"Makasih, Mang Ujang," kataku sambil membayar bubur yang telah habis kumakan.
Kami bertiga berniat untuk kembali ke kelas setelah ini. Bel masuk sudah terdengar berbunyi, namun kami masih santai sebab kelas kami dekat dengan kantin. Jadi, tak perlu buru-buru amatlah.
Kantin sudah mulai lengang sebab murid-murid yang jajan tinggal sedikit.
"Yuk, ah langsung ke kelas. Habis ini pelajaran bahasa Inggris soalnya. Gurunya killer," cetus Niar yang membuat kami terkekeh-kekeh.
Niar jalan tepat di depanku dan Atin, sementara Pita di belakang.
"Pokoknya sesuai kesepakatan kita di awal gabung kelas dua-tiga. Gue bakal ajarin kalian soal hitungan kayak matematika, fisika dan Ekonomi. Niar ajarin kita di pelajaran olahraga, dan lo, Fay, ajarin kita bahasa Inggris," kata Atin.
"Iyaa ... sudah, deh. Lo tenang aj--" Belum selesai aku melanjutkan ucapanku, langkah kami tiba-tiba harus berhenti setelah aku menabrak punggung Niar yang terpaku.
"Gila ...." Dengan suara kecil, kudengar Niar menggumamkan sesuatu.
"Eh, Niar, lo kenapa? Jalan buruan, kenapa malah berhenti, sih? Itu bel dari tadi sudah bunyi, kita harus cepet, nih," kataku yang berusaha melongok wajah Niar.
"Fay, Tin, lo lihat enggak? Dia ganteng banget," katanya dengan tatapan terpana lurus ke depan."
"Siapa?" tanyaku sambil menoleh ke arah tatapan Niar.
Rupanya, di tempat jualan es buah sedang ada murid laki-laki yang sedang beli, bersama dua orang temannya. Dan Niar terpana dengan murid yang tak begitu tinggi namun memiliki fitur wajah tampan dengan rahang tajam serta kulit putih, kulitnya tampak lebih putih dibandingkan kulit orang-orang Indonesia, hidungnya mancung dengan rambut agak sedikit jabrik mencuat, namun itu seperti memiliki daya tarik sendiri.
Aku kembali menatap Niar, dan baru melihat pertama kalinya wajah Niar merah merona dengan tatapan berbinar dan senyum sipu yang lebar. Seketika senyum jahilku tak bisa tertahan dan menoleh pada Atin di dekatku.
"Kayaknya si Niar terpesona sama murid itu, Tin."
Atin mengangguk setuju. "Namanya juga anak baru puber." Kita terkekeh lagi bersama-sama dan segera menyeret Niar yang langkahnya masih terasa berat saat kami boyong menuju kelas.
"Gi! Dicariin Sony!" Seorang murid lagi tampak baru datang memanggil seseorang, pandanganku seketika mengikuti murid yang baru datang ini memanggil namanya, dan lelaki yang membuat Niar terpaku sesaat tadi menoleh pada temannya itu.
***
"Kalian lihat juga, kan, tadi di kantin? Cowok yang tadi itu, lho." Niar rupanya masih belum bisa move on dari rasa terpesona sesaat tadi.
"Tapi kira-kira dia siapa, ya? Kok gue baru lihat, deh," ucap Atin yang akhirnya membuatku juga ikut berpikir.
"Iya juga ya, baru kelihatan, kayaknya di angkatan kita enggak ada cowok semenarik dia."
"Enggak cuma menarik, Fay, tapi cakep banget gila. Gue baru tahu di sekolah kita ada cowok secakep itu!" ujar Niar masih merasa bersemangat.
Pita yang sejak tadi mendengarkan akhirnya membuka suara. "Mau gue caritahu?" tawarnya.
Kami bertiga kemudian menoleh bersama ke arah Pita.
"Boleeehh!!" jawab Niar tanpa pikir panjang dengan wajah semringah nan penasaran.
Aku dan Atin hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Niar.
Pita memang si pengepul gosip sekolah, dia punya banyak informan untuk segala macam gosip yang bahkan belum tersebar dan dia akan memberitahuku, Niar dan juga Atin.