"Omong-omong, ada apa, Han?" tanyaku pada Jihan saat dia mengambil pergelangan tanganku dan menuntunnya ke depan pintu ruang UKS yang tertutup.
Kulihat Jihan mencari sesuatu pada celana pendeknya dan merogoh saku belakang celana itu. "Oh, nih dia," gumamnya saat ia menemukan sesuatu. Dia kemudian memberikan secarik kertas yang dilipat kecil memanjang padaku.
"Apaan, nih?" tanyaku penasaran.
Jihan menggeleng. "Enggak tahu, gue cuma disuruh ngasih itu ke lo dan berharap dibaca katanya," jawab Jihan kemudian mesem.
"Katanya? Kata siapa? Terus, ini surat sebenernya dari siapa, sih, Han?"
Jihan mendekatkan dirinya ke telingaku dan berbisik. "Dari ketua osis." Dia lalu menepuk bahuku dengan senyum terbaiknya. "Sudah, ya, gue balik ke kelas, nih pesanan dari kantin banyak soalnya, nanti mereka ngamuk kalau kelamaan nunggu. Bye, Fay." Dia berlalu begitu saja meninggalkan kebingungan bagiku.
"Eh? Han! Lo belom kasih tahu gue namanya siapa. Ish! Enggak jelas, deh," gerutuku setelah berteriak memanggil Jihan yang seketika lenyap di balik dinding pintu masuk.
Aku hanya memandangi surat kecil itu dan kumasukkan ke saku kemeja seragamku. Ah ... bodo amat! Bacanya nanti saja, yang penting aku harus ke kantin dan menyelamatkan perutku yang mulai keroncongan.
Segera kuberlari ke kantin dan celingukan mencari-cari keberadaan Atin, Niar dan Pita. Sungguh sulit mencari mereka di tengah lautan siswa dan siswi di kantin yang tidak terlalu luas ini. Banyak yang berhimpitan dan jarak pandangku tak bisa jauh sebab di hadapanku selalu saja ada siswi atau siswa lain yang berjalan lamban.
"Sorry ... permisi," gumamku sambil melewati mereka semua seraya mataku tetap celingukan berharap Niar yang mulai agak tinggi memasuki kelas dua ini bisa melihatku.
Dan benar saja, kudengar suara nyaringnya memanggil namaku dari jauh. "Fay!!! Sini! Di tukang bubur!!" panggilnya sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi agar aku melihat Niar dengan nyengir khasnya yang giginya berbentuk kotak-kotak kecil dan agak renggang jika dilihat dari dekat.
"Oke, gue ke sana!"
Segera kulajukan langkahku sedikit demi sedikit untuk melewati murid-murid yang masih berdesakan dan sebagian mengantre beli es buah. Saat jarakku sudah makin dekat dengan Niar, dia segera menjangkauku dengan lengannya yang agak panjang dan menarikku seketika untuk mengikutinya.
"Lama juga lo, Fay. Ngomongin apaan aja sama si Jihan?" tanya Pita dengan nada menyindir.
Aku kemudian melirik Niar di sebelahku dan Atin yang duduk di sebelah Pita. Kami kemudian berusaha menyembunyikan senyum kecil kami. Sementara Atin juga menambahkan dengan mengangkat kecil kedua bahunya.
Tampaknya, memang Pita agak kurang suka saat Jihan memintaku untuk berbicara bersamanya sebentar.
"Sudah gue pesanin bubur, tuh. Buruan dimakan, nanti keburu dingin," kata Niar.