Utusan Kristal Suci

Kecoak Terbang
Chapter #6

005: Sambutan Kepada Utusan Baru

Di tengah jalan utama yang dipenuhi oleh penduduk yang berlalu-lalang, Dimas berjalan mengikuti tentara penjaga. Namun, dia merasa sedang diawasi oleh orang-orang yang kebetulan melintas. Secara tak disengaja lelaki dari Bumi itu mendengar bisikan dari warga setempat, yang menyangka bahwa Nadella--dewi penjaga Kristal Suci-- telah mengirimkan utusan-Nya. Dimas sempat berpikir, bahwa kalung yang melingkar di lehernya itu yang membuat warga ibu kota Kekaisaran sebagai pusat perhatian. Karena tidak mau ambil pusing, pria itu meneruskan perjalanannya tanpa mengatakan apa-apa. 


Meski mencoba mengabaikan reaksi orang-orang di sekitarnya, nyatanya tak membuat Dimas merasa nyaman. Dia terus menjadi bahan pembicaraan hangat oleh para penduduk ibu kota Kekaisaran, mengingat kalung bermatakan Kristal Suci tersemat di leher pemuda Bumi itu. Tiba-tiba dia tak sengaja menguping pembicaraan dari dua lelaki dengan perlengkapan lengkap layaknya petualang, yang berharap semoga Utusan Suci baru itu tak memiliki sifat menyebalkan seperti pendahulunya. Dimas sangat yakin jika mereka mengaitkan dirinya dengan Diky Ernawan, seorang pria yang sama-sama dari Bumi dan telah tewas satu tahun lalu.


Setelah belasan menit berjalan, kini Dimas telah tiba di depan istana Kekaisaran Henada. Tentara penjaga gerbang melaporkan akan menemui Sang Kaisar pada rekannya yang bertugas menjaga di depan pintu utama istana, lalu memberi izin untuk masuk. Kemudian penjaga gerbang menatap Dimas dan berkata, “Ikuti saya, Sang Utusan Kristal Suci. Saya akan mengantarkan Anda ke ruang singgasana.” Dimas hanya mengangguk pelan dan berjalan mengikuti di belakangnya.


Di dalam istana terdapat lorong panjang dengan hamparan karpet merah yang membentang. Dinding batu dihiasi dengan lentera berisi kristal bercahaya kuning keemasan dan beberapa lukisan seakan menambah kesan mewah dan antik. Lelaki itu terkagum karena tahu tak mungkin adanya aliran listrik di dunia barunya itu, mengingat dia berasal dari dunia modern. Dimas beranggapan bahwa kemungkinan sumber energi di ada sekitarnya itu berasal dari sihir. 


Setelah berjalan selama beberapa menit, penjaga membuka pintu sebuah ruangan. “Masuklah, Tuan. Yang Mulia ingin bertemu dengan Anda.” 


Dimas langsung menuruti apa yang diperintahkan padanya. Di balik pintu itu terdapat seorang lelaki berusia sekitar 50 tahunan duduk di kursi tahta. Sebuah mahkota menghiasi kepala yang seluruh rambutnya telah memutih, menunjukkan aura penuh kharisma layaknya seorang raja. Tidak salah lagi, dia adalah Alfonso Henada, pemimpin tertinggi di Kekaisaran Henada. 


“Selamat datang, wahai sang Utusan Kristal Suci. Saya telah menunggu kedatangan Anda,” ucapnya lalu tersenyum. 


Kebingungan setengah mati seketika memenuhi benak Dimas. Bagaimana tidak, ini adalah pengalaman pertamanya berhadapan langsung dengan seorang pemimpin Kekaisaran, yang pastinya memiliki otoritas tertinggi. Akhirnya lelaki bersurai hitam tersebut refleks berlutut lalu menempelkan kedua tangan di depan wajahnya untuk memberi hormat. “Salam hormat saya, Yang Mulia. Ada apakah gerangan Anda memanggil saya?” 


Alfonso hanya tertawa pelan dan bertanya, “Apakah itu cara Anda menghormati seorang raja? Baru kali ini saya melihat yang seperti itu.” 


“Eh. I–Itu... Saya hanya bertindak secara spontan saja, Yang Mulia,” jawab Dimas canggung. 


“Sudah! Tak perlu banyak basa-basi,” balas Alfonso dengan tegas. Dia menghela napas sejenak lalu menambahkan, “Saya benar-benar bersyukur atas kedatangan Anda, wahai Utusan Suci.” 


“Maaf jika ucapan saya sedikit lancang. Tapi…,” ucap Dimas penuh keraguan.  


Alfonso hanya mengangkat alis kanannya dan berkata, “Tapi apa? Katakan saja.” 


Dimas menghela napas panjang untuk menenangkan diri. “Sebenarnya saya masih tidak mengerti, untuk apa gerangan dipanggilnya saya ke dunia ini?” 


Mendengar pertanyaan Dimas barusan, Alfonso hanya mengangguk pelan. “Benar sekali. Waktu pertama saya bertemu dengan Tuan Diky, dia juga merasakan apa yang Anda rasakan.”


Tiba-tiba Dimas teringat kembali pada seorang pria yang menjadi Utusan Suci sebelum dirinya. Tanpa memandang wajah sang Kaisar, Dimas berucap, “Sekali lagi. Saya mohon maaf jika sedikit lancang, Yang Mulia. Apakah yang Anda maksud ialah Diky Ernawan?”


Sang Kaisar hanya mengangguk pelan tanpa kata. Pandangannya dia arahkan pada lampu gantung di langit-langit dengan tatapan murung, yang membuat pembicaraan seketika terhenti. Tak pelak keheningan pun menyeruak dan memenuhi sekitar ruang singgasana. Seketika Dimas merasa sangat canggung, mengingat kini dia sedang menghadap seorang pemimpin Kekaisaran. Karena tak ingin berlama-lama, Dimas berucap tanpa menatap wajah Sang Kaisar agar tidak mengurangi rasa hormat. “Ka-kalau begitu, saya mohon izin dulu, Yang Mulia.” 


Alfonso sedikit terhenyak karena lamunannya membuyar seketika. Dia mengangguk pelan dan berkata, “Baiklah. Ngomong-ngomong, siapa nama Anda, wahai Utusan Suci?”


“Nama Saya Dimas Santoso, Yang Mulia.”


Kaisar Alfonso mengangguk pelan dan berkata, “Baiklah. Sampai bertemu di lain waktu, Tuan Dimas.” 


Dimas kembali memberi penghormatan seperti sebelumnya dan berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Dia menelan ludah dengan keringat yang bercucuran deras di sekujur wajahnya. Tidak bisa dipungkiri lelaki itu masih canggung saat menghadap pemimpin Kekaisaran Henada. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal dalam benak Dimas. Sembari terus berjalan, dia terus berpikir karena masih penasaran dengan sosok Diky Ernawan, sang pendahulunya. Tak terasa kini dia tiba di pintu utama istana lalu disambut oleh tentara penjaga.

Lihat selengkapnya