Ekskul kesenian yang berdiri terlambat dibandingkan ekskul lain, rupanya justru mendapatkan banyak antusias dari banyak anak-anak murid SMP Negeri Nawacita. Tempat di mana Fay dan kedua sahabatnya Niar dan Atin dipertemukan hingga menjadi tak terpisahkan.
Mereka bertiga didapuk sebagai Ikon ekskul kesenian dari tiga kelas di bidang berbeda pada ekskul tersebut, dan syukurnya ekskul kesenian ini sudah sampai di bulan ketiga semenjak didirikan oleh guru kesenian mereka, Pak Jamal.
Beberapa kenalan Fay, Niar dan Atin dari kelas lain pun ikut masuk ke ekskul tersebut seperti Dayyan yang mengambil kelas musik, dan Karmen yang mengambil kelas vokal di ekskul tersebut.
Tentu saja Dayyan melakukan hal ini bukan tanpa alasan. Ya, dia ingin selalu berdekatan dan bertemu dengan Kakak kelas idamannya, yaitu Fay.
"Day, makasih ya sudah anterin gue pulang," kata Fay ketika ia baru turun dari motornya Dayyan.
Dayyan mengangguk dengan gembira. Ya, sudah beberapa kali semenjak Dayyan gabung di Ekskul kesenian, Dayyan kerap mengantar Fay pulang ke rumah. "Dengan senang hati, Kak. Tapi ... memang enggak mau sekalian aja gue jemput pas berangkat juga?" tanyanya.
Fay tersenyum. "Nanti, deh gue pikirin dulu, lo hati-hati di jalan. Eh, ya ampun, lupa helm lo." Tersadar helm milik Dayyan masih ia gunakan, akhirnya Fay berusaha membuka pengaitnya, namun tak kunjung terpisah.
"Sini gue bantu, Kak." Dayyan turun dari motor. Ia kemudian mendekati Fay dan berdiri di hadapan Fay sambil membantu Fay membukakan helm dari kepalanya.
"Day, lo kok wangi banget? Pakai parfum ya?" tanya Fay basa-basi.
Dayyan terkekeh. "Gue kan mau nganter cewek cantik pulang ke rumahnya, jadi harus wangi, siapa tahu bisa ketemu dan kenalan sama ortunya, kan? Kenapa? Lo enggak suka ya sama baunya?"
Fay mesem menutupi sipu di wajahnya. Ia kemudian mendorong kecil dada Dayyan. "Day ... bisa enggak sih kalau ngobrol sama gue jangan pakai gombalan?"
"Siapa yang ngegombal? Itu memang kejujuran dari hati gue, Kak. Nah, sudah selesai," katanya setelah melepaskan helm itu dari kepalanya Fay dan ia membantu Fay merapikan rambutnya yang berantakan. Sementara Fay menggigit bibirnya, tak dapat menahan rasa gejolak dalam hatinya karena perlakuan Dayyan yang manis.
"Neng?"
"U-umi?" Fay menoleh dan segera saja mendorong Dayyan dengan kuat sehingga ia membentur motornya.
"Diantar siapa, nih?" tanya Umi dengan wajah serius, tangan bersedekap tanpa senyuman setitik pun di wajahnya.
"I-ini Dayyan, Mi. Adik kelas," jawab Fay.
"Masuk kamu," pintanya tanpa menghiraukan jawaban Fay.
Fay sempat melirik Dayyan dan berpamitan. "Day, gue masuk dulu, ya?" Dayyan mengangguk.
"Masuk cepat!" bentak Umi agak sedikit.
Tentu saja hal itu membuat Fay mau pun Dayyan cukup terkejut.
Fay, menghampiri Umi dan mencium tangannya. "Assalamualaikum," ucap Fay kemudian segera masuk ke dalam rumah.
Dayyan berusaha bersikap ramah dan senyum sopan pada Umi yang ekspresinya masih tampak galak. "Assalamualaikum, Tante. Saya--"
"Kamu pulang sekarang. Besok-besok, enggak usah antar anak saya pulang walau pun dia yang minta. Dia punya ojek langganan yang biasa antar jemput buat ke sekolah."
"Iya, Tante," jawab Dayyan seadanya meski masih menampilkan senyumnya pada Umi.
Dayyan menyaksikan Umi masuk ke dalam rumah, namun ketika ia memakai helmnya untuk bersiap pulang, ia sempat mendengar Umi seperti sedang memarahi Fay di dalam rumah.
"Sudah dibilang! Jangan pacaran ya jangan pacaran! Fokus sekolah yang bener!"
Dayyan tertegun, ia merasa kasihan dengan Fay yang dimarahin oleh Uminya karena disangka berpacaran dengan Dayyan. Pantas saja Fay selalu menolak punya hubungan lebih walau Dayyan sudah sering mengutarakan perasaannya pada Fay, ternyata memang itu alasannya. Setelah helmnya terpasang, Dayyan tak berani menyalakan mesin motornya di depan gerbang rumah Fay, jadi ia mendorongnya beberapa meter sampai ke ujung jalan.
Sementara itu di dalam rumah ini, argumen tak terelakan dari Fay dan Uminya masih berlanjut dan intensitasnya semakin tinggi, sebab Umi tak memercayai ucapan anaknya. Dan Fay sebagai anak yang sudah berusaha untuk menuruti pesan Umi agar tak pacaran merasa tak adil sekali sebab Umi tak berusaha mendengar atau bahkan menerima penjelasan Fay meski pun Fay sudah berkata jujur.
"Siapa yang pacaran? Itu teman Fay, Mi. Dia satu ekskul sama Fay dan kemudian bawa motor, dia cuma berbaik hati mau antar Fay pulang. Kenapa, sih, su'udzon aja sama anak!"