Pagi itu pelajaran Biologi terasa mengasyikkan. Bu Wina memberikan tugas paktikum tentang struktur dan fungsi sel dari makhluk hidup. Anak-anak nampak antusias dengan kegiatan praktik tersebut. Beda dengan teman-temannya yang antusias belajar di Lab, Vale justru uring-uringan sendiri. Hampir saja ia membanting gelas elenmayer. Aurel menghampiri sohibnya yang keliatan sedang ada masalah.
“Vale loe kenapa sih? Loe lagi dapet ya?’ tanyanya.
Gadis itu gak menjawab, dia hanya sesenggukan menangis sambil menatap ponselnya. Aurel menarik Vale keluar laboratorium. Didudukkan temannya di kursi yang terdapat di lorong kelas. Ketiga temannya tiba-tiba sudah nongol dan ikut nimbrung. “Tarik nafas, Vale...!” ujar Aurel pelan.
“Ada apa dia Cee?” tanya Lolly, “Kenapa loe Vale?”
Valerie menunjukkan pesan dari Jane, salah satu bartender langganannya. Melalui pesan di smartphone-nya, Jane kasih kabar bahwa Stam, kakaknya sedang sekarat di caffee-nya. Teman-temannya saling berpandangan, kemudian mereka bergantian memeluk Vale. Tentu berita itu sangat memukul hati kelima gadis tersebut. Hal itu menambah kegalauan, karena mereka juga sudah mendengar berita Pak Sidhi, guru idolanya mau keluar dari sekolah.
“Ya udah, kita susul kakakmu ke sana yuk!” bujuk Vinka sambil mengusap pundak sahabatnya. “Kita bawa kakak loe ke rumah sakit!”
Setelah ijin ke Bu Wina, berlima pun ke tempat pakir untuk menolong Stam yang tengah sakit. Di dalam mobil Vale masih sesenggukan. Terlebih dia mengingat semalam papinya mengancam, akan memindahkan sekolah kalau dirinya tidak mau dikenalkan dengan anak teman bisnisnya.
“Ingin rasanya gue minggat jauh dari rumah...!”
“Jangan Vale...!” sahut Lolly, “Kalau kamu pergi siapa yang akan menghibur dirimu?”
“Betul Blue! Kamu masih ingat janji kita, bahwa kita akan selalu bersama dalam suka dan duka!” tegas Vinka, “Koleksi-koleksi kita di galeri yang menjadi saksi akan kebersamaan kita!”
“Vale..., sudah menjadi ikrar kita. Bahwa kita ini ibarat satu tubuh, kan?” kata Aurel sambil mendekap kepala Vale. “Kalau ada salah satu yang sakit, maka kita akan merasakan semuanya. Kalau kamu bahagia, kami ikut senang.” Terdengar isak tangis Vale.
“Kita tahu dirimu menderita, Vale!” lanjut Aurel, “Ibarat bunga, saat ini kita sedang di musim gugur. Sebagian dari kehidupan kita sedang meranggas, namun kuncup-kuncup indah kita sedang bersiap untuk mekar. Suatu hari nanti, semua cerita sedih ini akan berakhir. Dan dari rahim persahabatan kita akan terlahir untaian yang mekar mewangi. Tegakkan kepalamu, Sobat. Tunjukkan dirimu Vale yang aku kenal. Gadis yang tegar, kuat, dengan senyum yang paling cantik!”
“Jangan merasa sendiri, kami akan selalu ada di sampingmu, Blue!” ujar Vinka pelan. Vale mengangguk.
Mobil itu pun berjalan pelan dan menepi. Berlima gadis itu pun berpelukan. Dari channel The 80’s Radio terdengar mendayu sebuah tembang lawas. Lagu End of The World rasanya menambah pilu. Dan kelima gadis itu kini sesenggukan.
-- o0o –
Gelanggang Remaja Senayan penuh sesak. Suasana final pertandingan futsal tahun ini lebih meriah. LIFUT-SKA, Liga Futsal Sekolah Kejuruan, merupakan ajang tahunan berupa pertandingan futsal untuk Sekolah Menengah Kejuruan seluruh Indonesia. LIFUT-SKA adalah ajang bergengsi di unit sekolah SMK karena memperebutkan Piala Menteri Pendidikan.
Pada partai final sore itu, tinggal menyisakan empat sekolah yang akan bertanding. Mereka mewakili empat propinsi. Dari Jakarta diwakili SMK Berkarya Untuk Indonesia atau SMK BUI. Dari Bandung, SMK SANGKURIANG mewakili Propinsi Jawa Barat sebagai Runner Up tahun lalu. Dan dari Bali diwakili oleh SMK KECAK. Serta Juara Bertahan tahun lalu dari Papua Barat, SMK CENDERAWASIH.
Pembukaan dimeriahkan oleh grup band terkenal, The Ska-Band, kelompok musik yang mengusung genre reggea dan ska. The Ska-Band baru saja pergi meninggalkan panggung. Sambutan dari Bapak Menteri Pendidikan juga sudah berlalu. Akhirnya sampailah pada pertandingan yang ditunggu-tunggu. Sebelum pertandingan di mulai, panitia mengumumkan undian pertandingan antar empat regu.
“Selamat sore semua. Bagaimana kabar kalian semua, my bros? LIFUT-SKA ini adalah bentuk kegiatan yang diselenggerakan Dinas Pendidikan Sekolah Kejuruan dalam rangka untuk meningkatkan prestasi olah raga pada lingkungan sekolah kejuruan!” kata MC membuka acara, yang disambut tepuk tangan hadirin. “Di samping itu….” lanjut Pembawa Acara itu, “kegiatan ini juga bertujuan untuk menguras energi dari anak-anak SMK. Mengapa begitu, karena dengan kegiatan ini tentu saja diharapkan untuk mengurangi tawuran di antara sekolah kejuruan…!”
“Ha… ha…!” kembali tepuk tangan dan tawa riuh hadirin terdengar. “Iya dong, daripada berantem mendingan main bola!”
"Selanjutnya perlu saya beritahukan, bahwa pertandingan semi final kali ini menggunakan waktu dua kali sepuluh menit dengan sistem setengah kompetisi. Yang pertama bertanding adalah SMK KECAK dari Bali melawan SMK CENDERAWASIH dari Papua Barat. Berikutnya nanti SMK BUI dari Jakarta melawan SMK SANGKURIANG dari Bandung-Jawa Barat!” kembali tepuk tangan terdengar memenuhi gelanggang. Tidak berapa lama kemudian di tengah lapangan telah siap kedua tim yang bertanding.
Penonton berteriak-teriak memberi support kepada sekolahnya masing-masing.
Di ujung lapangan sebelah Barat, Tino dan tim dari SMK BUI sedang pemanasan. Tahun ini adalah spesiaal bagi mereka karena bisa lolos sampai semi-final di ajang LIFUT-SKA. Tahun-tahun lalu tim mereka hanya mentok sampai Tingkat kota, kalah dengan SMK Negeri 01. Tapi tahun ini nampaknya tahun keberuntungan bagi SMK BUI. Setelah dengan mudah mengalahkan sekolah-sekolah di tingkat kota, mereka pun dapat melaju ke tingkat propinsi tanpa kesulitan. Dan kini mereka mewakili propinsi di tingkat nasional. Untung pertandingan tingkat nasional diadakan di Jakarta, jadi mereka lebih mudah menyiapkan akomodasi dan hal-hal non-teknis lainnya.
Tino tampak gelisah karena menunggu Vale yang katanya mau datang untuk melihat dirinya bertanding. Tetapi sampai sekarang gadis itu belum muncul. Teman-temannya sudah memperingatkan agar dia konsentrasi dulu ke pertandingan. Tino berusaha untuk fokus ke pertandingan, namun rasanya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan wajah Vale. Dia khawatir terjadi sesuatu pada anak itu. Akhir-akhir ini Vale agak rapuh, jadi dia sangat khawatir kalau terjadi sesuatu padanya. Tino sudah hafal watak Vale, bahwa gadis itu selalu menepati janji. Bukan sifat Vale untuk ingkar janji. Jadi kalau saat ini dia tidak datang pasti ada apa-apa.
Pertandingan antara Bali dan Papua berakhir. Penonton kecewa karena juara bertahan dari Papua dapat dengan mudah dikalahkan oleh team dari Bali dengan skor 8 - 3. Untuk menenangkan pendukungnya, pelatih dari Papua memberikan alasan. Si pelatih menjelaskan kepada penonton bahwa timnya itu masih mabok. Mereka kena jet-leg setelah terbang selama beberapa jam dari Papua ke Jakarta. Dengan cara bercanda perwakilan dari Papua menyalahkan panitia yang tidak fair karena begitu tiba di Jakarta mereka langsung disuruh main. Hadirin hanya tertawa mendengar alasan lucu tersebut.
Panitia mengumumkan pertandingan berikutnya, yakni Tim Jakarta vs Tim Bandung. Tino hanya pasrah karena dirinya harus main tanpa ditonton oleh Vale. Dengan setengah hati dia mencoba berkonsentrasi pada pertandingan. Pesan Pak Wito, guru olah raganya tadi, mereka harus bersungguh-sungguh karena lawannya adalah Juara Runner up tahun lalu. Dan yang ditakutkan oleh Pak Wito itu benar adanya. Tim dari SMK Sangkuriang main dengan sangat bagus. Taktiknya rapi dan pertahanannya kuat. Baru pada babak pertama, Tim Jakarta dapat dikalahkan dengan skor 4– 1.
Pak Wito mengumpulkan anggota tim, Dia menyatakan kekecewaannya karena mereka tidak main bagus seperti biasanya. Kiper dianggapnya mudah kebobolan. Pemain belakang terlalu longgar. “Tino! Kamu masih mau main gak?” bentaknya kepada Tino, “Bapak lihat kamu sering lepas bola! Kalau cara main kamu masih seperti itu, nanti Bapaak ganti dengan yang lain! Kamu harus lebih fokus, paham??”
“Siap, paham Pak!” sahut Tino.
“Ini kesempatan kita untuk membawa nama harus sekolah kita,” kata Pak Wito lagi, “Sudah bertahun-tahun sekolah kita dianggap sekolah nomor dua. Sekolah yang tidak ada prestasinya. Jadi dari kaki-kaki kalianlah nama harus sekolah kita dipertaruhkan. Selangkah lagi kita akan menjadi Juara Nasional. Bapak ulangi lagi, SE-LANG-KAH LA-GI, kita akan menjadi apa?” tanyanya kepada seluruh tim. “Juara Nasional, Pak!!” sahut anak-anak serempak.
“Bagus, sekarang istirahat tinggal beberapa menit. Gunakan untuk ke belakang, untuk minum, atau untuk pemanasan!” lanjut Pak Wito lagi.
Ketika Tino sedang selonjoran di pinggir lapangan, dia melihat sosok gadis yang sangat dia kenal memasuki arena pertandingan. Gadis yang ia tunggu itu datang dan duduk di tribun atas. Baginya kehadiran Vale menjadi support yang mampu menjadi motivasi dirinya. Dia mau menghampiri gadis itu ke tribun, tapi peluit tanda pertandingan keburu ditiup wasit. Tino hanya melambaikan tangana ke gadis di tribun itu. Vale melihatnya. Gadis itu membalas lambaiannya. Kehadiran Vale benar-benar menyuntik semangatnya. Bagi Tino pertandingan babak kedua pun terasa sangat menyenangkan. Bahkan Tino sempat beberapa kali memasukkan bola ke gawang SKM SANGKURIANG. Sepuluh menit kemudian pertandingan berakhir, dan skor berbalik menjadi 5 - 7 untuk SMK BUI. Tino meloncat-loncat di tengah lapangan dan memberi tanda salut kepada Vale.
Melihat kekalahan timnya, pelatih dari Bandung juga memberi alasan kepada suporternya, bahwa anak-anaknya sebenarnya belum siap bertanding karena juga alasan mabok.
“Kami salah memperkirakan lalu-lintas…!” suara pelatih itu terdengar dari pengeras suara, “Waktu perjalanan dari Bandung ke Jakarta, kami lewat Puncak dengan harapan supaya lancar. Ternyata macetnya bukan main! Sehingga membuat anak-anak kami itu pada mabok. Makanya kami mengakui kehebatan Tim dari Jakarta, yang diwakili SMK BUI dengan skor 5-7!” Para penonton tertawa mendengar penjelasan pelatih itu. Bahkan Bapak Menteri juga kelihatan tersenyum geli mendengarnya.
“Untuk itu pesan saya kepada para pemain dan seluruh rakyat Indonesia…!” lanjut pelatih dari Bandung itu, “Kalau tidak terpaksa, jangan lewat Puncak! Hindari jalur Puncak, atau kalian akan kalah dalam bertanding! Terima kasih!” Kembali penonton tertawa terpingkal-pingkal.