Utusan Kristal Suci

Kecoak Terbang
Chapter #7

006: Krisis Serikat Petualang

Dimas dan Elina terus berjalan menuju distrik selatan sembari berbincang ringan. Dimas yang penasaran terus menanyakan tentang kehidupan sebagai seorang petualang. Elina menjelaskan semua petualang harus menjalankan tugas yang terpampang di papan pengumuman dan terbagi dalam tujuh tingkatan: F, E, D, C, B, A dan S. Petualang yang baru akan dimulai dari peringkat F, dan akan terus naik sesuai dengan performa baik dalam tiap tugasnya. Namun, Elina tak lup mengingatkan tingkat kesulitan tugas akan jauh lebih berbahaya seiring dengan kenaikan tingkat.


Ketika sedang mendengarkan penjelasan Elina, Dimas terus merasa dilihat oleh para penduduk Baviles. Sama seperti saat sebelumnya, mereka terus membicarakan Utusan Suci kedua tersebut dengan harapan akan menyelamatkan Eoggvar dalam bahaya. Merasa kurang nyaman, Dimas akhirnya menyembunyikan kalung Kristal Suci ke dalam pakaiannya.


“Dimas, apa kamu tidak apa-apa?” tanya Elina khawatir, seakan menyadari keadaan di sekitarnya.


Namun, Dimas hanya diam dengan wajah murung. Dia merasa dianggap pria aneh setelah mendapat kalung bermata Kristal Suci oleh penduduk Baviles. Tak ingin membuat suasana lelaki itu makin buruk, Elina ikut diam sembari meneruskan perjalanannya menuju Serikat Petualng. Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya tiba di depan sebuah bangunan bergaya Eropa abad pertengahan setinggi tiga lantai, dengan ukiran pedang dan perisai di kedua pintunya


Elina menoleh ke arah Dimas lalu tersenyum padanya. “Kita sudah sampai di Serikat Petualang, Dimas. Ayo masuk.”


Dimas hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Elina. Mereka menemui seorang wanita berusia 30 tahunan, dengan rambut coklat sepunggung yang terurai duduk di balik meja resepsionis. “Oh. Jadi ini orang yang akan bergabung dalam timmu, Elina?” tanyanya dengan senyum lembut.


Elina mengangguk dan balas tersenyum. “Benar sekali, Nyonya Margaret. Dia adalah Dimas Santoso, lelaki yang saya temui di hutan Bushwick beberapa waktu lalu.”


Margaret menatap Dimas dengan penuh keheranan. Wanita itu menempelkan tangan ke pipinya lalu berkata, “Dimas Santoso? Nama yang sangat asing.”


Dimas hanya menelan ludah. Dia berpikir jika mengatakan dirinya adalah utusan dari Sang Dewi, pasti wanita 30 tahunan itu akan sangat terkejut. Secara apa yang dialami sebelumnya membuat lelaki itu merasa tidak nyaman.


Margaret hanya mengangkat alis dan bertanya karena penasaran. “Kenapa kamu hanya diam saja? Apa terjadi sesuatu yang mengganjal pikiranmu?”


Dimas hanya menggeleng. Tiba-tiba sebuah ide terlintas dalam pikirannya. “Ti–tidak. Saya hanya baru saja tiba di kota ini, setelah berkelana cukup jauh.”


Margaret menarik napas lega dan berucap, “Syukurlah kalau begitu.” Dia kembali menatap Dimas lalu berkata, “Jika dilihat dari warna rambutmu, sepertinya kamu berasal dari Benua Timur. Bukan begitu?”


Dimas hanya mengangguk pelan. Dia merasa jawaban itu lebih masuk akal, daripada mengatakan bahwa dirinya berasal dari dunia lain. Jadi, lelaki itu harus menyembunyikan jati dirinya yang asli sebisa mungkin.


Margaret mengambil selembar kertas dari laci dan menaruhnya ke atas meja. “Untuk biaya pendaftaran, hanya dikenakan sepuluh keping perunggu saja.”


Dimas hanya mengangguk pelan lalu merogoh saku celananya. Namun....


Jantungnya berdegup kencang karena panik karena tidak menemukan uang sama sekali. Meski sudah mencari ke saku yang lainnya, tak satu keping koin pun yang ia temukan. Lelaki itu terdiam untuk menenangkan diri. Dia akhirnya menyadari bahwa tidak memiliki perbekalan cukup saat berpindah dunia.


Dengan keringat dingin yang bercucuran di wajah dia berkata, “Ma–maaf sekali. Sa–saya tidak memiliki uang untuk saat ini.”


Lihat selengkapnya