VAY

Zulfara Wirawan
Chapter #1

Fay

Banyak orang bilang, di dalam setiap keluarga, takhta tertinggi dari Hierarki persaudaraan adalah Anak Perempuan pertama sekaligus Cucu pertama.

Ada benarnya. Namun, mengemban tugas sebagai anak dan cucu pertama tentulah tak semudah yang kalian kira.

Mungkin karena anak-anak perempuan pertama yang juga menjadi cucu pertama dalam keluarga besar akan menjadi harapan yang terkabul dari setiap doa yang mereka panjatkan pada Tuhan. Maka itu, anak perempuan sekaligus cucu perempuan pertama dianggap sebuah kebanggaan layaknya piala, sehingga mereka akan selalu menjadikan anak-anak dan cucu perempuan pertama di keluarga seperti takhta tertinggi dalam sebuah Hierarki persaudaraan.

Namun, di balik harapan, kebahagiaan dan kebanggaan itu, kadang terselip sebuah kisah pilu. Seperti kisahku, walaupun aku menjadi anak dan cucu perempuan pertama di keluarga besar, kelahiranku yang saat itu harusnya menjadi sebuah kebahagiaan dan sukacita, berubah menjadi hal yang menyedihkan.

Ketika seorang Dokter spesialis kandungan yang menolong proses persalinan Umiku memvonis; bahwa aku memiliki kelainan jantung, dengan menderita kebocoran pembuluh darah di jantung sehingga menyebabkan darah bersih terkontaminasi dengan darah kotor di dalam tubuh.

Dari cerita yang kudapat dari Umi, Nenek dan kerabat lain, dulu bahkan Dokter tersebut sempat memvonisku hampir tak bisa hidup lebih lama dalam kondisi masih bayi.

"Saya turut prihatin atas yang Bapak dan Ibu alami, karena memang ... jika dilihat dari kondisi bayinya yang baru lahir, jantungnya bermasalah setelah saya lakukan tes fisik, jadi harus dioperasi. Untuk lebih jelasnya, Bapak dan Ibu bisa segera periksakan bayi tersebut ke Dokter spesialis jantung supaya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh, supaya bayi Bapak dan dan Ibu dapat tertolong," ujar Dokter kandungan ketika mereka akan pulang setelah Umi menerima perawatan intensif ketika bersalin selama beberapa minggu.

Kabar buruk yang disampaikan Dokter kandungan tersebut pastilah membuat kecewa Abi dan Umiku pada waktu itu. Sungguh, hati orang tua mana yang tak mengerut dan ciut saat mendengar bayi ringkih yang baru mereka lahirkan memiliki kelainan serius pada organ penting di dalam tubuhnya.

Setelah melakukan perundingan panjang bersama Kakek dan Nenek. Kedua orang tuaku akhirnya setuju membawaku ke rumah sakit khusus penderita jantung. Entah pemeriksaan kesehatan apa saja yang mereka lakukan padaku saat itu, tentu saja aku tak bisa mengingat memori itu saat bayi.

Dari cerita yang sering didongengkan Umiku, akhirnya mereka berhasil mendapatkan seorang Dokter spesialis jantung berpengalaman yang bisa membantu menyelesaikan masalah kelainan jantung yang kuderita.

Walau pada akhirnya, kedua orang tuaku kembali mendengar vonis yang pasti tak ingin mereka dengar sekali lagi.

"Bapak dan Ibu, sebab teknologi pada alat kesehatan kami belum canggih saat ini, maka saya harus katakan, bahwa bayi Bapak dan Ibu baru bisa dioperasi sekiranya pada usia tiga tahun, " jelasnya.

"Apa enggak bisa lebih cepat saja, Dokter?" tanya Abiku yang tampak panik dengan wajah kucel dan basah karena entah sudah berapa banyak air mata yang membasahi pipinya.

Di bawah meja, tangan Abi selalu menggenggan tangan Umi yang gemetar sedih di pangkuan. Sementara Umiku hanya bisa menunduk menyembunyikan air mata, menutupi kesedihannya.

Dan sang Dokter menggelengkan kepala dengan berat. "Maaf, Pak. Rumah sakit kami belum punya teknologi mumpuni untuk mengoperasi bayi yang masih memiliki kulit, otot serta jaringan saraf yang masih tipis dan rentan. Jika Bapak dan Ibu berkenan menunggu dan jika Tuhan memberi keajaiban sampai usia bayi tersebut tiga tahun, saya akan segera mengoperasi anak Bapak dan Ibu."

Lihat selengkapnya