Utuh tak Berjeda

Innuri Sulamono
Chapter #7

Dilema

Hari demi hari mereka berdua saling berkirim pesan tanpa satu hari pun terlewat. Tegar benar-benar menyiapkan mental Arunia menghadapi segala kesulitan menempuh proses perceraian. Nasehat-nasehat Tegar mengalir setiap hari menguatkan Arunia.

Tegar:  Berpisah ya berpisah saja, dengan cara yang baik. Untuk mewujudkannya Nia harus memulai dari mencintai, mencintai diri sendiri dulu baru orang lain. Jangan sekali pun membenci, meski terhadap suami yang sudah membuatmu menderita, bagaimana pun dia punya sisi baik juga 'kan? Apa yang Nia usahakan adalah untuk kebahagiaan kalian berdua.

Arunia:  Iya, Mas. Setiap hari aku bermeditasi untuk menetralisir rasa benci dan jijikku, tidak mudah, tapi berkat doamu, perasaan itu berkurang sedikit demi sedikit. Juga terhadap ibu tiriku, aku malah bisa tertawa dalam hati saat melihat kesewotannya bila aku datang ke rumah Papa.

Tegar:  Nah, Nia sudah bisa menertawakan sesuatu, itu tandanya Nia sudah selesai dengan rasa bencimu.

Arunia:  Benar Mas, aku jadi kasihan terhadapnya, dia disiksa oleh pikiran dan prasangkanya sendiri. Sejak aku ke luar dari rumah suamiku, dia selalu khawatir aku bakalan tinggal bersama mereka berdua seperti permintaan Papa. Kadang bila muncul jiwa isengku, ingin rasanya nginap di rumah Papa barang semalam, ingin lihat bagaimana reaksinya.

Tegar:  Haha ... Nia masih suka ngusilin orang lain rupanya.

Arunia: Nggak kok, cuma di pikiranku saja sih, aku pilih sewa apartemen dari pada berhadapan dengan dia. Katamu menghindari masalah itu lebih baik.

Tegar: Sekarang Nia jadi bijak deh.

Arunia: Iya, Mas. Sejak rajin meditasi menonton gejolak pikiran, aku sendiri heran kok aku jadi bijak gini ya, seperti ada jawaban-jawaban yang bermunculan di hatiku. Yang paling aku herankan, aku jadi tidak takut dan jijik lagi pada suamiku, berubah jadi kasihan banget.

Tegar: Wah, itu keren, Nia.

Arunia: Dulu jijik banget, sakit hati banget. Sekarang aku kok jadi mikir, sebenarnya dia itu orang yang sakit, jiwanya yang sakit. Jiwa manusia normal itu tertarik dengan lawan jenis 'kan? Berarti homoseksual itu orang yang jiwanya menyimpang, sudah gitu minta diakui, dan mengabaikan resiko terkena penyakit yang mematikan. Sudah sakit di orientasi seksualnya, sakit pula di logikanya, juga punya kemungkinan sakit fisik yang mengerikan. Aku merasa kasihan.

Tegar: Aku kehilangan kata-kata nih melihat Nia jadi bijak begini.

Arunia: Ini semua berkat bimbinganmu, Mas. Aku merasakan sendiri betapa ajaibnya memulai semuanya dengan kasih sayang, tanpa kebencian sedikit pun. Walau belum mengubah keadaan secara signifikan, tapi aku merasakan kedamaian di hatiku, rasanya tenteram dan nyaman sekali hidupku.

Tegar: Di dalam Islam itu disebut prinsip basmallah, Nia. Orang Islam itu mengawali segala sesuatu dengan ucapan bismillahirrahmanirrahiiim yang artinya dengan asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Mestinya muslim yang memahami agamanya, memandang segala aktifitas duniawi ini sebagai sarana berkasih sayang. Memang kasih sayang itu melahirkan keajaiban.

Arunia: Ya, Mas, kayaknya semua agama mengajarkan kasih sayang ya, cuma manusianya saja yang suka lupa.

Tegar:  Lantas, bagaimana perkembangan proses perceraianmu, Nia? 

Arunia: Puji Tuhan, Mas. Aku kira prosesnya bisa lebih cepat dari perkiraanku. Ketakutan dan rasa khawatirku selama ini ternyata tak terbukti. Kupikir bakalan alot, ternyata tak sesulit itu. Dukungan dari mertuaku juga sangat membantu.

Tegar: Dukungan mertua?

Arunia:  Ya, sebelum mengajukan berkas-berkas perceraian, aku dan Papa menemui mertuaku. Aku beberkan kenyataan pahit dalam rumah tangga kami, mereka tak menyangka dan malah minta maaf padaku karena selama ini selalu mendesak-desakku untuk hamil.

Tegar:  Semesta seperti berpihak kepadamu, Nia.

Arunia: Kurasa semua ini karena aku mulai tanpa kebencian. Itu membuatku bisa berpikir jernih dan bisa merencanakan langkah demi langkah yang harus aku tempuh agar semuanya berjalan lancar.

Lihat selengkapnya