Kami memasuki ruangan yang menyediakan sofa melingkari ruangan, satu meja di tengah. Sofi menggerakkan sedikit kepalanya memberikan kode agar aku mendekat kepada para pejabat itu. Saat duduk di sofa, aku dikejutkan oleh sosok yang ada di depanku, seseorang yang nampak tak asing. Aku mencoba mengingat-ingat kembali, dan ingatan itu membawa ku pada selembar foto yang kemarin kudapat, foto Hadi. Pria itu nampak seperti orang yang ada di foto bersama Hadi, dan yang aku lihat keterangannya pria itu adalah Ayahnya.
Mereka tengah mengobrol tentang sesuatu, karena penasaran aku mulai mendekat menuang minuman ke gelas pak Cipta.
Seseorang pria berjaket hitam yang duduk di dekat ayahnya Hadi, menatapku tajam menggeser rambutku dengan telunjuknya untuk melihat wajahku dengan jelas. Wajahnya begitu dekat ke mukaku hingga bisa melihat senyum tipisnya. Aku tidak ingat siapa dia, namun wajahnya nampak tidak asing bagiku. Tapi kali ini, aku ingin fokus ke pembicaraan mereka.
“Hei, lo dekat dia aja!” perintah Cipta, menyuruhku mendekati pria yang barusan menyeka rambutku.
Aku hanya tersenyum, mendekat ke sebelahnya. Menuang alkohol ke gelas yang sudah kosong.
“Oh iya sejauh ini, obat lancar kan?” tanya Cipta salah satu manager di IKAPEL
“Aman, sejauh ini aman!” sahut ayah Hadi.
Aku baru mengetahuinya ternyata ada kerjasama antar IKAPEL dan juga ayah Hadi.
“Ketua belum bisa melakukan pertemuan dalam waktu dekat!” ucap ayah Hadi
“Memangnya jenderal kemana?” tanya Cipta.
“Sedang ke luar negeri menghadiri pertemuan,” balasnya. Meneguk minuman yang dipegangnya sedari tadi.
“Nanti akan kusampaikan ke ketua!” tambahanya lagi. “Selama aman terkendali tidak ada yang perlu dikhawatirkan”.
Mendengar pembicaraan dua pihak ini membuatku menerka-nerka maksud percakapannya. “Apa arti dibalik kerjasama ini,” tanyaku dalam hati.
Lelaki yang berada di sebelahku menyodorkan gelas kosongnya ke arahku, pipinya mulai memerah serta matanya semakin sayu seperti mengantuk. Baru saja ku tuang minuman ke gelas nya, sebentar sudah kosong sehabis diteguk olehnya. Karena pengaruh alkohol dia meminta lagi, tapi kali ini dia malah memberikan gelasnya yang kepadaku.
Aku terpaku sejenak, mengingat kalau tubuhku sangat sensitif terhadap alkohol, seteguk saja akan langsung bereaksi.
Dengan mata layu pria itu menatap dan menunggu aku mengambil gelas berisi minuman dari tangannya.
Karena desakan sekelilingku yang menyuruhku meminumnya, aku memberanikan diri untuk mengambil gelas itu dan memasukkannya ke mulutku. Tak berapa lama, aku meminta izin ke toilet dan memuntahkan alkohol yang masih tertahan di mulutku sedari tadi. Uapnya saja membuatku pening, masih terasa di kerongkonganku.
“Huwek!”mengeluarkan sisa-sisa alkohol di mulutku, lalu berkumur.
Di depan cermin, aku menantap iba diriku, sejenak aku terhenti ketika kulihat diriku seperti orang asing yang tak kukenal. Aku berusaha mengambil tisu mengeringkan tanganku saat mendengar orang datang.
Saat aku kembali ruangan tadi, nampak pak Cipta bersiap meninggalkan ruangan bersama dengan para wanitanya penghibur.
“Kamu temani dia malam ini!” ucap ayah Hadi sembari bergegas keluar seorang diri.
Sedangkan, wanita yang lain tengah sibuk bermain bersama dengan anak buah Cipta. Aku melihat pria itu sudah setengah sadar di sofa. Mencoba memapahnya untuk dibawa ke hotel, orangnya tengah mabuk berat. Badannya sangat berat ketika ku papah saat berjalan. Untungnya dia masih bisa melangkah hingga mobil siap melaju. Aku membawa pria itu ke hotel yang diminta ayah Hadi.
Sembari memapahnya, aku melihat nomor kamar yang kami lewati dengan nomor yang tertulis di kunci.
“Dapat! ucapku.
Setelah pintu terbuka saat kudorong dengan kaki ku. Tempat tidur hotel yang empuk siap menerima pendaratan tubuhnya saat ku dorong begitu saja. Setelah membaringkannya aku siap untuk pergi. Kututup pelan pintu kamar hotel itu agar tidak membangunkan pria itu.
“Aww!” teriakku kesakitan.