Pagi itu Toto datang sambil membawa Ola, putri kecilnya yang berusia tiga tahun. Begitu melihat Tegar, gadis kecil itu langsung menyalaminya.
"Halo Om Tegal," katanya meyapa Tegar dengan pengucapan yang masil cadel.
"Halo Ola cantik. Ola dari mana nih? Tumben nengok Om Tegar?" kata Tegar sambil meraih tubuh Ola lalu menggendongnya, pipinya yang bulat menggemaskan itu selalu membuat Tegar tak tahan untuk menciumnya. Mata sipit dan kulitnya yang putih langsung membuat orang bisa menebak dengan tepat bila gadis kecil ini keturunan Cina.
"Bro, aku bisa minta tolong beberapa hari saja?" tanya Toto dengan penuh harap. Tegar memandang lurus wajah Toto, ada apakah gerangan sampai sahabat baiknya yang sudah begitu sukses ini minta tolong padanya?
"Minta tolong apa? Ayolah jangan sungkan, memangnya aku siapa? Aku masih sahabatmu," kata Tegar melihat Toto terlihat gugup, seperti ragu hendak mengatakan sesuatu.
"Aku titip Ola sampai aku mendapat seorang pengasuh. Sore nanti aku ambil. Bisa?" tanya Toto. "Dia tidak merepotkan kok, aku sudah membawa sekeranjang mainannya di mobil."
Tegar tak menyangka bila hanya itulah permintaan Toto, Tegar merasa menjadi tempat penitipan anak, tetapi tak bisa menolak dan juga tak ingin menolak. Bagaimana bisa menolak bila Toto sedang dalam kondisi terpuruk dan membutuhkan dukungannya. Sebagai sahabat, Tegar amat senang bisa membantu.
Nenek Ola sedang dalam keadaan kritis, mendadak jatuh di kamar mandi, ternyata kena stroke dan dirawat di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi. Toto tak punya siapa-siapa yang bisa dimintai tolong menjaga ibunya di rumah sakit, adiknya yang sudah menikah ikut suaminya di luar pulau, tinggal bapaknya yang sudah tua yang sekarang berjaga di rumah sakit.
"Dengan senang hati aku jaga Ola. Tak perlu khawatir, Ola akan baik-baik saja di sini sama aku," kata Tegar membuat Toto merasa tenang.
"Iya 'kan Ola? Mau main petak umpet sama Om Tegar?" kata Tegar sambil menatap wajah Ola. Balita cantik itu mengangguk sambil menggigit ujung jari telunjuknya, ekspresinya seperti memahami situasi yang sedang terjadi.
"Ayah mau menengok nenek dulu sebentar, nanti sore Ayah jemput Ola, ya," kata Toto.
"Tadi Ayah bilang Om Tegal punya buku gambal bagus," kata Ola.
"Oh iya, ya. Ola mau menggambar sama Om Tegar ya? Baik! Ayo!" kata Tegar bersemangat, berusaha menciptakan suasana riang.
Hari itu mendadak Tegar menjadi pengasuh anak. Walaupun Ola sudah terbiasa bertemu dengannya, baru kali ini Tegar mengasuh Ola sendirian.
Tengah memandangi Ola yang asik menggambar di atas kertas HVS yang disediakannya, Tegar jadi membayangkan suatu saat bisa punya gadis kecil seperti Ola dalam hidupnya. Lalu pikirannya bergerak menimbang-nimbang, siapa calon ibu buat buah hatinya? Lilykah? Batinnya menolak halus. Namun begitu terbayang wajah Arunia, bibirnya langsung menyunggingkan senyum.
Tanpa berpikir panjang, Tegar meraih telepon genggamnya dan melakukan panggilan video ke Singapura.
"Ola, nanti Om Tegar kenalin sama Tante Nia ya," katanya saat menunggu panggilan videonya diangkat Arunia.
"Halo Tante Nia," bisik Tegar di telinga Ola ketika Arunia sudah mengangkat teleponnya, gadis kecil itu menirukan kalimat Tegar dengan lancar. Setelah itu dengan bangganya Ola memamerkan hasil gambarnya kepada Arunia. Arunia memujinya. Mendapat pujian, gadis kecil itu semakin semangat, tanpa memedulikan Arunia yang masih mengajaknya bicara, Ola kembali ke kertas gambarnya dan menggambar dengan asik.
"Siapa dia, Mas?" tanya Arunia di telepon.
"Ola, anak Toto, neneknya sedang dirawat, jadi dia dititipkan padaku," kata Tegar.
"Kasihan dia," kata Arunia bersimpati. Tegar lalu bercerita panjang lebar tentang kisah sedih cinta Toto dan Sandra.
"Semoga Mas Toto segera dipertemukan dengan wanita yang bisa menjadi ibu yang baik buat Ola," kata Arunia yang diaminkan oleh Tegar.
"Aku sudah sering menyinggung dia soal itu, tapi mungkin Toto belum bisa melupakan Sandra. Ya berat sih kalau ada apa-apa seperti ini," kata Tegar.