VACATION

Ando Ajo
Chapter #3

Adab

Pukul enam lewat sepuluh menit, pagi.

Mobil hitam berhenti di satu pasar di bawah kaki sebuah perbukitan di kawasan utara Jawa Barat. Alex terpaksa mengambil alih kemudi mobil sebelumnya setelah Juna terlihat pucat dan menggigil dengan apa yang baru saja mereka alami, entah apa yang mendasari, Juna cukup kepikiran dengan apa yang disampaikan Ayunia sebelum ini. Meski permintaan Ayunia—saat mobil kembali berhenti untuk menukar posisi Juna dan Alex—tetap tak ada yang menggubris.

Dan di sinilah mereka kini. Sebuah pasar sederhana—sebut saja begitu bila kau enggan menggantinya dengan sebutan apa-adanya. Pasar tradisional, tidak ada yang bisa memanjakan mata sebagaimana pusat perbelanjaan di kota—setidaknya, pasar-pasar di kota tentulah mampu memanjakan mata dengan pajangan-pajangan barang-barang elektronik dan sebagainya. Tidak ada. Di pasar di mana keenam sahabat tersebut berhenti dengan niat untuk mendapatkan sarapan hanya ada pedagang sayuran dan sembako, makanan khas yang mungkin tidak kau suka, atau satu-dua pedagang yang mengacung-acungkan sesuatu di tangan mereka—mungkin mainan tradisional buatan tangan mereka sendiri.

Atau, membeli perlengkapan bertani. Tapi untuk apa? Toh, tujuan keenamnya untuk mendaki salah satu bukit di sana. Berkemah, bersenang-senang dengan alam, dan berharap bisa menghangatkan tubuh di malam hari dengan melingkari api unggun. Jadi ya, tidak butuh benda tajam lainnya—well, mungkin satu-dua parang boleh juga untuk melindungi diri dari hewan berbahaya jika mereka memutuskan untuk menjelajahi kelebatan hutan nanti, tentunya.

“Yuk, ahh,” ajak Alex pada teman-temannya untuk keluar dari dalam mobil. “Nyarap dulu sebelum ke Pos Pengawas.

Udara sejuk yang menyambut tubuh mereka sedikit bisa menghilangkan kekhawatiran diri, setidaknya pada Juna, ia meregangkan tubuhnya sedemikian rupa menghirup oksigen yang menyegarkan dadanya.

“Sarapan apa?” tanya Ayunia sembari mengucek-ucek mata yang sayu sebab kantuk masih menggantung indah.

“Apa aja deh,” sahut Roy memutar-mutar leher dan pinggang membebaskan tubuh dari pegal sepanjang perjalanan tadi. “Gue udeh laper banget ini.”

“Yang onoh!” tunjuk Juna yang pernah sekali menginjakkan kaki ke pasar tersebut. “Pisang goreng ama ubi cilembunya enak.”

“Pisang?” pertanyaan bernada merendahkan dari mulut Gita sedikit membuat Ronald dan Ayunia mengerling aneh. “Ubi cilembu? Seriously?”

“Heh,” sela Ronald. “Gak ada yang salah dengan itu semua, kan?” Ronald menepuk bahu Gita, ia berpaling pada Ayunia dan lambaikan tangan mengajak gadis tersebut menyusul Juna. “Kalo lu ngarapin pizza—or Italian pasta sorry to say Madam, definitely you’re in the wrong world.”

“Whatever!” dengus Gita dan mengukuti langkah yang lain menuju satu kedai kecil di sisi kiri.

Alex memastikan semua pintu dan jendela mobil terkunci sebelum akhirnya juga menuyusul.

Seorang wanita paru baya melayani Juna dan kawan-kawan. Dan ya, memang pisang dan ubi cilembu itu saja menu yang ada buat sarapan—digoreng dan direbus. Juga, dengan tambahan segelas teh manis hangat penyambut pagi. Alex dan Roy lebih memilih memesan kopi.

“Eeh, Jun,” panggil Roy di sela sarapan pagi mereka, sementara Alex langsung membakar rokoknya setelah meneguk kopi hitam. “Masih jauh, pos-nya?”

Juna menggeleng dan lantas menuntaskan kunyahan ubi cilembu di dalam mulut. “Lima belas menitan lagi sampai kok,” lanjutnya, teh manis yang masih mengepulkan uap di hadapannya ia seruput, bahkan nyaris setengah tinggi gelas itu sendiri. Roy terkekeh menyaksikan itu.

Sementara itu, Ronald tengah sibuk mengutak-atik kamera dari dalam tas punggung yang ia bawa. Sesekali tangannya menyambar potongan pisang goreng di atas meja. Kunyahannya begitu tenang, tak seperti rekannya yang lain, terutama Juna. Ayunia dan Gita masih menggigil sebab udara sejuk di pagi ini mampu membuat kedunya tetap memilih memakai jaket dan sweater di tubuh.

“Paling ninggalin gocap,” timpal Alex menyambung pembicaraan Roy dan Juna tadi. “Buat yang jaga pos—cepek aja gue rasa, sekalian minta lihatin tuh mobil,” Alex hanya menggunakan ujung bibir saat menegaskan ucapannya menunjuk pada mobil mereka.

Lihat selengkapnya