Suasana di galeri siang itu tampak sepi. Si Kembar Lolly-Poppy lagi mabar, main bareng game C.o.M seri terbaru. Class of Morons, Pertarungan Orang-orang Tolol. Head-set berwarna pink dan merah menyala terpasang di kepala mereka. Di layar monitor tampak pertarungan dua kelompok manusia-manusia aneh memperebutkan donat. Dua kelompok itu berantem dengan cara apa saja, boleh dengan ngelempar hape, menghancurkan mobil, meledakkan rumah. Dan mereka fighting habis-habisaan itu hanya demi sepotong donat. Namanya juga pertarungan orang tolol. Di geng hanya Lolly dan Poppy yang tertarik dengan game itu.
“Kayak kurang kerjaan aja!” ujar Aurel pada suatu hari saat melihat teman kembarnya sedang main game itu.
“Selera loe payah!” tambah Vinka. Mendengar komentar teman-temannya, si Kembar Lolly-Poppy bergeming. Mereka terus melanjutkan permainan itu sampai pada level yang absurd. Berkelahi dengan cara yang keji, tidak masuk nalar, kotor, dan norak, lagi-lagi demi sepotong donat.
Di pojokan di dekat manekin Mr Sidhi, Aurel duduk di sofa. Dia tampak gabut, gadis itu tiduran sambil scrolling hape-nya. Vinka mondar-mandir. Gadis itu keliatan gelisah karena suatu. Dia mikirin Vale yang sudah beberapa hari tidakbmasuk sekolah dan tidak nemenin mereka main. Tidak ada alasan kemana Vale perginya.
Vinka sudah mencoba beberapa kali menelpon Vale. Dia khawatir Valerie sedang sakit atau ada sesuatu sehingga ngilang beberapa hari. Bahkan WA dan chatting-nya pun tidak merespon. Vinka mulai kesal. “Brengsek..!” ujarnya, “kemana sih tuh bocah”
Melihat temannya jengkel dan marah-marah, Lolly dan Poppy menyudahi mainnya. Keduanya duduk di sebelah Vinka. Aurel ikutan duduk di lengan sofa. Keempat gadis itu kini duduk berimpitan. Mereka cuma bengong. Wajah mereka nampak bosan, tak tampak keceriaan seperti biasanya. Mereka benar-benar merasa kesel karena sudah beberapa hari Boss-nya tidak nongol tanpa alasan. HP-nya nggak diaktifin, ditelpon ke rumah juga nggak ada yang ngangkat. Sepertinya dia hilang ditelan bumi. Mereka merasakan ada sesuatu yang kurang karena sudah bertahun-tahun di geng itu kemana-mana selalu berlima. Apa pun yang terjadi baik suka ataupun duka selalu dinikmati bersama. Jadi absennya Vale sangat menjengkelkan mereka.
“Vale minggat ke mana, sih?” tanya Vinka kembali uring-uringan.
“Tau, kabur ke kutub kali sama cowok barunya.” jawab Lolly sekenanya.
“Licik nih anak, kalo ada masalah larinya ke kita. Giliran senang aja pergi sendiri!” kata Poppy menambahkan.
“Apa iya dia meninggalkan kita untuk bersenang-senang sendirian?” tanya Aurel, “Gue kok gak yakin. Kalian lihat kan, akhir-akhir ini Blue kelihatan tambah pendiam? Kalo menurut gue dia itu sebenarnya lagi punya masalah…!”
“Tapi kalau benar ada masalah, kenapa nggak ngomong ke kita? Cerita dong, bukan malah kabur gitu aja. Kita jadi ikutan kesel mikirinnya,” sahut Lolly.
“Pakai mutusin telpon lagi...” potong Vinka, “Tau gak loe, gue udah coba beberapa kali telpon ke HP-nya, tapi gak pernah aktif. Terus gue coba telpon ke rumahnya, eh malah pembokatnya yang ngangkat, waduh maaf ya Non, bibi ndak tau kemana perginya Non Vale…!” kata Vinka sambil monyong-monyongin mulutnya, “Non Vale-nya ndak ngasih tau ke bibi, gitu katanya…!”
“Ha… ha…, muka loe itu ya mirip banget sih sama pembokatnya Vale!” ujar Aurel, “Jangan-jangan loe seangkatan ya sama dia?”
“Pembokat jidat loe!” jawab Vinka jengkel.
“Ya udah, sekarang gini aja!” potong Lolly, “Kita kirim message ke dia. Lewat Line kek, WA ke, email kek. Lu tag di IG-nya, kalau perlu kita SMS dia, atau kita kirim surat lewat Kantor Pos. Pasti kapan-kapan akan dibaca pesen kita.”
“Busyet komplit amat, kenapa gak diumumin lewat TOA masjid aja sekalian?”
“Yaaa namanya juga usaha!”
“Emang loe mau bilang apa ke Blue?” tanya Poppy.
“Setuju! Kita bilang, kalo dalam dua hari ini dia nggak nongol, kita putus hubungan, kita bubarin gengnya…!” sahut Vinka.
“Ya bener…! Gue setuju Ndut!” ujar Aurel.
“Loe setuju sih setuju, tapi jangan panggil Ndat-ndut begitu, Setan.” kata Vinka sewot. Aurel cuma nyengir karena merasa kepalanya dikemplang.
“Yahhh, jangan bubar dong, entar kita gimana?” kata Lolly memelas.
“Iya, kalau bubar, kita main sama siapa?” ujar Poppy menambahkan.
“Ini cuma buat menggertak dia, Kenyot!” jawab Vinka sewot sambil mukul kepala keduanya. Kedua gadis kembar itu kaget kesakitan karena kepalanya dikemplang Vinka. Dan, akhirnya spontan kedua anak kembar itu berteriak, “Genduttt...!! Jangan main pukul dong! Sakiittt, @njiiing!” Keduanya bangkit hendak mengeroyok Vinka. Aurel cekikikan melihat tingkah ketiga temannya.
“Lagian, loe kelewatan telmi-nya.” kata Vinka gemes, “Loe berdua tuh cakep-cakep, sayang IQ loe melata…!”
Dikatain begitu kedua anak kembar itu menjadi tambah sewot. Keduanya mengambil posisi kuda-kuda. “Gendut, brenggseeekkkk!” teriak Lolly dan Poppy sambil menerjang dan menindih Vinka di lantai galeri.
“Ketika orang-orang lemah bersekutu dengan para pandir, maka hanya akan menimbulkan cemoohan dunia!“ ujar Aurel beraforisme. “Dan ketika orang-orang pendek akal bergumul dengan si gendut, maka hanya akan menjadikan kebisingan tak berguna.” Di sindir Aurel dengan bahasa seperti itu bukan membuat ketiga temannya berhenti gelutan. Bahkan mereka lebih membabi buta, sampai beberapa barang koleksi galeri berjatuhan.
Biasanya Vinka tidak meladeni perkelahian semacam itu ketika si Kembar marah. Tapi karena kali ini dia memang lagi kesal karena bad-mood, maka gelutan dengan si Kembar-lah sebagai pelampiasnnya. Dan kali ini Lolly-Poppy juga sedang gabut, ditambah tempelengan keras Vinka, menjadikan nafsu amarahnya tiada dapat diredamnya, maka jadilah amuk keduanya memuncak. Selanjutnya susah dijelaskan apa yang diperbuat kedua anak kembar itu terhadap temannya. Hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi pada Vinka selanjutnya.
----- ***** -----
Bartender itu hanya menatap gadis yang duduk di kursi tinggi di depannya. Sudah hampir dua jam gadis itu tidak beranjak dari tempatnya. Isi gelas di depannya sudah kosong. Sementara dari mulutnya keluar kepulan tipis asap sigaret. Anak itu nampaknya sedang bermasalah, itu terlihat dari raut wajahnya. Biasanya dia selalu bermuka ceria kalau ke café ini. Mungkin sedang broken-heart karena ditinggal cowoknya. Atau dia sedang berantem dengan keluarganya. Who knows? Yang pasti ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya. Dia tahu benar kelakuan dan kebiasaan semua pengunjung café ini. Apalagi untuk customer seperti Vale ini sudah sangat familiar baginya.
“Mau diambilkan minum lagi, Vale?” tanya bartender itu sambil tersenyum. Dia mencoba menghibur gadis itu.
“No, thanks!” jawabnya singkat, “Mmmh..., kalo gak keberatan tolong ambilin gue sebungkus mild-menthol, Jean.”