Menghabiskan malam di tempat asing membuatku tidak bisa terlelap, memikirkan keadaan ibu dan adik-adikku.
“Di mana dan bagaimana keadaan mereka sekarang? Semoga mereka baik-baik saja,” ucapku berulang kali dalam hati.
Saat hari masih pagi, aku beranjak dari tempat tidur ketika mendengar suara kereta berjalan menjauh dari rumah, kemudian melangkah mencari Mbok Sinta.
Mbok Sinta tengah asyik di dapur.
“Siapa yang pergi naik kuda?” tanyaku.
“Tuan!” balas Mbok singkat.
“Kapan pulang, Mbok?” tanyaku lagi.
Mbok Sinta hanya menggeleng artinya dia tidak tahu kapan pastinya.
Aku menghela napas, kecewa karena sebelumnya kakek telah berjanji akan pergi bersamaku untuk menjemput ibu. Aku tidak sabar menunggu hari terang namun menjadi lesu mengetahui kakek pergi tanpa diriku, menyusuri lorong rumah melangkah kembali ke kamar, dengan peraaan bersalah tinggal di tempat yang nyaman sementara keluargaku tak tahu bagaimana keadaanya.
Waktu sarapan pagi, mereka mengajaku makan bersama, kali ini aku cepat-cepat menghabislan makananku, agar bisa membantu Mbok Sinta membereskan piring dan meja makan. Pesan ibu, ketika kami tinggal di rumah orang harus tahu menempatkan diri kapan pun dan di mana pun. Nasihat ini membuatku sadar dan tahu posisiku di rumah ini. Mereka tidak pernah menyuruhku untuk ikut membantu pekerjaan rumah dan malah bersikap baik padaku, namun hal yang membuatku jengkel adalah ketika anak bungsu mereka kadang menggangu saat aku beres-beres membantu si Mbok. Mengejutkanku, memberantaki apa yang kubereskan, dan benar-benar menjengkelkan. Sementara kakak laki-lakinya nya cukup berbeda, dia lebih tenang, suka aktivitas yang diam dan tidak banyak bicara.
Hari ini para cucunya ingin berburu ke hutan dan membutuhkan seseorang untuk membawa bekal mereka. Karena Mbok Sinta masih harus pergi ke pasar akhirnya mereka menyarankanku untuk ikut. Aku mengiyakan ajakan merekea. Selama di hutan, aku hanya mengikuti langkah mereka, ketidak tahuanku membuat buruan kabur saat langkahku menakutkannya. Mengakibatkan tembakannya melesat, mereka tidak berkata terang-terangan bahwa aku penyebab kegagalannya, namun karena merasa sendiri aku memutuskan untuk berhenti mengikuti mereka, duduk menunggu di bawah pohon dan menempatkan barang bawaan di sisiku.
Menghela napas panjang.
Aku akhirnya bisa beristirahat saat tengah hari kala angin berhembus menyejukkan, tanpa ku sadari mataku perlahan tertutup dan aku terlelap.
Suara ribut di sekelilingku.
Aku terbangun dan melihat ke arah sekelilingku, hari sudah mulai sore. Sontak, aku teringat bahwa aku sedang di hutan menemani cucuk kakek berburu.
Aku memandang sekitarku mencari sosok-sosok yang datang bersamaku pagi tadi.