Seusai makan siang, Dimas dan Elina berkeliling di sekitar Baviles. Dua insan tersebut berjalan beriringan di tengah padatnya jalan utama dan berliku-liku, dipenuhi oleh penduduk ibu kota Kekaisaran yang sedang melakukan aktifitasnya masing-msing. Di tengah perjalanan, Dimas menanyakan tujuan Elina kali ini. Namun, dia merahasiakan tujuannya dengan senyuman. Mereka pun melanjutkan perjalanan sembari berbincang santai, dan akhirnya memasuki sebuah toko aksesoris yang berjarak ratusan meter dari Howell's Smithy.
Suara gemerincing bel terdengar saat Elina membuka pintu, seakan terbiasa dengan toko milik orang tuanya. Di depan meja kasir terhampar karpet biru dan terdapat jejeran perhiasan berupa kalung permata dan gelang berwarna-warni, yang tertata rapi di atas meja panjang. Harga yang ditawarkan cukup beragam, mulai dari beberapa keping perunggu bahkan hingga mencapai koin emas tersedia di sana.
"Selamat datang, Elina. Apa kamu ingin melihat-lihat dulu?" sapa wanita berusia sekitar 40 tahunan akhir dan berkacamata bundar dari balik meja kasir, yang merupakan pemilik toko perhiasan.
Elina mengangguk pelan dan tersenyum. "Iya, Bu. Aku ingin melihat barang baru."
Pemilik toko hanya tertawa lepas sambil menggeleng-geleng. "Kamu ini, selalu saja begitu. Silakan lihat-lihat dulu."
Elina tersenyum singkat lalu berjalan mengelilingi toko, dengan Dimas yang setia mengekor di belakangnya. Sayangnya, aksesoris yang dijual tidak ada yang menarik minat wanita penyembuh tersebut. Dia hanya cemberut dan sedikit menggerutu.
"Umm, ba—bagaimana kalau yang ini? Se—sepertinya kelihatan bagus untukmu," ucap Dimas membuka topik pembicaraan, lalu menunjuk sebuah kalung permata berwarna kuning.
"Eh? Hmm, aku kurang begitu suka," jawab Elina kecewa.
Dimas berusaha mengeluarkan kalung Kristal Suci dari balik pakaiannya, meski harus bersusah payah karena kerah baju yang ketat mencekik lehernya. "Coba lihat. Bukankah warnanya hampir sama?" tanya lelaki itu seraya menunjukkan kalung Kristal Suci pada Elina.
Wajah Elina seketika merah padam. "E—ehh? Ja—jadi, kamu mau aku memakai kalung yang sama denganmu?"
Wajah Dimas pun ikut memerah. Lelaki itu sama sekali tidak berpikir jika Elina memakai kalung tersebut, dia akan memakai kalung yang sepasang dengannya. Dimas mengalihkan pandangan ke kanan seraya menggaruk kepalanya karena canggung. "Eh, umm… Ji—jika kamu tidak suka, tidak masalah…"
Merasa penasaran, sang pemilik toko menghampiri Dimas dan Elina. Tak disangka, sang pemilik toko seketika terkejut bukan main. Dia memegang bingkai kacamatanya dan memperhatikan dengan seksama kalung yang dipegang oleh DImas. "Kalung itu... Apa itu Kristal Suci?" tanya wanita paruh baya itu tak percaya.
Dimas refleks menoleh ke arah sang pemilik toko dan menjawab, "Eh? I—iya... Bagaimana Ibu bisa tahu?"
"Aku sempat melihat kristal itu sesekali memperlihatkan cahaya keemasan di dalamnya. Mustahil jika itu hanya batu permata biasa," jawab sang pemilik toko seraya memegang bingkai kacamatanya, memperhatikan dengan seksama kalung di tangan Dimas.
"Umm... Yah, kurang lebih seperti itu, Ibu," ucap Dimas lalu buru-buru memasukkan kalungnya kembali, agar tidak membuat kegaduhan.
Sang pemilik toko hanya terkekeh. "Tenang saja, anak muda. Aku tidak memintamu untuk menjual kalung itu."
"Bu—bukan begitu. Saya tidak mau menjadi pusat perhatian orang-orang lagi," jawab Dimas lesu.