VAY

Zulfara Wirawan
Chapter #14

Confession

Hari di mana Fay pergi ke rumah Sony untuk mengembalikan topi milik Sony yang ketinggalan di warung buburnya Mang Ujang dan akhirnya ia mengerti mengapa Sony tampak sangat cuek padanya.

Fay mengetahui secara langsung kalau Sony sudah memiliki pacar pagi itu. Jadi dia kembali ke sekolah dengan derai tangis sebab hati yang luka. Tak dia sangka, Kakak kelas yang ia sukai rupanya sudah memiliki orang yang ia sayangi dalam hidupnya.

Meski Fay sudah ke toilet dan mencuci muka untuk menghilangkan sembab beserta kucel di wajahnya, tapi tetap saja, air mata dan luka di hatinya masih belum bisa ia redakan. Akhirnya Fay duduk di depan perpustakaan. Menghabiskan waktu sedihnya di sana, sebab perpustakaan sekolah adalah tempat yang paling sepi pengunjung, letaknya pun memungkinkan untuk Fay menumpahkan segala kekecewaannya dari kenyataan yang cukup pedih. Ruang perpus di sekolahnya memiliki teras dan halaman yang asri dipenuhi tumbuhan hijau yang terawat rapi, sehingga pot-pot tanaman yang tinggi di tanah maupun pot-pot bunga yang ukurannya agak besar mampu menghalangi tubuhnya dari area luar sehingga itu benar-benar jadi tempat yang tepat untuknya bersembunyi kalau-kalau ada orang lewat. Untungnya lagi, saat itu proses belajar mengajar masih berlangsung, jadi semua area sepi dari anak-anak murid.

Ia pernah merasa teramat sangat patah hati pertama kali, yaitu ketika Abinya meninggal dunia. Ia benar-benar kehilangan sosok lelaki yang ia banggakan, ia sayang, ia cintai dan ia kagumi yang ia sebut Abi. Orang yang telah membuatnya hadir di dunia ini. Baru kali itu Fay merasa dunianya runtuh dan hatinya hancur berkeping-keping.

Butuh waku lama untuk menyembuhkan dan mengembalikan kepingan hati itu agar menyatu lagi, dan waktu akhirnya bisa sedikit-sedikit menghiburnya setelah Fay mulai beranjak remaja dan bertemu sahabat-sahabat terbaiknya, yaitu Niar dan Atin.

Lalu kehadiran Sony juga menjadi salah satu cara ia melupakan patah hati terdalamnya itu, tetapi sayang ... pada hari ini, Sony jugalah yang membuatnya kembali merasakan patah hati hampir seperti yang pernah Fay rasakan, meski rasa sakitnya tak begitu hebat seperti membuat dunianya hancur, tetapi rasa sesaknya tetaplah sama.

Sementara saat ini, Yugie diminta menghapus papan tulis oleh guru yang sedang mengajar di kelasnya.

"Baik, kita akan lanjut lagi ya anakĀ². Sekarang kita akan bahas ke teori selanjutnya yang--"

"Maaf, Bu. Boleh saya ke toilet sebentar buat cuci tangan?" tanya Yugie sambil menunjukkan kedua telapak tangannya yang terkena sedikit spidol.

Guru tersebut pun mengizinkannya untuk ke toilet, dan Yugie segera bergegeas. Sebab jarak antara kelas Yugie dan toilet agak jauh ia harus berlari kecil menuju ke toilet agar tak ketinggalan pelajaran yang sebentar lagi selesai.

Namun ketika ia menaiki undakan, ia mendengar suara isakan seorang perempuan di dekat teras ruang perpustakaan. Suara tangisan dan isakannya terdengar begitu pilu, sempat membuat Yugie bergidik merinding. Ia jadi ingat desas-desus Pak Ismet diketawain kuntilanak tempo hari.

Namun, kemudian suara tangis itu disusul sebuah gumaman. "Tuhan, ternyata dia sudah punya pacar." Yugie kemudian menghentikan langkahnya, ia cukup familiar dengan suara itu. Suara yang akhir-akhir ini sedang bersemayam di otaknya ketika mendengar orang itu berbicara.

Sambil berpikir positif, Yugie berusaha melangkah lebih dekat ke teras perpus yang dipenuhi dengan tanaman hias. Ia lalu melongoknya.

Lumayan terkejutnya ia saat melihat sosok seorang gadis yang ia kenali sedang merintih pilu di pojokan teras. "Fay?"

Ekspresinya begitu panik sekaligus penuh tanya dengan bola mata agak sedikit membesar, ia segera menghampiri Fay yang menoleh padanya dengan air mata yang sejak tadi bercucuran tak hentinya.

Karena Yugie akhirnya menangkap basahnya lagi kali ini, ia segera menyeka semua air mata itu dari pipinya dan berusaha tersenyum, meski napasnya tersendat-sendat.

"Kak Yugie?" Fay segera membenahi posisi duduknya menjadi lebih tegap agar ia kelihatan lebih tegar.

"Lo kenapa, Fay? Siapa yang bisa bikin lo sampe nangis kayak gini?" tanyanya.

Fay hanya menggeleng, senyumnya masih nampak jelas di bibir, meski Yugie tahu itu adalah senyum palsu agar Yugie tak khawatir akan keadaannya.

"Enggak apa kok, Kak. Aku ... aku cuma ngerasa capek aja," ucapnya.

Yugie tak percaya, ia menatap Fay begitu dalam, namun ia tetap merasa iba. "Lo tunggu di sini. Gue bakal balik lagi," ujarnya seraya beranjak dari sana. "Bentar, ya. Plis jangan kemana-kemana, tunggu gue. Oke?"

Yugie pun segera berlari ke kantin. Rupanya ia pergi untuk membeli segelas es coklat untuk Fay, tak lupa ia membelikan beberapa camilan mie kremes dan wafer coklat.

"Air mineralnya dua, Bu. Makasih." Yugie membayar semua belanjaannya dan segera kembali ke teras perpus perlahan tapi pasti supaya es coklat di gelas itu tak tumpah karena langkahnya yang lumayan buru-buru agar Fay tak menunggunya lama-lama.

Ia cukup senang ketika melihat nyatanya Fay masih menunggu Yugie di sana. Yugie menghampiri Fay dan duduk di samping gadis itu. Ia lagu menyodorkan segelas es coklat yang ia beli ke hadapan Fay. Sementara Fay menatap es coklat di gelas dan bergantian menatap Yugie dengan bingung.

"Buat lo. Supaya enggak sedih lagi. Nih, ambil," katanya dengan lembut.

Lihat selengkapnya