Mala masih menonton video kanangannya bersama Dimas. Padahal ia tahu risiko setelah menonton video itu. Hantaman memori indah bersama Dimas tak mampu ia tepis. Pikiran dan perasaannya menjadi hancur. Mala memiringkan tubuhnya, memeluk guling kesukaannya, lalu menangis sejadi-jadinya.
Mala mematikan lampu kamarnya. Lalu, ia memjamkan mata dan berusaha tidur. Sesekali ia tampak mengusap air matanya yang masih menetes. Beberapa menit kemudian, Mala bangun dan membuka pintu kamarnya. Ia berjalan menuju dapur, mengambil sebuah gelas dan mengisinya dengan air putih. Ayahnya mendekat sambil menatap wajahnya.
“Kita ke ruang tengah yuk,” ucap Ayah Mala.
“Ayo.” Mala dan Ayahnya kemudian duduk berdampingan di sofa.
“Kamu kenapa, La ?”
“Gapapa, Yah. Aku baik-baik saja,” ucap Mala sambil meletakkan gelas di meja.
“Jujur sama ayah, kamu nangis kenapa ?”
“Tadi aku nonton film di kamar, ceritanya sedih banget, Yah. Terus aku jadi ikut nangis.” Mala meringis.
“Nggak biasanya kamu nonton film sampai segitunya. Nak, kalo ada masalah cerita, jangan disimpan.”
“ Iya, Yah. Sebenarnya aku sama Dimas putus,” ucap Mala lirih.
“Putus kenapa ?”
“Orang tua Dimas tidak mengizinkan aku dan Dimas berpacaran. Katanya posisi rumah kita dengan Dimas arahnya kurang baik. Menurutku itu aneh, tetapi aku juga tidak ingin kehadiranku malah menjadi beban bagi orang tua Dimas.”
“Yaudah, kamu tenang aja. Jika Dimas itu jodohmu, Tuhan pasti selalu punya cara untuk menyatukan. Jika memang bukan jodohmu, Tuhan pasti sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kamu. Jangan sedih ya.” Mala dipeluk dan diusap kepalanya.
“Iya, Yah.” Mala menyandarkan kepalanya di pundak ayahnya.
“Sekarang kamu fokus dengan masa depanmu. Gali kamampuanmu dengan banyak belajar, membaca, dan mencari tahu tentang segala hal yang ingin kamu tahu. Gapapa kamu sedih, tetapi kamu tidak boleh larut dalam kesedihan. Kamu harus semangat, kamu harus bahagia,”
“Siap, Yah.” Mala tersenyum.
“Sekarang kamu tidur ya, ayah juga mau nyusul ibu dan adikmu tidur.”
“Oke, Yah.”
Keesokan harinya, saat Mala sedang membaca buku, suara gaduh terdengar dari teras rumahnya. Suara itu memanggil-manggil namanya. Mala segera menutup buku dan berlari ke arah sumber suara. Di teras sudah ada Nia, Tina, Tuti, dan Irma yang heboh setelah Mala membuka pintu dan keluar dari rumah.
“Widih…bawa apaan tuh ?” tanya Mala.