Anak-anak sedang belajar Matematika di kelas. Semua wajah tegang karena Pak Siagian menjelaskan pelajaran dengan suara yang keras dan cepat. Suaranya yang khas Sumatera Utara membuat kelas menjadi lebih hidup. Anak-anak yang ngantuk atau ngobrol bakal ditarik ke depan dan disuruh gantian menjelaskan. Kalau pelajaran Matematika kelas benar-benar fokus, tidak boleh lengah sedikit pun.
Di tengah-tengah suasana yang tegang, tiba-tiba mereka dikejutkan suara ketukan. Seluruh mata tertuju ke pintu kelas. Ada seseorang yang mengetuk pintu. Bu Astrie, guru piket masuk dan mendekat Pak Siagian. Dengan bisik-bisik Bu Astrie menyampaikan sesuatu ke Pak Siagian. Wajah keduanya tampak serius dan lebih tegang dari sebelumnya. Wajah Pak Siagian menyapu seisi kelas.
“Vinka, Aurel dan kau Kembar, ke depanlah kalian!” perintah Pak Siagian sambil tangannya menunjuk beberapa anak. Aurel dan teman-temannya terkejut namanya dipanggil. Mereka maju dengan wajah tertunduk.
“Kalian pergilah ke Ruang BK!” sambung Pak Siagian kepada mereka. “Ada Pak Robby menunggu kalian di sana.”
“Apa salah kami Pak!” tanya Vinka ketakutan.
“Ahhh mana aku tahu?” jawab Pak Siagian, “Lagi pula kalau dipanggil Guru BK, belum tentu kau bersalah! Tak perlulah kau takut! Macam penjahat saja kau ini!” Seisi kelas pun tertawa.
“Ya..ya.. baik Pak!” sahut Lolly sambil cium tangan. Keempat gadis itu pun keluar kelas mengikuti Bu Astrie setelah mencium tangan Pak Siagian.
“Ahhh aneh ‘kali kalian ini. Tumben-tumbenan cium tangan segala. Macam mau Lebaran saja!” Kelas pun kembali riuh. “Sudah..sudah! Ayo kita lanjutkan belajarnya. Kalian keluarkan buku latihannya!”
Pak Robby sudah menunggu mereka di Ruang BK. Dia memberitahukan ada yang mencari mereka di kantor. Aurel segera mengajak ketiga temannya menemui tamu itu.
“Siapa mereka, Pak?” tanya Vinka.
"Bapak tidak tahu! Katanya ada urusan penting, begitu bilangnya. Biarlah tamu itu yang menyampaikan langsung beritanya kepada kalian”
“Terima kasih, Pak. Kami temui mereka dulu…!”
Setelah keempatnya melihat siapa tamunya, mereka kaget. Tampak beberapa pemuda tengah menunggu mereka di ruang tamu. Mereka tidak menyangka teman-teman Tino itu main ke sekolah pagi-pagi begini.
“Ada apa, Coy?” tanya Aurel kepada salah satu pemuda itu.
“Kita ke sini mau ngasih tahu kabar duka…”
“Kabar duka apaan?
“Kita gak mau kasih tau lewat telpon dan sengaja ke sini supaya kalian gak shock!”
“Iya, tapi kabar duka apaan?”
"Kabar duka tentang sohib kita…”
"Wah belibet nih anak…” potong Vinka, “To the point aja, Coy. Ada apa?” Coky tidak menjawab, dia malah ngeliatin wajah keempat gadis itu. Mereka jadi bingung.
“Loe aja yang ngasih tau, Gun!” ujarnya pada salah seorang temannya.
“Gue juga nggak tega ngomonginnya, Coy!” jawab Gun. “Biar Beni aja yang cerita!”
Vinka mulai naik pitam melihat keempat cowok itu saling lempar kata. “Ih busyet kalian bikin penasaran aja. Emang ada apaan?”
Akhirnya dengan suara terputus-putus Beni menceritakan nasib kedua temannya. Kemarin sore telah terjadi kecelakaan yang melibatkan Tino dan Vale. Kedua korban sudah di bawa ke RS terdekat. Semalam mereka diajak Pak Sidhi untuk memastikan jenazahnya. Dan ternyata benar, nasib kedua temannya tidak bisa diselamatkan.
“Emang gimana kejadiannya?” tanya Poppy.
“Kami belum tahu pasti, tapi kemarin pas lagi tanding futsal ada orang yang nyariin Tino sama Vale,” kata Coky. Akhirnya dia menceritakan ketika Tino dan Vale meninggalkan pertandingan karena dikejar-kejar orang tak dikenal, sampai kemudian mereka mendapat kabar duka dari Pak Sidhi.
“Kok kami gak dapat berita dari Vale atau keluarganya?” ujar Vinka.
“Gak tahu juga ya. Kita dapat beritanya dari Pak Sidhi semalam.” lanjut Coky. “Pak Sidhi ngabarin ke Beni, katanya ada berita kecelakaan dari Polres Jaksel. Pak Sidhi diminta datang ke RS Kota untuk melihat salah satu korban. Dan Pak Sidhi memastikan bahwa salah satu korban adalah Tino!”
“Vale sama Tino kebut-kebutan atau gimana sih?”
“Kami belum yakin dengan cerita detilnya, Vinka!” ujar Beni. “Cuma yang kami tangkap dari cerita Pak Sidhi semalam, ada dua orang yang ngejar-ngejar Vale dan Tino. Katanya sih orangnya Pak DJ.” Beni pun menceritakan kejadian yang dia dengar.
“Jadi emang bener papinya Vale yang ngejar-ngejar mereka?”