Verdigris

gabriel permata sari
Chapter #1

Bab 1

 

Hening…

Dunia sekelilingnya seakan masih terlelap. Ia menggeliat perlahan, merasakan kehangatan yang ditawarkan oleh selimut beludru yang kini terhampar dibawah kakinya, matanya mulai terbuka, disambut oleh cahaya putih menyilaukan dari lampu kamar tepat diatas kepalanya. Hhhh… 5 menit lagi… pikirnya sambil perlahan meregangkan tangannya untuk mencari telepon genggam yang kini mulai menyuarakan nada dering lembut tanda bahwa pukul 5 telah tiba. Entah mengapa hari ini ia tak ingin terbangun. Badannya terasa berat, amat sangat berat, seakan pikiran dalam kepalanya kini memanifestasikan diri menjadi beban fisik yang menghimpit tubuhnya, membuat tempat tidurnya terasa seribu kali lebih nyaman daripada biasanya.

Ia memaksakan tubuhnya untuk duduk, setelah menghela nafas panjang, matanya mulai mencari pesan dalam notifikasi ponselnya, matanya menyipit, ia belum terbiasa dengan cahaya yang menguar dari layar didepannya. Setelah matanya terbiasa, penglihatannya langsung tertuju pada sebuah nama yang sangat familiar, nama yang saat ini benar – benar tidak ingin ia lihat; Igno. Dadanya kembali terasa sesak. Ia membaca pesan itu perlahan:

“Rona, aku yakin ibuku sudah meneruskan informasinya padamu. Besok adalah hari terakhirku di Surabaya, aku harus kembali ke Jogja untuk menemui ayahku, kamu paham kan apa artinya ini? Aku tidak bisa terus menerus berada di posisi ini na, seminggu lagi aku akan menikah, paling tidak temuilah aku untuk terakhir kalinya malam ini, kamu sudah menjadi teman terbaikku selama aku di Surabaya, aku tidak ingin kata-kataku kemarin menghancurkan persahabatan kita.”

Ia menghela napas lagi, kemudian lanjut membaca pesan – pesan yang lain:

“Rona, apakah kamu baik – baik saja?”

”Rona...”

“Rona, maaf…”

5 panggilan tak terjawab dari Igno

Ia mematikan layar ponselnya dan kembali menidurkan kepalanya yang terasa seberat barbel karena menangis semalaman. Matanya kembali terpejam.

Rona hanyalah seorang gadis yang baru saja mengecap apa artinya menjadi dewasa, belum genap sebulan ia memutuskan untuk tinggal sendiri setelah ulang tahunnya yang ke-20 pada bulan Mei lalu. Namun, kini ia ingin kembali menjadi gadis 18 tahun yang tidak mengenal siapa itu Igno, Igno yang telah menjadi temannya dalam suka dan duka dua tahun ini, Igno yang selama ini menjadi sandarannya dikala keluarganya mulai retak, Igno yang bodoh, yang tiba – tiba menyatakan perasaannya pada Rona hanya untuk melanjutkan kata – katanya dengan “aku sudah dijodohkan na, dijodohkan dengan putri teman ayahku untuk memastikan bahwa bisnisnya bisa tetap berjalan”, Igno yang berhasil meruntuhkan kebahagiaan yang ia sendiri bangun dalam sekejap.

 

Rona tidak mengerti kenapa Igno harus menyatakan perasaannya jika ia memang sudah dijodohkan, Rona hanya bisa terdiam dalam kebingungan, tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan informasi yang baru saja ia terima, seakan hal itu belum cukup buruk, kemarin pagi ibu Igno mendadak menelepon Rona hanya untuk mengabari bahwa Igno harus mengikuti ayahnya tinggal di Jogja untuk mempersiapkan pernikahannya dengan entah siapa minggu depan. Kesendirian sebenarnya tidak berarti apa – apa untuk Rona, ia terbiasa sendiri, namun kesendirian itu kini terasa menyesakkan dan penuh dengan kepedihan, kedatangan Igno yang hanya sesaat mampu merusak ketenangan Rona yang selama ini bahagia dalam kesendiriannya. Rona paling benci dengan perasaan ini, perasaan yang membuatnya lemah, perasaan bahwa ia membutuhkan seseorang. Rona kuat, mandiri, ia bukan wanita yang cengeng, tapi kenapa? kenapa sekarang ia harus merasa membutuhkan seorang laki – laki, seorang Igno, untuk merasa tenang? Rona kembali tenggelam dalam pikirannya.

Lihat selengkapnya