Asli, sekarang kepalaku sedang pusing tujuh keliling. Siapa yang tidak pusing dong melihat orang mondar-mandir seperti Takahashi san ini? Mana raut mukanya kelihatan stres lagi! Baru kali ini aku melihat beliau seperti itu. Walaupun Akuntansi tuh bagiku sulitnya bagaikan pelajaran Geometrinya Matematika, tapi aku tidak pernah tuh melihat wajahnya stres seperti yang sekarang ku lihat.
"Tia san, aku mohon mengerti. Sekarang sedang bahaya, yaa. Tenang. Tolong tenang. Saya sudah bohong ke Moritaka san. Saya..."
"Maaf. Minta maaf, yaa Takahashi san." Aku menunduk. Aku tidak mau membuat Takahashi san ngomong lagi. Sepertinya beliau sudah lelah. Lagipula, bahasa Indonesia beliau masih belepotan. Kasihan juga sih kalau dipikir-pikir. Pasti beliau sudah berusaha berpikir ekstra keras sekarang ini untuk selamat dari Letjen seram itu, juga untuk berusaha berbicara denganku menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Tentu saja supaya aku mengerti.
"Kamu tidur saja, ya."
"Lho? Anda?"
Set! Wajahnya yang tadi menatap jendela, kini jadi menatapku. Busyeet! Dingin banget!
"Kamu bicara sendiri, kan? Saya laki-laki, kamu wanita. Tidak boleh, kan?"
Blusssh! Mukaku jadi merah padam semerah buah tomat. Kenapa sih? Segitu marahnya ya gara-gara aku berniat nyelametin remaja Romusha tadi? Tuh muka dingin banget sih saat bilang begitu?! Lagipula aku kan tidak minta dia tidur di satu tempat yang sama denganku. Bisa saja kan dia tidur di kursi kek? Sofa kek? Huh! Sudahlah! Pusing juga sih kalau dipikirkan.
"Saya juga tidak tidur." Aku menarik salah satu kursi kayu di depan meja bulat lalu duduk sambil menyilangkan kedua tanganku. Takahashi san hanya mengedikkan bahu lalu kembali menatap jendela. Tidak biasanya, kami saling membisu.
Tok! Tok!Tok!
"Gerarudo san!" Seru Takahashi san.
Aku kaget sampai langsung bangkit dari kursi dan menghampiri jendela. Sepertinya suara Takahashi san tadi terlalu keras, karena Gerald meletakkan telunjuk ke bibirnya sambil tengok kiri-kanan. Aman. Gerald memanjat jendela dan...wow! Wujudnya manusia! Kok... kok bisa?!
"You crazy! Aku hampir mati karena menyelamatkan pekerja romusha-mu itu! Tentara Jepang geraknya cepet juga, ya!"
Gerald menjatuhkan diri di kursi yang tadi aku duduki. Aku jadi merasa tidak enak pada Gerald. Senang sih mendengar remaja Romusha itu sudah ditempatkan di tempat yang aman. Tapi yang bikin aku bingung sekarang ini tuh, kenapa wujud hologramnya bisa berubah menjadi manusia?
Mata biru Gerald menatap wajahku. Swing! Aku langsung memalingkan muka. Ketahuan ya aku penasaran dengan perubahan wujudnya?
"Sepertinya efek hologramnya sudah habis. Itu artinya, aku sudah melewati 24 jam dari aku menyentuh layar mesin waktu di masaku. Hmm, penemuanku ini yang paling ku banggakan." Gerald menyibak rambutnya dengan raut wajah bangga. Ooh, jadi begini yaa wujud Gerald yang sebenarnya. Rambutnya pirang agak gondrong dikuncir ke belakang. Jas labnya ternyata banyak noda kotor, dan dibalik jas labnya ia memakai seperti kaos yang kelihatannya ringan sekali bagai bulu tapi terlihat hangat. Aku yakin sekali tidak ada baju sebagus itu dijual di zamanku. Namun sepertinya, Takahashi sanĀ tidak terlalu memikirkan wujud Gerald. Wajahnya terlihat serius banget seperti memikirkan sesuatu.
"Sekarang jam dua pagi. Kalian mau gimana?" raut wajah Gerald kembali serius.
"Saya mau cari LCD untuk pulang, yaa."
"Ta... tapi Takahashi san, ini 1942 lho. Sembilan belas empat dua! Tidak ada yaa."
"Ada. Saya tadi liat. Ada."
"Dimana?!" Aku dan Gerald kompak menatap Takahashi san. Bagiku, kata-katanya tadi seperti dewa penyelamat. Yes! Hore! Aku bisa segera pulang ke jamanku!