VENTO GEHEIM

Oky Rizkiana S
Chapter #4

Vento Geheim

Pada akhir bulan Desember 2003, Jhon diminta kembali ke Italia oleh orangtuanya. Setelah beberapa tahun di Indonesia tiba waktunya Jhon untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Dengan berat hati kami harus melepaskan satu calon agen muda di Vento Geheim. Sebuah agensi mata-mata yang dibentuk oleh kakek Heri. Vento Geheim telah berdiri selama hampir dua tahun, berawal dari seringnya terjadi pencurian kayu tanpa jejak di berbagai hutan milik Kakek yang ada di Kalimantan dan Sumatera Selatan. Kakek memutuskan memulai penyelidikan dengan membentuk kelompok mata-mata. Hingga terkuaknya dalang dari pencurian kayu tersebut. Melihat dampak yang cukup signifikan kakek berinisiasi untuk mengembangkannya menjadi sebuah agensi mata-mata.

Vento Geheim disingkat ‘VG’ tidak pernah secara gamblang menyatakan bahwa agensi ini menjadi industri spionase, jasa yang diberikan menyebar dari mulut ke mulut dan testimoni yang diberikan juga cukup kuat menarik minat berbagai perusahaan yang membutuhkan pelayanan VG. Kakek juga mengembangkan tim intelejensi di perusahaan kayu lapis miliknya untuk menyelidiki kinerja karyawan dan mendeteksi penipuan di perusahaanya. Secara tidak langsung keberhasilan perusahaan kakek menjadi informasi khusus yang juga diberikan kepada para koleganya. Tanpa diragukan tim intelejensi juga berhasil membongkar berbagai kejahatan yang terjadi di perusahaan lain.

Vènto Geheim bukan sekadar bisnis bagi kakek, tapi sebuah misi dalam mengembangkan minatnya untuk menguak fakta. Vento Geheim berasal dari Vento (Italia) dan Geheim (Jerman). Vento yang artinya angin dan Geheim artinya Rahasia. Kami sering menyebutnya sebagai 'Angin Rahasia'. Angin berperan membawa kabar namun tidak semua orang bisa mendengar kabar itu, sehingga rahasia tetap akan menjadi rahasia.

Setelah memasuki SMU, kakek sangat antusias mengikutkanku dalam berbagai pelatihan agen-agennya. Awalnya kakek mengikutkanku dalam pelatihan fisik seperti lari, push up, sit up dan latihan lainnya. Lalu mengikutkanku dalam berbagai latihan seni bela diri, dari mulai tinju, kungfu, karate dan muay thai. Namun, aku cukup kewalahan, tak bisa dipungkiri bentuk tubuhku menjadi kendala ketika mempelajari beberapa seni bela diri. Jari tangan yang kecil ramping membuat ku tidak cocok dengan tinju dan muay thay, lalu kakiku yang kurus-panjang dan punya cidera sendi lutut membuat aku tidak sefleksibel orang lain. Hasil latihanku cukup mengecewakan, lebih dari enam bulan aku masih terus belajar tahap dasar. Hasil ini juga cukup mengecewakan kakek, karena dia sangat berharap aku bisa menguasai setidaknya satu seni bela diri.

Merasa latihan fisik mengalami keterlambatan, kakek memintaku mengikuti pelatihan nonfisik intelejensi seperti analisis, pengamatan, penyamaran, pelacakan, kriptologi, dan pencanderaan. Hal yang sama sekali tidak pernah aku duga akan aku masuki, tapi latihan nonfisik ini masih bisa kuikuti. Aku akui perjalanannya tidak mulus apalagi aku lebih menyukai seni dari pada matematis dan analitik, bahkan perkembanganku jauh lebih lambat dibanging teman yang lain. Tapi setidaknya aku masih memiliki niat dan keinginan untuk belajar lagi.

Setelah kepergian Jhon ke Italia, kini bukan hanya aku dan Herlan yang ikut, pada bulan yang kelima, ada beberapa anak sebayaku yang juga ikut berlatih di agensi. Mereka adalah anak dari mantan pekerja perusahaan kakek. Awalnya mereka diikutkan untuk latihan fisik saja, namun berjalannya waktu anak yang lain mulai menikmatinya dan konsisten berlatih. Hari ini, kami akan melakukan misi lapangan, menerapkan apa yang sudah kami pelajari selama ini. Calon agen dibagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari lima orang. Sebelum misi dimulai kami diminta untuk saling berkenalan sesama tim. Ada aku, herlan, Sujan, Lili dan satu orang lagi bernama Yudhi.

Misi di mulai.

Kami di sebar di sekitaran hutan untuk mengintai sebuah aksi dan memecahkan tujuan akhir misi mereka. Ketika menjalani sebuah misi penyamaran, aksi kami diketahui musuh, jumlah mereka terlalu banyak dan tidak sebanding dengan kami. Jalan satu-satunya adalah dengan melarikan diri. Kami berlima berhamburan dengan tetap saling melirik satu sama lain, tanpa di sadari langkah yang kami tapaki sudah jauh ke dalam hutan belantara. Hutan itu ada dalam peta, tapi tidak ada dalam rute perjalanan.

Napas terengah-engah

“Peta di mana?” tanya Lili.

Aku menggeleng. “Bukan aku yang megang peta,” ujarku.

Satu sama lain saling melirik.

Lili menghela napas panjang.

Lihat selengkapnya