Suara kunci pintu finger print elektrik dari pintu kamar yang barusan kubuka terdengar di lorong, segera kumasuk ke dalam apartemenku. Saat lampu sensor di dekat pintu menyala, lampu di ruan tamu apartemenku yang tadinya gelap tiba-tiba ikut menyala dan di sana sudah dipenuhi beberapa orang dengan hiasan-hiasan sederhana seperti balon dan tulisan namaku memanjang berglitter digantung di atas sudut jendela.
"Selamat ulang tahun, Hyunmin ah!"
Begitu isi tulisannya. Mereka semua tampah tersenyum semringah menyambutku seraya bernyanyi nyaring lagu ulang tahun dengan bahasa Korea.
"Saengil chukkahamnida ... saengil chukkahamnida. Saranghaneun uri Hyunmin, Saengil chukkahamnida~"
Aku terkejut melihat mereka semua dan menghampiri Lee Hoon yang berdiri di tengah-tengah mereka semua dengan setelan kemeja yang masih ia pakai, memegang kue ulang tahun sambil menghampiriku.
"Make a wish, Hyunmin-ah!" katanya semringah.
Aku mulai menitikkan air mata kegembiraan dengan senyum penuh haru. Aku mengangguk, lalu kupejamkan mataku sambil mengucapkan dalam hati keinginanku di ulang tahunku saat ini.
Lalu segera kutiup lilin yang menghiasi kue. Semua teman-temanku dan teman-teman Lee Hoon bertepuk tangan.
"Saengil chukkahae uri Jagiya~" ujarnya lalu dia mengecup pipi dan bibirku.
"Gomawo, Oppa."
Aku segera memeluknya erat. Dan merasakan ia juga sempat mengecup pucuk kepalaku.
Oh, ya. Mengenai namaku yang akhirnya punya juga nama Korea, itu adalah berkat keisengan Oppa yang akhirnya menjadi kebiasaan dan kewajiban selama aku tinggal di sini, sebab dia bilang nama asliku aneh jika dilafalkan dengan bahasa korea dan hangul.
Lee Hoon pernah protes padaku saat kami berdua melakukan kencan di roof top untuk merayakan Anniversary kami di tahun pertama, katanya setiap kali dia menyebut namaku, dia akan merasa lapar dan membayangkan Pie isi daging.
"Jagiya, walau nama kamu gampang disebut, tapi kalau aku atau teman-temanku panggil nama kamu, orang pasti mikir kita lagi nyebut nama kue yang namanya sama kayak namamu, yaitu Pai--파이--kalau dibaca dalam bahasa Korea. Pokoknya kamu harus punya nama Korea biar kita enggak bingung," ujarnya.
Aku hanya terkekeh mendengar ucapan Oppa. "Yasudah, terserah Oppa aja mau kasih aku nama apa?"
"Yang jelas, marga kamu harus sama kayak margaku. Karena kamu di masa depan akan jadi Nyonya Lee juga," ucapnya.
Aku kemudian merangkul lengan Oppa dan memeluknya, menyandarkan kepalaku di lengannya. "Memangnya, Oppa sudah yakin kalau aku yang bakal jadi satu-satunya Nyonya Lee?" godaku.
Dia kemudian berdiri di hadapanku dan menatapku sangat lembut. "Kalau aku maunya cuma kamu gimana? Jagiya, kamu harus ingat betapa sulitnya aku buat mengejar kamu dulu. Jadi aku enggak akan ngelepas kamu gitu aja," katanya.