VENTO GEHEIM

Oky Rizkiana S
Chapter #9

Piawang Hujan

Aku mencari seseorang dari tumpukan sinar yang masuk dari lubang gua, tapi tidak menemukanya di sini. Aku tidak menuntut apa-apa, aku senang dia tidak mati dan bisa pergi dengan sendirinya. Ketika melangkah keluar dari persimpangan gua, terdengar suara dari luar. Pria yang semalam, tampak sedang berbicara dengan seseorang yang mengenakan kaos putih dan celananya berloreng-loreng seperti seragam tentara.

“Harusnya aku tidak perlu lagi bertemu dengan mereka, dan tidak berniat juga,” ucapku dalam hati.

Mereka berjalan menuju ke arah gua, aku melangkah menghindar supaya tidak terlihat oleh mereka. Namun seseorang menjamahku dari belakang, refleks aku menoleh ke arahnya. Setelah melihat wajahnya, aku tersadar dia adalah seseorang yang kukenal, merasa lega aku memeluk sahabatku Shena. Pelukannya seketika memberiku sedikit ketenangan.

“Kamu oke?” tanya Shen pelan.

Aku hanya menggangguk

Aku sangat bersyukur dia datang menemuiku. Tanpa suara Shena meminta aku mengikutinya dan menunjukkan jalan. Dia berada di depan berhenti di sebuah lubang kecil yang tertutup tumbuhan liar namun bisa kami lewati. Tampaknya Shena sudah menelusurinya. Setelah kami keluar dari arah yang berlawanan terdengar suara mendekat, dan juga semakin menghilang saat kami melangkah menjauhi mereka. Aku menarik tangan teman baikku dan penasaran.

“ Gimana lo tau jalan keluarnya?” tanyaku.

“Gue tadu liat lo nengokin mereka ke luar, sebenarnya gue udah masuk dari mulut gua itu, tapi kelihatannya lo serius banget merhatiin mereka. Gue ngecek sekitar dan nemu jalan lain” balas Shena.

“Shen, thank you!” ucapku.

“Cowok yang tadi, yang dicamp kan?” tanya Shena. 

“Iya, Shen. Semalam dia terluka saat mencoba menolongku. Aku takut banget, Shen! Gue kira dia bakal mati”. Suaraku bergetar saat itu.

“Dia gak mati kok! Please Ning kamu tarik napas dulu, dan All is well” ujarnya menenangkanku,” Gak usah khawatir, Ning!” seperti Shena mengerti keadaanku.

Beberapa saat kami beristirahat dan membersihkan diri dekat aliran air yang sedari tadi kami ikuti. Darah Luka sayatan daun liar dan ranting pohon semalam mengering di wajahku. Perlahan ku basuh dengan air dingin yang mengalir, terasa menyejukkan. Seketika bekas darah di baju dan celanaku mengingatkanku dengan kejadian semalam.

“Ning, udah siap?” tanya Shena menyadarkanku.

“Oh, Udah, Shen!” sahutku.

Kami melanjutkan perjalanan ditemani embun pagi, suara aliran air dan serangga khas hutan yang mulai berlompatan. Shena masih di depanku membawa jalan dan aku mengandalkannya.

Lihat selengkapnya