sembari menunggu keretanya datang, dengan headset yang bergelantung di kedua telinganya, Mala mendengarkan lagu-lagu pop kesukaannya. Lagu itu terasa sangat cocok dan seirama dengan derap langkah orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.
Baru saja ia melirik jam di pergelangan tangannya, kereta yang ditunggu akhirnya datang. Ia pun langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya. Selanjutnya, ia bangkit dari tempat duduk kemudian memindai sekelilingnya supaya tidak ada barang bawaan yang jatuh dan tertinggal. Setelah dirasa aman, ia bergegas masuk ke dalam kereta. Langkahnya yang anggun dan wajah yang rupawan membuat orang-orang yang berada di stasiun itu terpesona melihatnya.
Sambil berjalan, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah tiket. Lalu, ia membuka lipatan tiket itu untuk melihat nomor kursinya. Kemudian, ia memasukannya kembali ke dalam saku celananya.
Seorang wanita paruh baya yang bertubuh mungil tampak sedang kesusahan memasukkan sebuah tas ke rak bagasi. Mala yang melihatnya langsung tergerak untuk membantunya. Dengan postur tubuhnya yang lumayan tinggi, Mala dengan mudah mendorong tas itu ke dalam rak bagasi. Setelah itu, Mala kembali berjalan untuk mencari tempat duduknya.
Setelah sekitar 3 meter ia berjalan, langkahnya terhalang oleh seorang wanita yang berdiri sambil menenteng sebuah kardus. Sesekali wanita itu menoleh dan memanggil-manggil orang yang berjalan di belakang Mala.
“Ayo, Sri.” Wanita itu masih berdiri menghalangi jalan.
“Permisi,” ucap Mala sambil mengangguk dan tersenyum. Dengan memiringkan badan, ia melewati wanita itu. Beberapa saat kemudian, langkahnya terhenti. Ia menatap nomor yang tertempel di rak bagasi. Akhirnya ia menemukan nomor kursinya.
Di dekat jendela, ia duduk sembil memangku tas gendongnya. Perlahan, ia membuka tas itu lalu mengeluarkan sebuah kacamata dan buku bacaan. Saat sedang asyik membaca buku, seorang wanita datang dan duduk di sebelahnya. Mala menoleh ke arahnya lalu wanita itu mengangguk dan tersenyum menyapanya. Mala pun membalas sapaan itu dengan senyum manisnya.
“Mau ke mana ?” ucap wanita itu.
“Pulang ke Yogyakarta, Kak,” jawab Mala sambil menutup buku lalu memasukkannya ke dalam tas.
“Kamu orang Jawa ?” ucapnya dengan kaget setelah mendengar suara Mala yang sedikit medok.
“Iya, Ibu saya asli Yogyakarta. Tapi kalo bapak saya asalnya dari Jerman”
“Pantesan….”
“Kakak tinggal di daerah mana ? tanya Mala.
“Saya tinggal di daerah Menteng, Jakarta Pusat.”