Utara ke Barat

Dina Oktaviani
Chapter #8

Memisahkan

Dimas berjalan mendekati ibunya yang sedang duduk menonton siaran televisi. Ibunya menoleh ke arahnya.

“Kenapa belum tidur, Bu ?” Dimas kemudian duduk di sampingnya.

“Biasanya kan ibu tidur jam 10, ini masih jam 9,” ucap ibunya. Dimas menatap ke arah jam dinding. Ia mengira hari sudah larut malam. Ternyata ibunya benar.

“Oiya, he…he…” Dimas meringis.

Dimas dan ibunya terdiam beberapa saat. Pandangan mereka fokus ke arah televisi. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Dimas untuk memberitahu ibunya tentang hubungannya dengan Mala. Dengan mata yang berbinar dan perasaan yang berbunga, ia memberitahu ibunya bahwa ia berpacaran dengan Mala.

“Ha…kamu serius, Nak ?” Ibunya kaget dan sedikit mengerutkan dahinya.

“Iya serius, Bu.”

“Apa nggak ada yang lain ?” tanya ibunya.

“Kenapa, Bu. Aku lihat ibu juga akrab dengan Mala. Ibu kan juga tahu Mala anaknya gimana.”

“Ibu senang kamu berteman dengan Mala. Ibu juga tidak ada masalah dengan Mala. Tapi, kamu tahu kan posisi kita dengan rumah Mala ?”

“Iya, ada apa, Bu ?”

“Nak, ibu hanya khawatir jika suatu saat hubungan kalian berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Kalo hanya dekat sebagai teman atau sahabat ibu nggak masalah, tapi kalo untuk pacaran ibu tidak mengizinkan.”

“Kenapa, Bu ?” tanya Dimas. Ia masih bingung dengan ucapan Ibunya.

“Ibu hanya tidak ingin suatu saat nanti terjadi apa-apa sama kamu dan Mala. Posisi rumah kita dengan Mala itu membentuk arah barat laut atau utara ke barat. Pasangan yang memaksa menikah dengan posisi seperti itu, bisa berujung malapetaka. Jika kamu cinta dengan Mala, mulai sekarang harus belajar untuk menjauh dan merelakan.”

“Bu, posisi rumah itu tidak ada hubungannya dangan pasangan. Semua itu sudah digariskan oleh Tuhan. Ibu jangan khawatir, doakan saja yang terbaik untuk aku dan Mala.”

“Nak, kamu itu anak ibu satu-satunya. Ibu tidak ingin terjadi apa-apa sama kamu.”

“Ada apa sih ?” tanya Ayah Dimas yang berjalan mendekat.

“Ini, Pak. Dimas pacaran dengan Mala. Posisi rumah kita dengan rumah Mala itu tidak baik. Ibu hanya khawatir jika suatu saat nanti hubungan mereka berlanjut ke pernikahan,” ucap ibu Dimas. Kemudian, ayahnya duduk dan merangkul pundak Dimas.

“Nak, mending kamu nurut. Apa yang dikatakan ibumu itu benar. Kalo sekedar berteman gapapa, tapi masalahnya ini sudah menyangkut perasaan. Sebelum kamu semakin cinta dengan Mala, kamu harus belajar untuk menjauh dari sekarang.

“Apa sebaiknya kita pindah rumah ?” ucap Dimas.

“Ini rumah sangat berarti bagi ibu, jangan aneh-aneh deh,” Ibu Dimas kesal.

“Iya maaf, Bu.” Dimas menundukkan kepalanya.

Lihat selengkapnya