Utara ke Barat

Dina Oktaviani
Chapter #11

Kram

Dengan baju olahraga yang berwarna sama, hitam, Dimas dan Mala berlari bersama. Mereka berlari menyusuri jalan pedesaan yang jauh dari keramaian. Udara yang sejuk dan hamparan sawah yang hijau membuat pagi itu terasa damai. Beberapa ibu-ibu tampak berjalan beriringan, mereka menggunakan caping dan membawa botol minum. Beberapa orang juga tampak sibuk menyiangi gulma yang tumbuh di sawah.

“Ke mana, Bu ?” tanya Mala kepada ibu-ibu yang sedang berjalan.

“Mau olahraga juga, matun he…he…” ucap salah seorang ibu.

“Semangat, Bu. Mari…” ucap Mala sambil tersenyum dan mengangguk.

“Mari, Bu,” ucap Dimas sambil tersenyum dan mengangguk, Mala dan Dimas kemudian melanjutkan berlari. Mereka berlari santai dengan langkah yang konsisten.

“Bentar ya, La. Kamu lari aja dulu, nanti aku nyusul,” ucap Dimas.

“Kamu mau kencing ?” tanya Mala.

“Ha…ha…enggak,” jawab Dimas sambil tertawa.

“Bareng aja, kamu mau ngapain sih ?”

“Udah kamu lari dulu aja,” ucap Dimas. Mala menuruti perkataan Dimas dan berlari sendiri. Dimas tampak mengambil rumput yang tumbuh di tepi jalan, lalu berlari menyusul Mala. Diam-diam, dari arah belakang, ia meletakkan rumput di atas kepala Mala.

“Ini kerjaan kamu pasti. Dimas jangan gitu dong, kan jadi kotor rambutku,” ucap Mala yang menyadari ada rumput di rambutnya. Dengan kesal, Mala mengambil dan melempar rumput itu ke arah Dimas.

“Iya, maaf,” Dimas meringis menahan tawa.

Beberapa saat kemudian, Dimas mengajak Mala untuk balapan lari dengan finis di sebuah jembatan saluran irigasi, jaraknya 100m.

“Aku nggak mau, Dim. Percuma, yang menang pasti kamu,”

“Belum tentu, siapa tahu kamu yang menang. Jangan nyerah dong, La. Coba aja dulu.” Dimas membujuk.

“Ada-ada aja deh kamu. Lari biasa aja, Dim, jangan balapan.”

“ Sekali-kali, La.” Dimas menatap Mala.

“Yaudah, sampai jembatan itu terus udahan ya larinya, ” ucap Mala sambil mengelap keringat di wajahnya.

“Iya, aku hitung mundur terus kita lari. Tiga…dua…”

“Bentar-bentar, tali rambutku mau copot,” Mala menali rambutnya lebih kencang. 

“Aku ulang lagi nih, tiga…dua…satu…” ucap Dimas. Dimas dan Mala berlari dengan sangat kencang. Mereka tiba di jembatan hampir bersamaan, tetapi Dimas lebih dulu sampai.

“Sudah kubilang, pemenanganya pasti kamu.” Mala berdiri dengan kedua tangan di pinggang.

“Hehe, tapi kan kamu juga menang , La, menang di hatiku,” ucap Dimas. Ia tampak tersenyum menatap Mala.

“Capek banget !” ucap Mala. Ia terengah-engah.

Lihat selengkapnya