Kami kembali dengan selamat, sejenak menenangkan diri dengan menarik napas, sebelum memeriksa hasil data yang didapat. Herton mencoba mengecek apakah data yang kami dapatkan bisa memberikan petunjuk atau bukti kerjasama mereka. Herton menunjukkan ekspresi datar saat menatap layar laptopnya. Shena dan aku mendekat ikut melihat ke arah layar laptop.
Herton melirik ke arah kami seperti mengisyaratkan agar kami melihat yang sedang diarahkan kursor dan aku melihat yang ada hanyaah riwayat percakapan yang pernah dilakukan Cipta, isinya juga hanya pesan kesepakatan ingin bertemu dengan seseorang di Club malam itu, sedikit kecewa dengan apa yang kami dapatkan.
“Ton!” ucap Shena kuat mengejutkan kami.
Menghela napas panjang. “Apa sih? Jawab Herton kesal.
“Kemarin penjaganya, gue lupa mindahin ke tempat CCTV kontrol,” ujar Shena.
Diam sejenak. “Udah gue beresin!” balas herton.
“Hah, untung deh!” sahut Shena.
Herton kembali menatap dengan serius layar laptop yang dibawanya ke apartemen kami.
“Mereka kayaknya gak percaya sama Cipta ini!” ujar Herton.
“Kenapa?” sahutku penasaran.
“Kita gak nemu sesuatu yang berharga di sini, dan dari histori komputernya. Dia bukan orang profesional” jelas herton. “Kayaknya kita salah target”.
“Eh, kita gak bisa langsung nyimpulin gitu, Ton! Who knows?” sahutku.
“Mungkin aja dia cerdas, segera menghapus yang penting," tambah Shena.
Herton menggeleng. “Dari back up datanya bisa kliatan, dia ngapus data aja satu per bulan. Itu berarti gak ada yang potensial!” tambahnya lagi. “Kita liat aja pergerakannya, setidaknya dia terlibat dan pasti tahu. Aku juga udah nempelin penyadap suara."
Aku kembali ke kantor pagi ini melakukan tugas harianku. Har ini Herlan, Herlan mengajakku ke luar setelah pulang kantor. Aku turut senang, Herlan nampak membaik sejak terakhir kali kami bertemu.
Saat bertemu sorenya, tidak banyak yang kami lakukan hanya mengobrol dan sembari berjalan-jalan di taman kota.
“Drrt,“ ponsel Herlan bergetar.