VALE N' TINO

Yant Kalulu
Chapter #6

ES TEH MANIS

Siang mulai beranjak berganti dengan petang. Udara pun mulai terasa lebih sejuk. Daun-daun pohon mangga dan rambutan melambai tertiup angin. Di dalam rumah kontrakannya, Pak Sidhi sedang mengoreksi hasil ulangan anak-anak. Sesekali senyumnya tersungging manakala ingat tingkah murid-muridnya di sekolah yang diajarnya. Dua sekolah dengan karakter yang berbeda. SMU DJ, tempat anak borju dengan segala gemerlapnya. Yang satunya SMK BUI, sekolah anak-anak pinggiran dengan segala kesederhanaannya.

Ternyata perbedaan keduanya bukan hanya di tampilan fisik sekolah. Ketimpangan sarana dan fasilitas belajar antar kedua sekolah itu seperti langit dan bumi. Dan tenyata perbedaan hasil belajar dan prestasi di kedua sekolah pun ibarat dua kutub yang berlawanan.  Bukti itu terlihat pada hasil ulangan yang sekarang ada di depannya. Dia mencoba memberi soal yang sama untuk tingkat kelas yang sama, walau dengan tema yang berbeda sesuai jurusan kelasnya. Kebetulan Kompetensi Dasar atau materi pelajarannya hampir sama, jadi dia memberikan soal yang sejenis. Dan hasilnya sungguh jauh berbeda. Untuk murid-murid di SMU DJ, hanya beberapa anak yang nilainya kurang dari delapan. Rata-rata nilainya sangat bagus, semua di atas KKM atau kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Sebaliknya untuk soal yang sama di SMK BUI, yang mendapat nilai di atas tujuh hanya beberapa anak. Beberapa anak itulah yang nilainya di atas KKM, sisanya failed. Bahkan beberapa anak mendapat nilai di bawah empat. Sungguh kontras. Jangan-jangan nilai gizi seseorang dan lingkungan pergaulan mempengaruhi tingkat kecerdasan murid ya, demikian canda salah satu guru dengan sesama guru. Mungkin benar kata pemeo, nutrisi menentukan prestasi.

Meskipun demikian, dia merasa beruntung karena bisa dekat dengan murid-murid di kedua sekolah itu. Dia sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang sama kepada semua muridnya. Dia tidak akan membedakan status kelas dan sekolahnya. Dari hal-hal kecil sampai pendekatannya kepada murid dia sesuaikan dengan kondisi mereka. Hal itu tampaknya bisa diterima oleh mereka. Pak Sidhi tersenyum bila mengingat tingkah konyol murid-muridnya. Pak Sidhi ingat bagaimana ketika Vale dan teman-teman gengnya minta izin ke toilet. Dia melarangnya karena mereka berempat sudah dua kali ijin untuk keperluan yang sama.

Excuse me Sir, I want to go to toilet!” kata Vale menginterupsi pelajarannya. Di belakangnya sudah berbaris empat gadis lainnya.

Me too, Sir!” sahut Si Kembar serempak.

No way!” jawab Pak Sidhi tegas. “Kalian pasti tidak serius akan ke belakang, kan? You must be cheating me!!” katanya waktu itu.

“Ya ampun, Sir gak percaya ya? Ya udah kita pipis di sini, nihh…” kata Vale sambil mengangkat roknya. Keempat temannya pun ngedeprok, membuat gerakan yang sama. Hal itu tentu saja membuat kelas jadi heboh, terutama anak laki-laki. Mereka bersuit-suit dan tertawa girang. Akhirnya mereka pun disuruh keluar daripada ngompol di kelas.

“Makanya lain kali pakai pampers dong, biar gak bocor mulu!” kata Hengky ngeledek.

“Besok-besok bawa pispot jadi bisa pipis di kelas, ya Sir?” sahut yang lain.

“Huuu…!”

“Gimana Sir, saya kebelet bener, nih. Kalo gak percaya nanti saya bawain buktinya deh!” kata Aurel waktu itu.

“Ya udah, cepet kalian keluar sana!” sahut Pak Sidhi. Akhirnya dia mengalah, “Tapi ingat waktunya hanya tiga menit untuk kalian. Kalau lewat dari waktu yang Bapak tentukan, silakan kalian belajar di luar saja!”

What, cuma tiga menit, Sir?” protes Vinka, “Kita buka rok aja lima menit, Sir!”

“Ya udah, sono cepetan! Keburu ngompol di kelas nanti!”

Thank you, Sir!”

“Sir, boleh gak saya ikut mereka?” tanya Reffy ikut-ikutan, “Saya mau nemenin mereka. Takut terjadi sesuatu di toilet?”

“Huuu…!” kembali terdengar suara koor dari seluruh kelas. Mendengar hal tersebut, kelima anak itu segera lari keluar kelas. Beberapa menit kemudian kelimanya sudah cengar cengir di depan kelas kembali.           

Bayangan tingkah konyol murid-muridnya buyar. Senyum Pak Sidhi berubah menjadi kernyitan ketika tiba-tiba dia mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Dia bangkit menuju jendela dan melihat arah suara itu. Dia tidak percaya melihat siapa yang datang. Vale salah satu murid paling jail di SMU DJ sekaligus anak ketua yayasan itu datang ke kontrakannya. Tumben tuh anak main ke sini. Ada urusan apa gadis ini, demikian pikirnya.

Masih dari balik jendela, diamatinya gadis itu. Vale keluar dari mobil. Gadis itu tengak-tengok sebentar, kemudian berjalan menghampiri Tino, keponaknnya. Tino yang sedang mengotak-atik vespanya, menghentikan aktifitasnya. Dia berdiri begitu sadar ada gadis yang menghampirinya. Tampak keduanya bercakap-cakap. Tak berapa lama kemudian keponakannya masuk dan memberi tahu ada tamu yang mencarinya.

Good afternoon, Sir!” kata gadis itu membuntuti Tino, “Sorry for making you a trouble!”

Good afternoon, Vale! Never mind!” sahut Pak Sidhi, “Ayo masuk!” Gadis itu masuk dan duduk di ruang tamu yang berfungsi juga sebagai ruang kerja Pak Sidhi.

“Tumben Vale main kemari? Ada keperluan apa kira-kira? Kok datang sendiri, where are your pals?

“Iihh, Sir! Nanyanya satu-satu dong, Vale jadi bingung mana yang harus dijawab duluan!” jawab Valerie sambil ketawa.

“Soalnya Bapak kaget ada tamu spesial yang datang ke rumah. It’s really surprise me!”

“Tenang Sir, Vale gak jail kok. It’s not such a kind of prank!”

“Kok kamu tahu alamat Bapak?”

“Yeaah, Vale punya alamat semua guru dan murid di sekolah, Sir!” sahut Valerie, “Tinggal nyari deh di G-Map buat nunjukin arahnya!”

“Oh iya ya!” ujar Pak Sidhi tersenyum kecut. Dia hampir lupa bahwa tamu di depannya ini adalah anak pemilik sekolah, tentu dia memiliki data-base dan info tentang seluk-beluk sekolah. “By the way, what’s your business that got you here?” tanyanya kemudian.

Akhirnya Vale menjelaskan bahwa dia datang untuk minta tugas susulan karena sudah beberapa hari dia tidak masuk sekolah.

Ada beberapa hal yang membuat Pak Sidhi heran. Gadis ini nampak lebih cool dan lebih sopan dari biasanya. Tidak biasanya dia pergi sendiri. Kemana anggota gengnya. Biasanya mereka kemana-mana selalu berlima.

Are you allright, Vale?” tanyanya.

I’m so fine, Sir!” jawab gadis itu sambil mencoba tersenyum. Pak Sidhi kurang yakin dengan jawaban itu. Ditatapnya wajah muridnya itu, ada sesuatu yang coba disembunyikan. Gadis itu mencoba menghindari tatapan gurunya. Dia memutar wajahnya ke luar jendela. Mata gadis itu menatap ke arah seorang pemuda yang ditemuinya di luar tadi. “Cowok itu siapa, Sir? Adiknya ya?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

“Bukan, dia keponakan dari Jawa yang ikut nemenin Bapak di sini.” Jawab Pak Sidhi sambil merapikan tempat, “Sorry girl, rumah Bapak kondisinya berantakan seperti ini.”

“Gak apa-apa Sir, saya yang minta maaf sudah ngerepotin Sir.” ujar Vale. Terdengar sebuah lagu dari mini compo di luar. Gadis itu tersenyum. Dia cukup kaget, di era digital seperti ini masih ada makhluk yang dengerin lagu pakai audio-set seperti itu. Sebuah lagu yang sudah sangat dia hafal karena lagu merupakan salah satu favoritnya. Dia menengok ke arah sumber lagu itu. Cowok keponakan Pak Sidhi yang nyetel lagu itu. Dia mencoba mengamati anak itu. Kelihatannya dia serius dengan motornya. Dia amati wajahnya, lumayan juga. Lugu, cuek, dan sederhana. Dia memperkirakan bahwa cowok itu seusia dengannya. Atau paling tidak sekelas lebih tinggi darinya.

“Sebentar Bapak siapkan dulu tugas susulannya ya!” kata Pak Sidhi mengagetkannya.

“Baik, Sir!” sahutnya. Pak Sidhi masuk ke kamarnya beberapa saat.

Lihat selengkapnya