Dua tahun setelah operasi jantung di usia ketigaku. Walau badanku masih tampak kurus kering, tetapi Alhamdulillah, aku kini tak merasakan sakit di dada dan sesak napas terlebih dahulu. Lagi-lagi, Tuhan menepati janjinya kepadaku! Membiarkanku sehat dan menikmati hidup sebagai seorang anak kecil yang ingin belajar dan bermain sepuasnya.
Kini usiaku hampir menginjak lima tahun. Delapan bulan yang lalu, Tuhan memberikan anugerah lain untuk keluarga kecil Abi dan Umi, yaitu anak kedua. Bersyukur sekali, menurut Abi dan Umi, kandungannya saat mengandung calon adikku, katanya sangat kuat. Tidak memiliki keluhan-keluhan seperti saat Umi mengandungku dahulu.
Dan tepat di hari kelahiran adikku, saat itu aku tetap menjalani aktifitas seperti biasa, sepulang sekolah aku bermain di rumah temanku, lalu aku terkejut saat melihat Abiku datang dan menghampiriku dengan senyuman semringah di bawah kumisnya itu.
"Fayfay!" panggilnya dengan senang hati.
Melihat Abi yang datang dengan gagah seperti seorang pahlawan yang baru saja mengalahkan musuh-musuhnya, aku segera berlari menghampirinya, dan ia segera menangkapku ke gendongannya.
"Abiiii!!!" teriakku lantang dan gembira.
Aku selalu merasa bangga jika Abiku datang tiba-tiba saat aku sedang bermain, dengan begitu aku jadi bisa pamer pada teman-temanku, kalau Abiku yang tampan datang untuk meluangkan waktu dengan anaknya. Ya, aku ingin mereka semua iri melihat kedatangan Abiku.
Namanya juga anak-anak.
"Neng Fay, ada kabar baik dari Umi," katanya begitu bersemangat saat aku kini sudah digendong olehnya.
"Kabar apa, Abi?" tanyaku polos dengan mata agak melotot karena penasaran.
Abi terkekeh sambil mencubit kecil pipiku sebelum lanjut berbicara. "Adikmu sudah lahir, laki-laki!" sambungnya kemudian.
"Adik aku sudah lahir? Aku punya adik laki-laki dong? Yaaaayy!!! Aku punya adik! Teman-teman, teman-teman ... aku punya adik, aku punya adiiikk!!!"
Aku berseru riang dan melompat-lompat kegirangan setelah memerosotkan diri dari gendongan Abiku. Teman-temanku yang ada di sana tentu saja ikut melompat riang dengan kabar gembira yang kuterima.
Mereka tertawa dan bergembira bersamaku.
"Yaaayy!!! Akhirnya nanti kita nambah teman baru lagiii!!!" kata mereka.
***
Dengan mata melotot bersemangat, aku menatapi bayi mungil itu dengan kulit kemerehan dan tampak tertidur di boks kaca rumah sakit, tanganku menempel pada dinding kaca dan senyumku melebar ketika melihat adik bayiku tampak bersin.
Dia lucu sekali, aku sangat gemas dan ingin sekali segera memegang tangannya dan mencium pipi adikku yang agak gembil itu.
"Lucu, kan adiknya, Fay?"
Aku menoleh pada Abiku yang ikut melongokkan kepala, berdiri tepat di sampingku. Aku mengangguk tersenyum riang. "Abi, nama adikku siapa?" tanyaku lagi dengan penuh ingin tahu. Sebab aku tak bisa melihat papan namanya, karena boks tempat tidur adikku posisinya menyamping dengan dinding dan jendela kaca, jadi papan namanya tak mungkin kelihatan olehku.
Dengan sabar dan penuh binar di matanya Abi kemudian menjawab pertanyaanku. "Nama adiknya Fay adalah Fawza Aquarez Wiradjibdja."
"Waaaahh ... namanya keren, Bi! Tapi kenapa ada Aqua-nya? Kok mirip sama merk minuman?"