Utopia

Patricia Dian
Chapter #1

SATU

Andara Adisty, gadis belia yang tercatat sebagai pelajar di salah satu SMA favorit di kota Semarang. Gadis berkulit putih dengan lesung pipi itu dikenal sebagai salah satu murid berprestasi di sekolahnya. Rasanya hampir semua murid dan guru di sekolah mengenal gadis manis itu. Bagaimana tidak, Dara begitu sapaan akrabnya selain memiliki prestasi sebagai juara kelas sejak duduk di bangku kelas satu, juga dikenal aktif mengikuti berbagai kegiatan di sekolahnya. Perawakannya yang tinggi juga didukung berat badan yang ideal membuatnya dua kali terpilih sebagai Paskibra, namanya juga tercatat sebagai salah satu pengurus OSIS selama dua periode. Siapa yang tidak kenal Dara, namanya mendadak populer usai wajahnya terpampang di mading kala berhasil menyabet gelar juara dalam parade drum band antar SMA selama dua kali berturut-turut.

Sabtu sore pukul lima kurang seperempat, langit kian pekat membubarkan anak-anak yang tengah asyik di lapangan basket. Sudah bukan hal baru sejak diberlakukannya full day di sekolah, sabtu adalah hari di mana kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan. Di sekolah Dara ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti basket, taekwondo, seni musik, drumband, seni rupa juga Pramuka yang sifatnya wajib. Tahun ini adalah tahun terakhir Dara berseragam putih abu-abu, satu persatu kegiatan sekolah mulai ditinggalkannya. Kini Dara lebih fokus belajar dan ikut bimbel untuk persiapan ujian nasional dan SBMPTN. Dari semua kegiatan itu satu yang tak pernah benar-benar ditinggalkan Dara, menggambar.

“Dara pulang...”

Suara gadis itu memecah keheningan ruangan berukuran 3x4 meter yang hanya bertengger sofa dan sebuah layar tv berukuran 42 inc. Dara mendapati seorang wanita yang tengah duduk di sofa putih yang terletak di sudut ruangan. Belum menyadari kedatangan Dara, wanita itu tengah asyik membolak-balikan tabloid langganannya.

“Mamaku…” Alih-alih menoleh pada Dara yang kini duduk di sebelahnya, wanita itu mengalihkan pandang ke jam dinding. Dara meringis, pandangannya mengikuti pandangan sang mama. Gadis itu tak bergeming, sadar telah berbuat salah gadis itu buru-buru merajuk.

“Maafin Dara pulang telat...” Dara menjatuhkan diri di sofa tepat di samping mamanya.

“Anak Mama lagi kumat bandelnya ya, sudah berapa kali sih Mama ingetin kalau mau pulang telat kasih kabar.”

“HP Dara batreinya habis…”

“Tuh kan kasian Papa nungguin kamu di sekolah.”

“Hah?” Dara melongo mendengar kalimat itu. Tiba-tiba rasa bersalah menyelimutinya. Dengan nada lesu Dara mencoba memberikan penjelasan pada sang mama.

Tadi Dara jalan bentar sama temen-temen. Maafin Dara ya, Ma...” Belum sempat mama memberi jawab, sayup-sayup terdengar suara dari teras.

“Assalamualaikum.”

Lihat selengkapnya