VENTO GEHEIM

Oky Rizkiana S
Chapter #28

Rasaku itu Kamu

-Pernahkah kamu merasa bangga ketika dia teman sejatimu menang, tapi pernahkah kamu juga merasa sedih saat dia pergi tanpa pamit?-

 

Acara bahagia yang kudatangi seperti acara penghianatanku pada Yudhi. Penyesalan datang mencuri rasa bahagia saat ini. Aku sangat marah pada diriku karena tidak bisa menggenggam tanganya untuk terakhir kali. Aku kembali dari HQ ke Jakarta Utara. Tangis dan isak menyelimuti suasana rumah duka, Yudhi anak sebatang kara yang sejak SMA sudah ditinggal ayah-ibunya dan selama ini hidup dan tinggal bersama tantenya. Mayatnya biru pucat namun wajah tampannya masih tetap terlihat jelas. Di samping mayatnya aku telungkup tak kuasa menahan air mataku memandang wajahnya.

“Yud, Yudhi..?” teriakku sembari menguncang tubuhnya.

Shena mencegat dan menarik tanganku. “Ning, udah, udah!” ucapnya sambil merangkulku

“Siapa yang lakuin ini sama Yudhi, Shen?” tanyaku

Shena menggeleng dan tidak menjawab apa-apa.

Amarahku seperti memuncak dan ingin membalaskan dendam pada mereka yang melakukan ini.

“Shen, kalian dapat kabar darimana?’ tanyaku.

“Aku dapat berita dari Herton! Dia lewat dari daerah kali Grogol, orang rame-rame, banyak ternyata ada mayat.” Shena menangis mengingat kejadian itu.

Herton pun diam-diam menyeka air matanya. “Polisi bilang, Yudhi bunuh diri, Ning,” tambah Herton.

“Siapa lagi pembunuhnya, itu pasti mereka” tambahku. “Kita perlu cari bukti”

Ponselku berbunyi.

“Halo, Ning!” ucapnya.

“Halo?” sahutku.

“Ning, turut berduka cita!” ucap Herlan

“Iya.” Tambahku lagi, “Maaf kemarin aku pergi tanpa pamit. Aku bingung dan kaget”

“Iya, aku juga kaget, Ning. Waktu dengar cerita itu."

Herlan dan Yudhi akhir-akhir ini tidak pernah lagi bertemu, perbedaan misi membuat mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, ditambah lagi hubungan mereka kurang baik tanpa aku tahu penyebabnya.

Hari pertama di minggu kedua bulan April tahun 2018, aku kembali masuk kantor sebagai seorang marketing officer. Dengan menebalkan muka dan tahu konsekuensi, aku kembali ke tempat kerja, seperti dugaanku, aku menerima banyak kritikan, yang berakhir pada makian bosku. Tapi semua kutahan dan tidak peduli soal omongan mereka. Aku memanfaatkan waktu yang ada untuk menunjukkan kinerja sebaik mungkin selama bekerja di sini. Selama satu minggu, aku fokus untuk melakukan penawaran dengan menggunakan telpon. Hasilnya tidak terlalu mengecewakan, aku mendapat target terendah dalam timku tapi tidak kategori masuk penilaian performa karena masih aman. 

Lihat selengkapnya