Utara ke Barat

Dina Oktaviani
Chapter #7

Hutan Pinus Mangunan

Dimas tampak duduk sendirian di teras rumah Mala. Beberapa saat kemudian, Mala menemuinya, lalu mereka berdua pergi. Dimas mengendarai motornya dengan kecepatan sedang di jalan aspal yang lumayan mulus. Rimbunnya pepohonan menghiasi sepanjang jalan itu. 

Menit demi menit mereka lewati tanpa terasa. Pandangan Dimas masih fokus ke arah depan. Tangannya bergerak untuk menambah tarikan gas motornya. Dimas memberikan sebuah intruksi, lalu Mala mendekap erat punggungnya. Jalanan mulai menanjak dan semakin menanjak. Sesaat setelah itu, mereka tiba di Hutan Pinus Mangunan. Pohon-pohon pinus tampak tumbuh lurus dan menjulang tinggi. Suasana yang rindang dan segar membuat pikiran dan perasaan menjadi lebih tenang.

Mala dan Dimas berjalan beriringan melintasi jalan setapak. Pandangan mereka tertuju pada panggung terbuka dengan deretan bangku kayu panjang yang membentuk setengah lingkaran. Deretan bangku itu terlihat rapi dan estetik.

Tempat wisata biasanya ramai pengunjung, tetapi tidak dengan saat itu. Mungkin karena hari Senin dan masih pagi. Dimas menggandeng tangan Mala, ia mengajaknya untuk duduk di salah satu bangku kayu yang berderet di tempat itu.

“Coba amati pohon-pohon pinus yang ada di sini, La,” ucap Dimas sambil memandangi kekasihnya. Mala menengadahkan kepala dan mengamati pohon-pohon di sekelilingnya.

“Sudah. Ada apa, Dim ?” tanya Mala.

“Pohon pinus tumbuh lurus dan menjulang tinggi kan ?”

“Iya, kenapa ?”

“Aku yakin setiap pohon yang kokoh dan tinggi, pasti akarnya kuat. Jika akar cinta kita juga kuat, pasti kita akan seperti pohon itu. Terus tumbuh meskipun tertiup angin, menahan hujan, melawan teriknya matahari, bahkan tetap berdiri tegak saat diterjang badai. Tapi kita juga harus tahu bahwa ketika akarnya lemah, pasti akan mudah juga untuk tumbang,” ucap Dimas sambil memandangi Mala. Kemudian, Mala membalasnya dengan senyum manis dan mata yang berbinar.

“Iya, Dim.”

Mala dan Dimas memadang ke arah yang sama. Pandangan mereka fokus ke arah sebuah panggung kayu yang ada di hadapan mereka. Sebuah ide tiba-tiba melintas di kepala Dimas dan menggerakkannya untuk menuju panggung itu. Di atas panggung, Dimas menyalakan musik tanpa vokal dari ponselnya, lalu ia menyanyikan lagu romantis yang sengaja dipersembahkan untuk Mala. Berbeda dengan Dimas saat masih SMA, suara Dimas saat itu terdengar merdu dan menyentuh hati. Mala yang masih duduk tercengang mendengar suaranya. Matanya tidak berkedip selama beberapa detik. Ia masih tidak menyangka suara Dimas bisa sebagus itu.

“Gimana, La. Keren kan ?” tanya Dimas sambil meringis.

“Keren banget !” ucap Mala sambil bertepuk tangan. “Sejak kapan kamu bisa nyanyi ?”

“Sejak kamu hadir kembali di hidupku,” ucap Dimas meledek.

“Kebiasaan deh.”

Dimas mendekati Mala dan menggandeng tangannya untuk naik ke atas panggung. Kemudian, ia mengajaknya untuk bernyanyi bersama. Di atas panggung, mereka bukan hanya bernyanyi, tetapi mereka juga joget dengan gerakan bebas. Sepertinya mereka sedang meluapkan kegembiraan. 

Lihat selengkapnya