VALE N' TINO

Yant Kalulu
Chapter #10

PENGANGGURAN

Bibi Ijah gemetaran. Kata Satpam Surip, dia dipanggil Tuan Djaya Wijaya yang menunggunya di ruang utama. Jarang-jarang Tuan DJ memanggil pembantunya, kecuali kalau ada hal-hal yang serius. Dari raut wajah  si Surip sudah bisa ketebak apa yang akan didapatnya. Kalau bukan sumpah serapah paling tidak dia akan mendapat  omelan, begitu pikir Bi Ijah.

Akhir-akhir ini Tuannya jarang pulang, dia itu sibuk di kantor atau entah kemana. Tapi sekalinya pulang pasti bawa oleh-oleh yang tidak sedap. Ada saja yang dijadikan bahan untuk ngomel. Semua hal rasanya bisa membuatnya marah. Setali tiga uang, sudah lama Nyonya juga jarang kelihatan. Kalau pun pulang biasanya sudah larut malam. Kalau di rumah Nyonya kerjanya cuma tidur, kemudian menjelang sore pergi lagi. Melihat sikap kedua juragannya Bi Ijah jadi sedih. Suasana rumah memang sudah tidak seharmonis dulu.

Kadang-kadang dia merasa kasihan sama anak-anaknya, Mas Stam dan Non Vale. Dulu mereka itu anak yang ceria dan lucu. Kepada semua pembantu dan security sangat hormat. Terlebih-lebih kepada dirinya, dia sangat dekat. Mungkin karena dia yang paling lama kerja ikut Tuan DJ di sini. Bahkan dia sudah ikut keluarga itu ketika anak-anak masih bayi. Tapi sekarang kedua anak itu juga tampak berubah.

Mas Stam sudah beberpa hari tidak kelihatan. Entah kemana mainnya anak itu. Non Vale juga begitu, akhir-akhir ini dia tampak suka murung. Bahkan sudah beberapa hari ini dia juga tidak pulang. Hanya sekali-sekali pulang ke rumah cuma buat nanyain kakaknya dan mengambil sesuatu, kemudian setelah itu pergi lagi. Nampaknya suasana rumah yang semakin tidak nyaman seperti ini yang membuat anak-anak tidak betah.

Dengan tergopoh-gopoh Bi Ijah masuk ke ruang utama. Di ruangang itu Tuan Djaya sedang bersandar di kursi kerjanya. Dia bertiga dengan Wakijo sama Wardiman. Dua-duanya adalah cecunguk kesayangan Pak DJ. Kemana saja tuannya pergi, dua orang itu pasti ada di dekatnya. Waktu itu si Satpam Surip bilang kalau kedua orang itu penjilat, makanya mereka selalu dekat dengan Tuan DJ. Bi Ijah gak tahu arti penjilat, jadi dia heran.

“Ah, bibi gak tidak percaya Rip!” sahutnya, “Soalnya bibi tidak pernah melihat mereka bawa-bawa es krim. Paling hanya membawa rokok, Rip!’ katanya waktu itu, “Memang enak rokok dijilat-jilat?”

“Iih, guoblog! Bukan begitu maksudnya…!” ujar Surip jengkel.

“Lha terus apa yang dijilat? Apa jilatin tangannya Tuan?”

“Wah, kamu itu memang wong ndeso gak pernah makan sekolahan!” ujar Surip tambah jengkel. Akhirnya Satpam itu dengan panjang lebar menjelaskannya kepada Bi Ijah yang manggut-manggut.

Bibi hanya menunduk ketika sudah di depan Tuan DJ. Dia tidak berani mengangkat mukanya. Mulutnya berkomat-kamit entah apa yanag dibaca. Wanita setengah baya hampir tidak mendengar apa isi omelan-omelan Tuannya yang sangat panjang. Tetapi setelah itu Tuan DJ diam saja, cuma sesekali terdengar gerutuannya. Sampai akhirnya bibi mendengar Wakijo atau Wardiman gantian ikut-ikut ngomel. Bahkan sekarang mereka yang banyak ngomong. Tuan DJ cuma duduk sambil merokok. Dengan jelas Bi Ijah mendengar pertanyaan Si Wakijo tentang kemana perginya Non Vale.

Dengan setengah ketakutan bibi menjelaskan bahwa dia tidak diberi tahu kemana perginya Non Vale. “Saya gak tahu Tuan, kemana Non pergi,” jawabnya pelan.

“Kok bisa tidak tahu…? Ngapain aja kamu kerjanya?” ujar Wardiman sok galak. “Bukankah sudah berkali-kali Tuan mengingatkan, kamu hanya bertugas mengawasi anak-anak. Gak usah bantuin masak, gak perlu bantuin beres-beres rumah. Cukup liatin mereka saja…!”

“Tapi, Mas Stam sama Non Vale itu kan sudah gede-gede, Tuan…!”

“Justru itu, mereka sudah gede jadi perlu diawasi, bukan dibiarin begitu saja. Terus kalo mereka pada pergi, siapa yang kehilangan…?” kata Wakijo ikut manas-manasin.

“Lha Tuan Besar saja juga gak pernah pulang….!” ujar bibi kelepasan.

“Ehh.., kamu juga mulai melawan ya. Berani membantah ya…?” kata Wardiman jengkel.

“Maaf Tuan, bukan Tuan…, maksud saya…”

“Sudah diam, nanti aku pulangin kamu ke Lampung, ke kampung nenek moyangmu…!” sahut Wakijo.

“Jangan Tuan, pliiss, Tuan!”

“Plas-plis, plas-plis! Siapa yang ngajarin begitu? Sekarang kamu jelasin kemana Non Vale, atau sekarang juga kamu kemasin baju-bajumu…!” ujar Wakijo.

Karena takut dipulangkan ke kampung halaman, akhirnya bibi pun bercerita tentang Non Vale. Bukan maksud Bi Ijah gak sayang sama Non Vale, tapi dia juga bingung kalau benar-benar dipulangkan ke Lampung. Di sana kan sudah tidak punya siapa-siapa. Nanti dia tinggal di mana? Dia hidup sebatang kara. Dia tidak punya anak. Suaminya sudah lama meninggal. Kalau ikut Tuan DJ kan sudah ada kamar, sudah ada TV-nya lagi. Dan yang utama dia masih bisa ketemu sama Mas Stam dan Non Vale. Karena takut diancam itulah akhirnya Bi Ijah menceritakan tentang Non Vale. Kemana saja nona itu pergi, dan dengan siapa saja dia bergaul. Tentu saja termasuk memberitahu nomor HP-nya yang baru.

 

 ----- ***** -----

Lihat selengkapnya