Venture into Turmoil

Jose Justin
Chapter #3

Pondasi

“Jadi, apakah agen semacam kalian telah berguna? Atau apa kalian telah membuktikan diri sebagai pecundang penghabis uangku?” Mawar merah sedang dalam masa suburnya, keindahannya tertangkap detail dari ujung lensa kamera. Hidangan sate dan lontong lengkap dengan bumbu kacang membuat perut keroncongan, sampai aku tak sempat mengecek kecerahan kamera versi anak muda ini. Film warna memang bagus, tapi versi hitam-putih masih tak terkalahkan sampai sekarang.

“Perkataan anda cukup kasar untuk orang yang hanya menunggu hasil, Pak Presiden.” Agen Russia bermata sipit duduk di depanku, menenggak cognac dalam botol ransum militer. Tatapan matanya sayu, rambut putihnya lebih menyerupai uban daripada warna naturalnya.

“Aku berterima kasih pada Russia karena telah membawakan teknologi militer. Tapi jujur, barang semacam itu kurang berguna melawan StigCell.”

“Mungkin itu lebih ke masalah agen Amerika yang kurang kompeten.”

Alfianus dan Angelita yang berdiri di belakangku tertawa dengan mulut penuh air soda. Gen yang ada pada rambut putih mereka bukan warisanku, tapi sifat sarkas mereka jelas adalah didikanku.

“Apanya yang lucu?” Aku meletakkan tusuk sate, menyeka mulutku dengan tisu.

“Yang dikatakan Pak Vlasov masuk akal.” Alfianus memegang bahuku, mulutnya mendekati telingaku. “Amerika telah gagal menangkap Lotus. Kurasa sesekali tak apa mengganti pelayan anda.” Ia menatap ke mata kiriku yang mengenakan penutup seperti bajak laut.

Tiga tahun lalu, saat jabatanku masih berupa menteri pertahanan dan memegang kendali eksperimen StigCell, seorang subjek tes tiba-tiba mengamuk, mengendalikan hampir seisi lab dalam hipnotis kuatnya untuk saling membunuh.

Aku kehilangan setengah penglihatanku. Setengah dari subjek yang kami culik berhasil kabur, menebarkan teror hingga sekarang, sampai-sampai aku harus menghabiskan lebih banyak uang lagi untuk menyewa agen asing semacam Konstantin Vlasov.

Jujur saja, hutang yang Indonesia ambil telah memuncak. Jika aku masih tak bisa menstabilkan semua ini, maka aku akan menjadi Soeharto selanjutnya.

“Silahkan coba, Pak Vlasov.” Angelita menawarkan sepiring ketupat yang dibungkus daun pisang kepada perwakilan pemerintah Russia tersebut.

Muka pria tersebut tak dapat dibaca, tapi kunyahannya yang cepat menyiratkan bahwa ia sedang menikmati makanannya.

Alfianus masih mengunci pandangan denganku. Jempolnya menunjuk dirinya sendiri.

Kalau dipikir-pikir, anak-anakku juga StigCell. Meskipun mereka tak memiliki pengalaman tarung, tetapi mereka juga adalah pemilik kekuatan unik yang jarang dimiliki orang lain.

“Ayah?”

“Aku sudah menyetujui operasi Hydra. Jika ingin berpijak pada dua perahu seperti saranmu ... maka aku perlu menunjukkan keseriusanku.” Aku memegang bahu anak tertuaku.

Ambisi di senyumnya hampir membuatku lega, terutama saat ia mengangguk. “Aku paham.”

“Jadi bagaimana, Pak Mahfianus?” Vlasov melemparkan senyum formal padaku, kemudian Angelita yang kembali ke sisiku.

“Saya sebagai presiden Indonesia setuju menerima bantuan agen Russia. Tolong bantu anakku dalam operasi pertama mereka.”

Vlasov langsung berdiri menjabat tanganku, muka diplomasinya hilang ditelan kerutan kulit saat ia pamit permisi, membuka pintu mahogani dari ruang pribadiku.

“Ingat, jangan sampai dia tahu bahwa orang Amerika juga telah menarget Lotus.”

“Oke, papa.” Angelita melahap kue chiffon yang tersisa di meja.

“Kami ingat nasihatmu, ayah.”

“Dan, hati-hati. Sekalian, bersihkan penyusup Commander yang tertera di list.”

“Tentu saja.”

...

...

...

Kombinasi sirene polisi dan ambulan yang mensinkronisasi satu sama lain menghasilkan harmoni kekacauan yang dirasakan setiap pengguna jalan. Baik yang lewat maupun berhenti, semua tak mampu menahan diri untuk tak menatap Kijang yang terbalik di trotoar, pengemudinya dibawa masuk oleh petugas medis berpakaian serba putih.

Kemacetan di sepanjang jalan menghasilkan antrian kendaraan yang mengular, menyulitkan mobil polisi untuk membereskan keadaan. Para reporter menyiapkan kamera, tengah memprotes karena dilarang mewawancarai oleh bawahanku.

“Tolong tenang! Kami baru akan memulai investigasi. Mohon beri jalan!” Wakil Kepala Polisi telah mendirikan sebuah tim barikade dan garis polisi.

Aku menepi dari TKP dan duduk di bangku mobil beliau, menyalakan rokok.

Setelah demo 21 Mei, pemandangan ini adalah konsumsi sehari-hari.

Ada-ada saja yang perlu ditutupi.

Dan disini aku menyesali pilihanku menjadi kepala keamanan Mahfianus Iffendy. Di satu sisi, aku mendapat kekayaan dan kekuatan. Tapi, aku harus terus menjilat pantatnya sambil menjadi anjing agen asing, atau menutupi kejar-kejaran StigCell yang ia lepas, seperti sekarang.

“Brigjen Adrian, kami telah mengantongi beberapa informasi penting.” Seorang personel kepolisian berpostur pendek mendekati kaca mobilku sambil memberikan salam hormat.

“Panggil aku Marshal Steam.”

“Siap, Marshal Steam!”

Membuang puntung rokok di jalan, aku menginjaknya sekali, mengikuti laki-laki tersebut. “Coba jelaskan.”

“Menurut saksi mata dan rekaman CCTV, telah terjadi kejar-kejaran antara ASCA, American StigCell Agency, dengan beberapa StigCell teroris. Bermodalkan dua Land Cruiser yang penuh dengan StigCell generik, ketua ASCA, Executioner, memimpin operasi dan hampir menangkap pemimpin teroris tersebut.”

“Dan pada akhirnya, Exectioner gagal?”

Ryan, ajudan pribadiku, melihat ke percikan api dari mobil derek yang kesulitan mengangkut mobil Kijang yang tersangkut. “Betul. Ia diselamatkan rekannnya yang menaiki mobil box. Dapat dikonfirmasi mereka melewati Jalan Hayam Wuruk, namun setelahnya, nihil jejak.”

“Situasi klasik.” ASCA kadang memang tak bisa diharapkan dalam waktu krusial. “Lakukan penanganan seperti biasa.”

“Ada yang berbeda dari kasus ini, Marshal.”

“Hmm?”

Ryan mendekati pipiku, tangan menutup telingaku saat pemimpin ASCA mendekat. “Kali ini bukan ikan kecil. Anda masih ingat kode #666?”

Penghipnotis legenda dalam sekali tatap itu? “Kau yakin?”

“Orangnya tak menyangkalnya, jadi harusnya betul.” Executioner memotong pembicaraan kami. Lehernya dicondongkan ke depan, hampir mengenai Ryan.

Ryan langsung menjauh, memberikan jarak nyaman bagi diskusi kami.

“Seperti biasa, departemen kepolisianmu terlambat, Marshal Steam.”

Dia angkuh dan menyebalkan, seperti biasanya. “Dan seperti biasa, timmu gagal.”

Bau mesiu masih menempel di sekujur tubuhnya saat mata kameranya menatapku, tangan mencoba merangkul bahuku.

Aku langsung menjauh. “Jadi, si legenda hipnotis itu benar-benar berbicara denganmu?”

“Lebih tepatnya telah berhasil menghipnotisku.” Ia mengayun-ngayunkan pistol kaliber tingginya, melepas kartrid amunisi dan memperlihatkanku isinya. Empat dari tujuh peluru hilang. “Jika tidak, aku akan menghajarnya hingga pingsan. Bukannya menembak.”

“MCCM tak mempan?”

“Tidak, mereka bagus saat dihadapkan dengan intrusi kasar seperti hipnotis langsung. Masalahnya, chip kecil itu tak bisa memfilter sugesti lemah yang terasa seperti bisikan.”

“Mungkin kau perlu menyuruh atasanmu untuk melakukan riset baru.”

Ia bergeming, mengangkat kedua tangannya ke udara. “Sedang diusahakan.”

Saat Executioner berbalik badan dari bayangan Monas dan bergumam di tengah terpaan angin, aku tahu bahwa ia sedang merencanakan sesuatu.

“Teknologi baru akan dijual ... diberikan untukmu. Jadi tangkap si Lotus, oke?” Ia melemparkan sebuah perekam suara jadul yang isi dalamnya sudah tercerai berai.

Ada bekas lubang peluru di tengah layarnya. “Barang ini sudah rusak.”

“Aku tahu. Tapi didalamnya ada suara wanita itu. Data berharga tak boleh dibuang, betul?”

“Kecuali jika data itu adalah rongsokan yang tak bisa dipulihkan lagi.”

Executioner menyipitkan matanya. “Kalau begitu kukirimkan memori kameraku.” Ia menunjuk ke mata kamera merahnya. “Disini terekam jelas tampang wanita itu.”

“Itu juga tak berguna. Aku telah terlibat investigasi kode #666 sejak level bahayanya dikategorikan sebagai ‘murderous’ dalam arsip. Ia akan selalu menggunakan topeng wajah saat berkeliaran.”

Executioner menendang bongkahan trotoar jalan yang terkelupas, pecahannya terlesat hingga ke tempat pembuangan sampah di sisi lain jalan. “Lalu, tak ada cara lain lagi?”

Kembalinya Ryan tak bisa lebih tepat waktu lagi, terutama saat ia membawa satu kantong plastik transparan berisikan kaleng bermotif dua garis oranye.

Executioner mengernyitkan dahi. “Itu ... granat asap Russia?”

“Mungkin ada sidik jari wanita itu.” Aku mengacungkan jempolku ke Ryan.

Ryan tersenyum kecil, memberikannya padaku, sebelum direbut Executioner.

“Oh. Bagus.” Ia menggoyang-goyang isinya, sebelum melemparkannya kembali padaku.

“Aku menantikan operasi besarmu di Apartemen Menteng, Marshal Steam.” Executioner melambaikan tangannya saat ia berjalan pergi, menghilang seiring aku mengalihkan fokusku ke peta dan serangkaian dokumen rencana penyergapan yang baru dikatakannya.

Operasi Penangkapan Hydra, penyergapan Commander yang bersembunyi disana. Intel yang disebarkannya ke sesama StigCell selalu berguna untuk membantu mereka kabur.

Jika beruntung, mungkin aku juga bisa menemukan jejak #666 disana.

...

...

...

“Pajak akan mengintaimu, Commander.” Aku mengikuti langkah sandal jepit murahannya.

Commander tak bergeming, menutup pintu setelah VI-PEER dan Bane masuk.

“Apa kabar dengan pengembalian mayat orang itu?”

“Selesai.” VI-PEER mendahuluiku menjawab.

Rak kaca yang berisikan botol vodka dan vas emas memantulkan cahaya dari jendela besar ruangan yang setengah tertutup gorden. Kamar Commander lebih mirip sebuah lapangan yang diberikan sekat-sekat. Televisi berisi pantauan seluruh rekaman CCTV dari kantor pusat di ruang tamu, kipas CPU komputer yang berisik layaknya turbin kincir angin di kamar pribadinya, dan wangi manis dari balik dapur dengan kompor yang masih menyala.

Ubin keramik yang dipijak Bane dan jam dinding yang menemani sandaran VI-PEER disamping sofa televisinya adalah jalan menuju rahasia organisasi. Gudang data dan persenjataan khusus kami. Lalu senjata khususku.

VI-PEER bersiul santai, menyilangkan kaki layaknya ini rumahnya. Ia menyeruput minuman energi di meja kaca, menghabiskan setengah isinya, sebelum menawarkan Bane sisanya.

Bane menolak sambil tertawa, menghela nafas panjang, sebelum berjalan menuju toilet.

“Siapa anak itu?” Commander menjatuhkan dirinya ke satu tempat kosong di samping VI-PEER, mengeluarkan panel kaca bersinarkan radiasi biru.

“Bane. Junior yang telah menjadi teman baikku.” VI-PEER meremukkan kaleng besi yang isinya baru dihabiskan, dengan akurat melemparnya ke tempat sampah.

“Dia bagus?”

“Sentuh satu orang dua kali, dan mereka mati. Menurutmu bagus?”

“Bisa dipercaya?”

VI-PEER tertawa. “Membelot dari pemerintahan karena tak tahan dengan gaya korupsi kroni Mahfianus Iffendy. Jika kau tanya apakah ia setia, maka aku akan jawab meragukan.”

“Dia bawa sesuatu dari profesi sebelumnya?”

“Formasi pengawal Presiden sekarang, jadwal sehari-harinya, basis peletakkan agen asing di Indonesia, dan rincian kekuatan StigCell aktif. Informasiku kupastikan akurat, selama mereka belum menggantinya. Dan kurasa mereka belum, mengingat mereka telah kelabakan dengan serangan Lotus.” Bane membuka pintu toilet dengan pelan, tangannya merapikan rambut hitamnya yang sedikit berair. Lengan bajunya terekspos, sekali lagi menunjukkan bekas luka yang menempel di pergelangan tangannya.

“Kukira mereka akan memberimu posisi bagus. Kenapa membelot?”

Bane menggeleng kepala. “Pada awalnya, aku adalah salah satu dari mayoritas yang gagal mendapat kekuatan dari eksperimen, sehingga mereka menempatkanku menjadi satpam biasa. Hingga kekuatan ini bangkit.”

Jadi, kekuatan juga bisa memerlukan waktu untuk muncul. “Satpam? Kukira profesi semacam itu tak punya akses terhadap informasi berharga?”

“Kecuali jika satpam itu hobi mengais rahasia.” Bane mengeluarkan kaset berlabel ‘classified’, meletakkannya di meja.

Commander dengan dingin mengangguk, fokus dari pandangan matanya tak bisa diketahui.

Satu kali anggukannya mengejutkanku, terutama saat ia mengoper sebotol air mineral pada Bane, memasukkan kaset tersebut ke jasnya. “Aku akan mendatamu.”

“Terima kasih telah menerimaku.” Bane tersenyum, menampakkan lidah diantara giginya.

Pria arogan Commander ini berlagak seperti ia adalah pemimpin saja. Yah, secara finansial, dia berkontribusi besar. Tetapi, yang pertama kali mendirikan organisasi adalah aku.

Commander memutar kepala, pena pada tangan entah muncul darimana saat ia menunjukku. “Giliranmu.”

“Huh?”

“Ceritakan kecerobohanmu sampai membiarkan Executioner mengikutimu.”

“Aku jujur tak tahu bagaimana cara ia menemukanku.”

“Dengan keberuntungan, ingat?” Wajah meledek VI-PEER menyebalkan.

“Jika menurutmu lucu, mengapa tidak?” Aku duduk di samping kursi makan yang ditempati Bane. Ekspresi wajahnya santai saat menerimaku di sampingnya.

Cairan coklat di samping bibir VI-PEER menutupi warna merah bibirnya. “Ayolah, jangan marah.”

“Tidak. Aku hanya benar-benar berpikir bahwa kemungkinan itu ada.”

“Seorang agen pemerintah membuntutimu sampai di dalam taksi, dimana StigCell generik dan personel polisi tiba-tiba muncul hanya beberapa menit setelah kalian kabur. Jika itu hanya bermodalkan beruntung, maka aku akan keluar, Lotus.”

“Oke, oke.” Aku mengangkat tangan, mengaku kalah dengan logikanya. “Beritahu aku jawabannya?”

“Anak penjaja koran dan satpam di bank. Mereka adalah mata-mata kepolisian.”

Gelagat anak itu memang aneh, tapi satpam bank juga?

“Kau gagal menyadarinya.” Commander nafsu dalam mengeksploitasi keunggulannya. “Instingmu telah menurun, ketua Lotus.”

“Ya, ya. Kau puas?”

“Belum, sebelum kau menanggalkan topengmu.”

Aku masih mencoba mencari penyebab turunnya kemampuan deteksi bahaya dan dia disini malah menceramahiku?!

Dari sisi mata, VI-PEER seperti biasanya akan menarik anggota tim lainnya untuk menghindari adu mulut kami, yang sekarang dilakukannya bersama Bane dalam bentuk mengais apapun yang dimasak Commander.

Huh. Tarik nafas dalam-dalam.

Seberapa menyebalkannya pria bertopeng ini, aku masih belum boleh kehilangannya.

“Commander, kau menang. Aku memang melemah, jadi apa kita boleh sudahi ini?”

Lihat selengkapnya