Satu hal yang ditakuti oleh seorang yang sedang merasakan cinta, yaitu rasa sakit karena kecewa. Entah karena harus menelan fakta yang pahit atau rasa sakit karena berpura-pura, sebab ia harus menyimpan kebohongan manis untuk dirinya sendiri.
Selain rasa sakit, kebohongan manis itu pun nyatanya bisa membangkitkan kebencian, benci karena ia berbohong pada diri sendiri dan orang yang sangat ia sayangi.
Menyimpan semuanya sendirian adalah beban yang harus ditanggung seseorang yang tak bisa mengutarakan perasaan yang seharusnya bisa ia sampaikan.
Seperti Yugie, jika Fay merasa kalau Yugie hanya sekadar sahabat bagi sahabatnya, Sony. Maka bagi Yugie, Fay adalah Sony yang amat diidamkan oleh Fay atau gamblangnya, Ia adalah Jamas kedua. Yang juga menyukai Fay secara diam-diam.
Bermula ketika mereka bertemu di warung buburnya Mang Ujang. Padahal mereka mengobrol hanya beberapa detik saja, dan bisa langsung membuat Yugie tak bisa melepaskan diri dari pikiran tentang Fay.
Sore itu, Yugie baru datang di sekitaran wilayah sekolah untuk menuju rumah Sony, sebab mereka akan pergi bersama teman-teman yang lain menghadiri sebuah festival musik yang lagi ngehits pada zaman itu.
Dalam perjalanannya ketika melewati gerbang sekolah, ia melihat Fay tampak sedang mengobrol dengan satpam sekolah, Pak Ismet.
"Fay? Kenapa dia belum pulang jam segini?" Dengan alis dan dahi yang berkerenyit, Yugie menggumam. Senyum kecil kemudian muncul samar di bibirnya, ia melangkah untuk berniat menghampiri Fay. Namun Fay yang tak melihat sosok Yugie jauh di sana berlari keluar gerbang sekolah sebelum Yugie sempat mendekat. "Mau ke mana dia?" gumam Yugie lagi matanya mengikuti ke arah Fay berlari menjauh dari sekolahan.
Ia penasaran, tetapi saat Yugie mau mengikuti Fay, Pak Ismet melihatnya lewat dan menyapa.
"Tong! Mau ke rumah Sony, ya?" tanyanya.
Karena tak ingin dikira kurang ajar sebab tak menanggapi sapaan orang yang lebih tua, jadi Yugie mengurungkan niat sejenak untuk mengikuti Fay, ia tersenyum pada Pak Ismet dan menghampiri.
"Iya, nih, Pak. Soalnya anak-anak pada mau kumpulnya di rumah si Sony," kata Yugie. Pak Ismet memakai tas pinggang yang lebih ia pilih untuk diselempangkan di dada. "Baru mau balik ya, Pak?" tanya Yugie basa-basi.
Pak Ismet mengangguk. "Iya, Tong. Emang biasanya saya pan balik jam segini." Yugie tersenyum lagi dan mengangguk.
"Oh, iya. Tadi saya lihat si Fay ngobrol sama Pak Ismet, ngobrolin apa sih, Pak? Serius amat?" tanyanya to the point.
Saat ini mereka sambil berjalan menjauhi gerbang sekolah menuju sebuah gang yang memang berada di seberang sekolah. "Oh, iye, Tong. Itu tadi si non Fay ngelihat Sony. Terus dia nanya sama saya. Lah saya kasih tau si Sony pan tetangga saya, rumahnya di gang Ceri sono, dia mah kemari pengen ketemu encingnya kali di kantin."
Yugie mengangguk-angguk akan penjelasan Pak Ismet. "Yasudah kalau gitu, Pak. Saya juga langsung deh ke rumahnya Sony, enggak enak. Takut ditungguin anak-anak."
"Iye iye, Tong. Gidah, entar lo ditinggal lagi." Yugie terkekeh.
Akhirnya Yugie dan Pak Ismet pisah jalan dengan Yugie yang akan menuju ke rumah Sony di Gang Ceri. Sementara rumah Pak Ismet berada di belakang Gang Ceri, hanya beda satu Gang dengan rumahnya Sony.
Ketika sudah beberapa meter Yugie menuju Gang Ceri. Ia melihat Fay keluar dengan tergesa-gesa, tampak panik dari Gang itu. Gadis itu lalu berdiri di dekat dinding, gerak -geriknya seakan mengendap-endap.