Enam bulan telah berlalu sejak Tika dan rekan-rekannya kembali dari misi di Planet Pluto. Tika tidak akan pernah melupakan hari itu, empat belas bulan yang lalu—dimana ia dan rekan-rekannya bertemu dengan makhluk luar angkasa sungguhan, di batas terluar Tata Surya mereka.
—
Sejak kecil, Kartika Pratanggawati bercita-cita untuk menjadi seorang astronot.
Tika berumur lima tahun, saat ia menonton sebuah film dokumenter yang ditayangkan untuk memperingati sepuluh tahun Misi Eksplorasi Titan. Film dokumenter tersebut bercerita tentang kehidupan salah seorang astronot yang gugur dalam misi tersebut, bernama Indira Candrakirana. Salah satu kutipan yang terkenal yang pernah diucapkan oleh Indira adalah tentang keinginannya untuk mencapai batas terluar Tata Surya.
Sejak saat itu, Tika terinspirasi untuk dapat menjadi manusia pertama yang mencapai batas terluar Tata Surya. Namun untuk mencapai cita-citanya itu bukanlah sebuah hal yang mudah.
Lima tahun perjuangan penuh keringat, darah, dan air mata dilaluinya. Ia pun lulus dengan predikat pilot pesawat luar angkasa termuda sepanjang sejarah, di usianya yang ke dua puluh tahun. Setelah itu, ia diwajibkan untuk menambah jam terbang dengan cara mengikuti berbagai macam pelatihan di Stasiun Luar Angkasa Internasional, melakukan misi transportasi ke koloni di Planet Mars, dan berpartisipasi dalam misi eksplorasi ke Planet Jupiter yang penuh dengan marabahaya. Semua dilaluinya dengan penuh semangat.
Saat Misi Eksplorasi Pluto dicetuskan oleh Lembaga Antariksa Bumi, Tika pun memfokuskan seluruh perhatiannya agar dapat diterima menjadi salah satu pilot yang bertanggung jawab membawa kru mereka ke Planet Pluto. Persaingannya sangatlah ketat, namun pada akhirnya ia berhasil bergabung dengan Misi Eksplorasi Pluto, di usianya yang ke dua puluh tiga, dengan Profesor Arga mensponsorinya.
Profesor Arga merupakan salah satu ahli astrofisika terbaik yang telah menemukan berbagai macam teori-teori penting di dunia astrofisika serta memimpin berbagai misi eksplorasi, seperti Misi Eksplorasi Oberon dan Misi Eksplorasi Triton. Beliau juga akan memimpin misi eksplorasi ini, dan menurut beliau, Tika merupakan salah satu pilot terbaik yang dimiliki oleh Lembaga Antariksa Bumi.
Tika merasa sangat tersanjung oleh pujian yang diberikan oleh sang profesor, namun ia menolak untuk menjadi besar kepala. Ia tahu, misi ke Planet Pluto akan jauh lebih sulit ketimbang misi-misi yang pernah ia lakukan sebelumnya. Selama dua tahun penuh lamanya, ia berlatih dengan giat untuk melakukan pendaratan yang sempurna, di wahana simulasi yang dimiliki oleh Lembaga Antariksa Bumi.
Pada waktu peluncuran yang telah ditentukan, Tika pun berangkat menuju ke Planet Pluto bersama dengan anggota kru lainnya, seperti Profesor Arga dan beberapa ahli astrofisika lainnya. Delapan bulan berlalu sebelum akhirnya mereka tiba di sana. Tika sudah berharap-harap untuk dapat melihat betapa luasnya luar angkasa, untuk dapat melihat pemandangan yang belum pernah dilihat oleh umat manusia sebelumnya, di ujung Tata Surya mereka.
Ia tentunya tidak pernah berharap untuk melihat sebuah pesawat raksasa mengorbit di atas Planet Pluto, jauh di atas cakrawalanya yang membeku.
Pesawat itu mengingatkan Kartika akan seekor ikan cupang, dengan sirip-siripnya yang mengembang dan menari-nari di tengah kehampaan. Ukurannya luar biasa besar, jauh lebih besar dari pesawat ulang-alik buatan manusia. Tika menduga dua-tiga kota besar dapat masuk di dalamnya. Mungkin lebih. Pesawat ulang-alik milik Lembaga Antariksa Bumi pun terlihat seperti sebutir debu jika dibandingkan dengannya.
Bukannya Tika tidak percaya akan keberadaan makhluk luar angkasa—justru sebaliknya, sungguh naif sekali jika ia berpikir luar angkasa yang maha besar ini hanya dihuni oleh manusia saja. Akan tetapi, keberadaan makhluk luar angkasa belum dapat dibuktikan, bahkan di abad kedua puluh dua. Segala daya dan upaya umat manusia untuk membuktikan bahwa makhluk luar angkasa itu ada selalu berakhir gagal. Itu sebabnya, penampakan sebuah pesawat raksasa di atas orbit Planet Pluto merupakan sebuah kejutan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Keterkejutan yang Tika rasakan pun berganti menjadi rasa takut mendalam yang membuat kakinya gemetar. Bagaimana kalau makhluk-makhluk luar angkasa yang mengawaki pesawat raksasa di atas berniat jahat? Bagaimana kalau mereka berniat menculik Tika dan rekan-rekannya? Pesawat ulang-alik mereka sama sekali tidak dilengkapi oleh persenjataan—kalaupun iya, Tika ragu persenjataan mereka dapat mengungguli teknologi milik makhluk luar angkasa yang jauh lebih maju tersebut.
“Lihat!” Profesor Arga berseru. Ia menunjuk pada sebuah titik bercahaya yang kian membesar saat meluncur menuju ke permukaan planet. Tika setengah berniat untuk sembunyi di dalam pesawat ulang-alik mereka, namun melihat Profesor Arga masih berdiri dengan penuh percaya diri membuatnya urung melakukannya.