VAY

Zulfara Wirawan
Chapter #25

Sumpah yang Terkabul

Kami sudah hampir seminggu berkeliling kelas mempromosikan ekskul kesenian di tengah-tengah pelajaran.

Walau ekskul ini lumayan telat berdirinya, tapi kami akan berusaha untuk mendapatkan peminat sebanyak-banyaknya dari anak perempuan hingga laki-laki yang sangat menyukai dunia kesenian.

Dan ini hari ketiga kami beres-beres barang untuk dimasukkan ke ruang ekskul kesenian yang dulu ditempati sebagai lab komputer, sementara lab komputer sudah pindah di lantai dua atasnya ruang guru.

Hari ini, yang datang adalah alat-alat seni rupa. Saat ini kami membantu mengangkat beberapa tembikar dan alat-alat pembuat tembikar masuk semua ke dalam satu ruangan yang cukup luas itu.

Aku, Niar dan Atin sedang asyik menata beberapa tembikar di bagian dalam sambil mengobrol dan tertawa-tawa membahas sesuatu yang lucu.

"Eh, gue ambil yang lain dulu ya di luar," kataku segera berlalu menuju pintu. Sementara kedua temanku hanya mengangguk dan memberikan jempolnya.

"Gue taro ini di mana, Kak--"

"Rangga!"

Tentu saja Rangga tercekat dan segera menghentikan langkahnya saat mendengar suara Dayyan yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya, saat Rangga berusaha menoleh ketika salah satu tembikar itu sedang dia bawa.

"E-elo ...." Tetapi sayangnya keterkejutan melihat Dayyan sehingga Rangga tak dapat mengontrol kepanikannya, alhasil tembikar berukuran sedang yang ia bawa merosot dari dekapannya dan membuat barang itu pecah berkeping dengan suara yang cukup nyaring.

"Eh! Tin, apaan tuh di luar?" Bahkan suara itu terdengar sampai ke dalam ruangan dan membuat Niar serta Atin terkejut dan penasaran.

"Kita lihat yuk, Ni!"

Mereka berdua berlarian keluar untuk melihat apa yang terjadi.

"Rangga? Kamu kenapa ...," ucapku segera kelu lagi meski mulutku baru mengeluarkan beberapa kata-kata.

Sebab kulihat Dayyan sudah berdiri di sana. Sementara Rangga tampak gemetar dan menunduk seakan ia takut melihat Dayyan menatapnya tajam. "Anu, Kak. Bi-biar gue beresin ini," katanya terbata-bata.

Aku segera menghampiri Rangga tanpa memedulikan kehadiran Dayyan. "Lo, enggak kenapa-kenapa kan, Ngga?" tanyaku lumayan khawatir padanya. "Sini biar gue bantu," kataku.

"Jadi lo masih belum ngakuin diri lo siapa ke Kakak kelas ini, Ngga?" Dayyan terdengar membuka suaranya.

Namun tak ada tanggapan apa pun dari Rangga. Aku sendiri berusaha tak peduli mau pun ikut campur akan urusan mereka, karena di dalam pikiranku saat ini, Dayyan pasti cuma mau cari perhatianku saja. Hening sejenak, Rangga tetap fokus mengumpulkan serpihan-serpihan tembikar yang ia pecahkan, dibantu olehku.

Namun sayangnya, seketika saja Dayyan meraih jaket Rangga dan menarik Rangga yang tadinya berjongkok jadi berdiri, aku melihat jelas sekali Dayyan mencengkeram bahu jaket Rangga dengan kencang saat itu.

"Jawab, Ngga! Kenapa lo masih sembunyiin identitas lo dari Fay?! Dia harus tahu semuanya!!!" Dayyan berteriak pada Rangga sampai kulihat wajah manis nan teduhnya memerah dan seluruh urat nadi di wajah dan dahinya tampak timbul.

"Argh! Bangsat! Bangsat lo Anj*ng!!"

Lihat selengkapnya