Satu minggu lebih telah berlalu sejak kunjungan Sora ke rumah sakit untuk melihat tubuh aslinya. Sejak saat itu, tidak ada kabar sama sekali dari Izaki. Tidak ada pesan. Tidak ada telepon.
Kecemasannya semakin besar, tapi yang lebih membuatnya frustasi adalah kenyataan bahwa dia bahkan tidak bisa pergi untuk memeriksa keadaannya. Bukan karena dia tidak ingin, melainkan karena Sayu selalu menempel padanya ke mana pun dia pergi.
Sejak Sora kembali bekerja di salon, Sayu tidak pernah meninggalkannya sendirian. Gadis itu bersikeras bahwa setelah insiden malam itu, Daiki mengatakan ada sesuatu yang mencurigakan, bahwa Izumi (yang kini adalah Sora) mungkin dalam bahaya besar.
"Jadi kau harus tetap dalam pengawasanku, Izumi," ujar Sayu dengan nada serius setiap kali Sora mencoba mencari alasan untuk pergi sendiri.
Dan sekarang, di sinilah dia. Terjebak di kehidupan yang bukan miliknya.
Sora duduk di kursi dengan mata mengarah pada tumpukan dokumen di meja, tapi pikirannya melayang ke hal lain.
Selama beberapa hari terakhir, dia telah bertemu banyak orang—orang-orang yang mengenal Izumi. Setiap kali dia berbicara dengan mereka, ingatan baru akan muncul dalam kepalanya. Kilasan-kilasan masa lalu yang bukan miliknya, tapi terasa begitu nyata.
Seperti saat dia pertama kali masuk ke ruangan ini.
Begitu dia melewati ambang pintu, kepalanya terasa sedikit berdenyut. Lalu tiba-tiba, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana Izumi pernah berdiri di sini, berdebat dengan Sayu tentang sesuatu yang tampaknya penting. Atau bagaimana Izumi pernah bertemu dengan para anggota Kazegami-Kai di ruangan ini, duduk di kursi yang kini ia tempati, berbicara dengan suara penuh percaya diri.
Itu bukan sekadar firasat. Itu adalah ingatan. Dan setiap kali ingatan itu muncul, Sora merasa semakin tenggelam dalam tubuh ini.
Dia menghela napas dalam, lalu melirik jam di dinding. Pukul 9 malam. Salon akan segera tutup, dan Sayu baru saja mengetuk pintu.
"Sudah waktunya, Izumi," ujar gadis itu. "Bersiaplah."
Sora mengernyit. "Untuk apa?"
Sayu menatapnya seolah pertanyaannya itu aneh. "Hari Rabu. Taoka-san akan datang untuk mengecek salon."
Taoka.
Nama itu membawa gelombang ingatan lain yang menghantamnya tanpa peringatan.
Dia bisa melihat seorang pria dengan aura dominan, duduk di kursi dengan kaki bersilang, mengamati dengan mata tajam setiap gerak-gerik Izumi. Dia bisa merasakan bagaimana tubuh ini bereaksi terhadap pria itu. Ada sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang berbeda.
Sora mengusap tengkuknya. Untuk pertama kalinya sejak pertukaran ini terjadi, dia merasa aneh dengan tubuh barunya.
"Apa kau baik-baik saja?" Sayu bertanya, suaranya terdengar sedikit khawatir.
Sora menenangkan dirinya. "Ya. Aku akan bersiap."
Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa pertemuan ini bukan hanya sekadar pertemuan antara pemilik dan manajer biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam dari itu.
🌸🌸🌸
Salon kini telah sepi. Lampu-lampu di bagian depan sudah dipadamkan, hanya menyisakan penerangan redup di dalam ruangan. Para staf sudah pulang, meninggalkan Sora dan Sayu yang masih menunggu di dalam.
Di luar, suara mesin mobil berhenti di depan salon. Tiga mobil hitam.
Sora menajamkan pandangannya ke luar jendela. Dari mobil yang berada di tengah, seorang pria keluar setelah anak buahnya membukakan pintu.
Taoka.
Dari kejauhan, Sora bisa melihat bagaimana pria itu berjalan dengan tenang, sementara kerumunan pria lain berbaris rapi, mempersilakannya masuk lebih dulu.
Langkahnya mantap, tak tergesa, tapi penuh wibawa. Sepatu pantofelnya mengeluarkan suara yang menggema di ruangan saat ia melangkah masuk.
Sayu segera membungkuk, memberi salam. "Selamat malam, Taoka-San."