Petang itu langit tertutup mendung. Tak nampak barang sebuah bintang pun di atas sana. Terdengar beberapa remaja tengah bercengkrama di halaman sebuah rumah. Vinka, Aurel, dan si Kembar Lolly-Poppy janjian untuk ketemu dengan geng anak-anak SMK BUI di rumah Coky. Keempat cewek itu mau cerita and sharing tentang peristiwa yang mereka alami tentang arwah Vale N’ Tino. Mereka mengungkapkan rasa kasihan terhadap arwah kedua temannya yang mereka temui akhir-akhir ini. Menurut gadis-gadis itu, kedua temannya itu tidak tenang di alam sana. Maka keduanya caper, ingin mencari perhatian dan minta bantuan dari mereka.
Mendengar cerita Vinka dan ketiga temannya, Coky mengiyakan. Karena ternyata peristiwa tentang Vale N’ Tino pun juga dialami oleh Coky dan teman-temannya.
“Kalo menurut gue, mereka lagi caper, ingin mendapat perhatian dari kita. Karena selama ini kita gak pernah mengunjungi makam mereka!” ujar Danny menanggapi cerita teman-temannya itu.
“Lo didatangi sama hantu Vale N’ Tino juga ya Dan?” tanya Lolly.
“Iya…!” sahutnya. Kemudian Danny bercerita bagaimana sepasang arwah temannya itu mendatanginya dia ketika sedang bermain band sendiri di sekolah.
“Waktu itu gue BT banget. Setelah praktik mesin di lab, gue gak langsung pulang tapi main band dulu di ruang musik. Anak-anak sudah pada pulang, tinggal Pak Acep sama Mas Jay, karyawan sekolah yang masih beberes. Sebenarnya ada perasaan takut juga waktu itu,” kata Danny. “Waktu itu hujan gede lagi. Gue sendirian, jadi berasa spooky juga. Tapi karena males pulang, ya sudah gue nekat main gitar sendiri sambil coba-coba bikin lagu baru. Tapi entah kenapa gue merasa gembira sewaktu tiba-tiba ada dua orang masuk ke ruang musik. Kaya yang Aurel bilang tadi, gue kayaknya kenal banget sama mereka, tapi gue lupa siapa dan di mana gue pernah ketemu sama mereka. Gue juga bingung, kenapa gue bisa nge-blank banget sama nama mereka. Kedua cowok-cewek itu baik banget dan kelihatan sangat mesra. Si cowok ikut pegang gitar, sedang ceweknya cuma duduk nemenin kita. Sampai beberapa lama kami berdua main bareng, genjrang-genjreng, dan sempet bikin coret-coretan lagu baru.”
“Si Cowok itu ikut main gitar?” tanya Lolly.
“Iya, dia malah mainin lagu yang menurut gue lagi itu keren banget,” lanjut Danny. Dia bilang, dia nyiptain lagu itu buat kekasihnya. Dia terus nanya ke gue, bagusnya diberi judul apa ya. Terus gue bilang lagu itu bagusnya diberi judul ‘Bersama Selamanya’. Cowok itu setuju, tapi supaya tampak cool, judulnya diganti ‘Together Forever’ aja. Gue sih gak keberatan karena kedengarannya asyik banget. Dan si cewek juga setuju dengan usulan cowoknya. Tapi dia ambil kertas coretan lagu, kemudian dengan merengek manja gadis itu berbisik ke si cowok. Menurutnya nulis lagunya jangan begitu, tapi supaya lebih keren ditulis ‘2GETHER 4EVER”. Begitu dia bilang. Si cowok pura-pura gak setuju dengan usul gadisnya.”
“’Enggak ah, itu terlalu lebay, Babe!” ujar si cowok.
“Iiihhh lebay gimana? Kan keren tuh!” sahut si cewek.
“Enggak. Untuk penulisan judul lagu, lebih bagus dengan bahasa yang lugas!”
“Tapi kan kekinian, Say!”
“Gak ah... lebih keren bahasa yang orisinil!’” jawab si cowok itu lagi. Sedang si cewek merajuk supaya ditulis begitu. Sampai kemudian keduanya ledek-ledekan manja. Bahkan sampai kejar-kejaran dan tampak bahagia berlarian di dalam ruang musik layaknya anak-anak. Gue hanya bengong melihat tingkah keduanya. Sampai ketika ada kilat menyambar dan terdengar petir menggelegar, baru aku tersadar. Tapi keduanya tak muncul-muncul dan pergi entah kemana …!” cerita Danny panjang lebar.
“Tapi lo waktu itu tidak sedang tidur, khan?” tanya Vinka.
“Nggak, gue masih berdiri sambil pegangin gitar!” kata Danny menjelaskan. “Cuma waktu itu gue kaya orang linglung, setengah sadar. Makanya begitu gue ingat kejadian itu gue langsung kabur, keluar ruangan cari Mas Jay!”
“Iya ya, emang kasihan sih Vale sama Tino!” ujar Coky pelan, “Menurut gue mereka berdua itu tidak tenang di alamnya sana karena ada sesuatu yang sangat mereka inginkan!”
“Memang apa keinginan Vale N’ Tino, Cok?” tanya Aurel.
“Nah itu yang harus kita cari tahu, kira-kira apa yang sangat mereka inginkan!”
“Kalau dari penampakan mereka yang selalu datang berdua kemudian tampil dengan wajah bahagia dan mesra, mungkin mereka ingin dipersatukan jasadnya,” kata Vinka kemudian. Yang lain diam, kemudian saling berpandangan.
“Iya, bisa juga sih!” sahut Vinka kemudian. “Sejak terjadinya kecelakaan itu jasad mereka kan memang terus dipisahkan ya. Sampai penguburannya pun mereka tidak bisa bersama!”
“Masuk akal sih!” tambah Coky, “Jadi Vale N’ Tino menemui kita itu sebenarnya sebagai kode untuk membantu mereka menyatukan mereka! Makanya mereka masih penasaran selama mereka belum bersatu!”
“Menyatukan gimana?” potong Poppy.
“Lo inget kan, mereka itu dikubur terpisah. Itu yang membuat mereka penasaran. Padahal sewaktu hidup sampai meninggal keduanya gak pernah lepas, kemana saja selalu bersama. Nah mungkin Vale N’ Tino itu kepingin mereka Bersatu lagi di alam sana. Jadi menurut gue, kita harus menolong menyatukan jiwa mereka…!”
“Tapi bagaimana caranya menyatukan mereka?” tanya Poppy lagi.
“Waduh, susah cuy!” kata Gun dengan nada ragu, “Kalian tahu sendiri bagaimana sikap keluarga Vale. Boro-boro mau nyatuin kubur anaknya, mau nengokin aja kita sudah diusir!”
“Tapi lo benar, Coy!” sahut Beni tiba-tiba. “Kayaknya mereka memang pingin dikubur di satu tempat…!”
“Eh, Beni tumben lo ngomong! Dari tadi kayaknya lo diem aja…!” kata Danny menimpali, “Loe nggak dikunjungi Vale sama Tino, ya?”
“Justru gue pernah didatangi mereka jadi gue tahu kalo keduanya memang butuh pertolongan kita.”
“Lo didatangi mereka di mana, Ben?” tanya Danny lagi.
Akhirnya Beni juga bercerita bagaimana Vale dan Tino mendatangi dirinya ketika dia lagi sendiri di rumah. Waktu itu dia lagi nonton bola tengah malam, perempat final Piala Champion Eropa, antara tim kesayangannya Liverpool lawan Real Madrid.
“Pas lagi seru-serunya nonton bola, tiba-tiba terdengar ada seseorang yang memanggil-manggil nama gue!” cerita Ben. “Tapi karena fokus ke bola, gue cuekin aja. Paling anak-anak komplek, gue pikir. Tidak lama kemudian, gue dengar seseorang mengetuk-ketuk jendela kamar gue. Karena merasa terganggu ya udah gue bukain jendela itu. Eh waktu gue tengok ternyata Tino sama Vale sudah berdiri di samping jendela.”
‘“Hai Ben, ngapain jam segini belum tidur?” tanya Tino waktu itu.
“Lagi nonton bola. Kalian sendiri ngapain malam-malam keluyuran?’ tanya gue. Tapi waktu itu gue gak ingat kalau keduanya sudah meninggal. Mereka bilang mau ngajak jalan-jalan. Gue lihat mereka sudah bawa vespa ditaruh di luar pagar. Awalnya gue males. Tapi mereka merengek minta ditemenin. Dan entah kenapa gue merasa kasihan melihat wajah mereka yang memelas pengin gue ikut jalan. Akhirnya gue mau juga nemenin mereka. Gue ikutin mereka pake motor juga...”
“Lo bener-bener nemenin mereka, Ben?” tanya Vinka penasaran.
“Beneran gue ikutin mereka pakai motor. Tapi gue baru sadar kalo itu hanya mimpi setelah Satpam di komplek gue negur, ‘Ben ngapain malam-malam begini lari-lari sendiri’. Rupanya gue ikutin mereka sambil berlari, padahal perasaan gue tadi naik motor. Sambil celingukan campur ngos-ngosan gue cari kedua anak itu. Dan ternyata si Vale sama Tino sudah gak ada. Setelah gue pulang, gue liat motor gue masih ngejogrok di tempatnya, ....”
“Ha... ha..., kebayang gak lo, malam-malam Beni lari-lari sendiri sambil ngomong gak jelas!” ujar Danny. Yang lain ikut ketawa ngakak.
“Emang gue kesel banget waktu itu. Gue merasa dikerjain sama arwah mereka!” ujar Beni kemudian, “Tapi setelah gue pikir-pikir nampaknya mereka memang membutuhkan kita. Terbukti kita semua didatangin, itu artinya mereka butuh bantuan kita. Keduanya tidak merasa tenang di sana!”
“Iya, tapi gimana caranya?” tanya Lolly.
“Eh, kita minta tolong Pak Sidhi aja...!” sahut Aurel cepat, “Barangkali dia mau membantu kita bilang ke Pak DJ agar mengizinkan makam Vale disatukan dengan makam Tino!”
“Eh iya benar juga, sekalian kita main ke rumahnya. Sudah lama kita gak ketemu Mr. Jawa.”
“Sekarang beliau ngajar di mana, sih?” tanya Vinka.
“Denger-denger Mr Jawa sekarang ngajar di tempat Bimbel,” jawab Coky. “Boleh juga kita cerita ke Mr. Jawa tentang nasib arwah kedua teman kita itu. Kapan kita ke sana?”
“Sekarang aja!” sahut Beni, “Kita gak ada acara kemana-mana, kan?” Coky mengiyakan. Yang lain pun setuju main ke Pak Sidhi malam itu. Setelah Coky telpon dan memberi tahu ke Pak Sidhi, beliau tidak keberatan anak-anak berkunjung ke rumahnya.
----- ***** -----
Suasana pertengahan bulan Februari yang biru. Udara dingin dan basah. Hembusan angin sepoi-sepoi dan gerimis yang mengguyur membuat hati menjadi lebih syahdu bagi setiap orang. Suasana romantis juga terlihat di jalan-jalan. Lampu warna-warni kelihatan lebih indah dari biasanya. Temaramnya lampu mampu menyemaikan perasaan cinta bagi insan yang tengah dimabuk asmara. Februari, bagai oase yang indah bagi yang ingin berbagi kasih.
Di sebuah rumah nan sepi seorang lelaki tengah merenung sendiri di beranda depan. Gerimis yang tidak henti membawakan kenangan sendu yang dulu pernah dinikmati. Semilir angin seakan membawa berjuta cerita yang kini entah kemana. Kesendiriannya seakan kembali mengundang orang-orang yang sudah tidak lagi bersamanya
Dari audio-set di dalam rumah terdengar lamat-lamat lagu lama Lady Valentine. Sebuah lagu yang bisa membuat hati siapa saja meleleh di malam Februari seperti ini. Suara lembut David Gates itu membuat hatinya lebih teriris. Kenangan, memori, dan semua kisah yang pernah dinikmati kini semua datang melintas.