Jalanan kota London mulai membeku seiring berjalannya malam. Bulan November yang nyaris lewat, membuat udara menurun 5 derajat celcius. Beberapa rumah mulai mempersiapkan pernak-pernik natal mereka.Termasuk salah satu rumah bernomor 46 di jalan Oak Street yang mulai dipenuhi cahaya warna-warni lampu gantung, yang berasal dari pohon natal setinggi dua kaki. Bagi orang-orang, natal hanya sebuah perayaan rutin. Sama seperti pesta. Kau tidak harus beragama untuk merayakannya.
Jackson menaikan putrinya di bahu dan membiarkannya menggantungkan lemon yang tinggal separo di pohon natal mereka. Putrinya bersikeras menggantungkannya karena dia bilang baunya sangat manis seperti warna pink. Dan rumah mereka pun benar-benar diselimuti bau lemon selama tiga kali natal yang sudah lewat termasuk malam ini.
Jackson hanya bisa berpikir sembari tertawa saat itu. Hingga kini pun ia masih memikirkan hubungan antara wangi lemon dan warna pink. Entah dari mana putrinya mendapatkan teori nyeleneh seperti itu. Yang Jackson yakin putrinya tidak sedang bereksperinmen dengan salah satu diantaranya.
Terkadang belum sampai natal tiba, lemon itu sudah membusuk dan mengubah bau ‘pink’ tadi menjadi hijau. Mau tak mau Jackson atau Emy terpaksa harus menggantinya dengan yang baru tanpa sepengetahuan putrinya
Malam itu susana rumah mungil mereka terasa hidup. Semuanya berjalan baik pada awalnya, hingga api di perapian mereka padam tanpa ada benda apapun yang memadamkannya, termasuk sekelebat angin usil yang bertiup. Canda tawa dan kesenangan mereka langsung terhenti sesaat. Jackson dan Emy saling berpandangan. Seolah mereka punya pikiran yang sama.
Aroma darah seorang Hunter yang sangat kental,bisa tercium oleh Emy dengan mudah. Begitu juga telephati antara sesama bangsa Hunter, juga membuat Jackson bisa merasakan betul kehadiran salah satu kaumnya. Situasi ini membuat Jackson teringat permintaan Emy yang ingin pergi meninggalakn London secepatnya, namun tak ia hiraukan saat itu, karena ia yakin tak akan terjadi apa-apa.
Ketakutan Emy ternyata benar-benar terjadi. Jackson menyesal tak menuruti permintaan istrinya. “Jack, kurasa mereka menemukan kita”. Emy menatap suaminya cemas. Putri mereka hanya bisa memandangi orang tuanya yang tampak takut.
“Ayah, siapa ?”. Si kecil Emily dengan polosnya menanyakan sesuatu yang bahkan tak berani di jawab oleh orang tuanya. Jackson buru-buru bangkit dan langsung mengambil senapan coklat dengan relief mawar dan tulisan ‘bloody rose’ yang terukir indah di dekat moncongnya.
Melihat suaminya, Emy buru-buru menggendong putrinya dan hanya bisa memandangi suaminya yang mulai merantai pintu rumah dan mengisi amunisi senapannya tergesa-gesa dengan wajah kalut.
"Cepat sembunyi dan jangan pernah keluar". Jackson memandangi Istri dan anaknya dengan cemas.