Herton melihat ke arahku sedari aku sampai di basecamp, tapi tidak bertanya apapun padaku. Walau fokus ke layar komputer, aku bisa melihat dia mondar mandir sedari tadi. Karena tidak tahan melihat tingkahnya, aku akhirnya angkat bicara.
“Kenapa Ton?”
Herton segera melangkah mendekat. “Ning, Yudhi gimana?” tanyanya dengan wajah penasaran
Aku diam.
“Ning!” sahut Herton lagi.
“Yudhi? Gak tau!” balasku kesal.
Herton mengangkat alisnya. “GPS nya aktif lagi kemarin di dekat lo, Ning!” ketusnya.
“Ton, Yudhi baik-baik aja! Dia gak kurang apapun, hanya kurang satu.” Diam sejenak. “Kesetiaan” tambahku.
“Jadi Yudhi masih kerja di sana? Tapi, kenapa dia gak update dan hampir dinyatakan hilang?”
Aku menggeleng.
“Yudhi dan gue sempat ngobrol, tapi setiap ucapannya terasa asing” menghela napas.
“Yudhi bilang apa?”.
“Yudhi mau stop jadi agen, dia mau hidup tenang!” ujarku.
“Hah?” Herton tidak percaya.
Aku tidak menceritakan tentang Lili pada Yudhi karena ini akan membuat mereka bingung, ditambah lagi kejadian ini sudah cukup lama sekitar lima tahun yang lalu, Herton baru bergabung dengan agensi dua tahun yang lalu.
“Yang aku tau, Yudhi orang yang bertanggungjawab!” tegas Herton.
“Aku juga gak percaya dia segampang itu beralih ingin stay di IKAPEL” ujarku.
“Dia belok ke IKAPEL?” tanya herton dengan mata membelalak.
Aku mengangguk. “Iya, something wrong, tapi aku gak tau!”.
Aku dan Herton sama sama tidak tahu masalah sebenarnya apa, tapi saat ini kami mencoba menghubungkan segala keterkaitan dengan misi Yudhi.
“Drrt drrt drrt,” getar ponselku.
“Halo?” jawabku.
“Halo, Han” suara pria seperti tak asing.
“Hmm, iya?”
“Hari ini aku pulang cepat, kamu masih di Jakarta kan?”
“Ya, kenapa?” tambahku. “Hadi?”
“Iya,” sahutnya
"Ah, ternyata Hadi. Aku belum menyimpan kontaknya” ucapku dalam hati.