Verleden

A.M.E chan
Chapter #9

I'm Sorry and Goodbye, Papa (Takahashi's Apologize)

Untung saja sebelum pergi menjauh dari Takahashi, Gerald sudah menempelkan alat pelacak di bajunya, jadi Gerald tidak perlu susah payah mencarinya. Ternyata, ia masih berada di sekitar Borobudur. Yaah, kalau dipikir-pikir wajar sih ya karena tidak bisa menginap di hotel juga mengingat mereka tidak punya uang jaman itu.

"Takahashi!"

Takahashi menoleh sampai kaget karena tiba-tiba diteriaki. Tidak menyangka ternyata Gerald datang menemuinya... sendirian?

"Gerarudo san, Tia san dimana ya?"

Takahashi san sudah sadar dari kekagetannya.

"Itu dia. Tadi memang aku bersamanya dan tiba-tiba... ada orang-orang jahat yang menculiknya. Aku tidak bisa melawannya sendirian. Aku minta bantuanmu. Ayo cepat."

Takahashi san kaget banget mendengar repetan cerita datarnya Gerald. Langsung saja deh Takahashi san buru-buru pergi bersama Gerald.

******

Takahashi san bengong saat Gerald menggiringnya ke... Borobudur? Cahaya lampu yang menerangi Borobudur di malam hari ternyata luar biasa indah. Kalau seandainya Takahashi san tidak dalam kondisi panik, mungkin ia bakal diam mematung saking takjubnya dengan keindahan Borobudur.

"Gerarudo san! Tia san dimana? Kenapa kita kesini?"

Gerald tidak menjawab malah kabur meninggalkan Takahashi sendirian. Takahashi terdiam bingung. Namun, saat hendak berlari untuk mengejarnya tiba-tiba...

"Oh, Anda yaa yang mau ketemu saya?"

Tap! Takahashi san menahan langkahnya. Matanya membulat menatap seseorang yang berdiri di depannya. Seorang pria berkemeja batik dan bercelana panjang hitam. Senyumnya ramah dan berwibawa. Papa...

"Hm? Anda... orang Indonesia? Wajah Anda..."

"Watashi [1]...eh! Bukan! Saya... orang Indonesia!" Takahashi san buru-buru mengoreksi kata-katanya. Pria itu terlihat celingak-celinguk seperti orang bingung.

"Saya... tadi ditelepon Tia san. Ada laki-laki pakai baju biru muda dan celana biru tua, berkulit putih, nee. Mau ketemu saya. Katanya, dia suka sekali sejarah. Hmm... maaf apa Anda yang namanya hmm... sebentar." Hiroki san mengeluarkan semacam notes dari tas kecilnya.

"Ah! Bejo Saparto."

Hah? Takahashi san bengong sesaat lalu menepuk wajahnya. Ternyata ini memang ulahTia. Dia kan suka spontan dan sembarangan. Begitulah yang ada di pikirannya.

"Minta maaf yaa, saya... salah orang ya?"

"Ah, tidak!" Takahashi san buru-buru menahan Hiroki san yang hendak pergi entah kemana. Hiroki san seperti tersenyum lega, lalu mulai menjelaskan segala macam hal tentang Borobudur. Mulai dari sejarah terbentuknya, arti enam tingkatannya, sampai penjelasan ornamen-ornamen yang terpahat di Borobudur juga! Dalam hati, Takahashi san menggerutu. Apa asyiknya sih belajar sejarah? Apa asiknya sih mempelajari yang sudah berlalu? Yang berlalu yaa biar saja berlalu ngapain diungkit lagi? Takahashi san diam-diam mengeluarkan permen bahasa yang sempat ia terima dari Gerald.

"Gimana? Borobudur menarik, kan?" Hiroki san menutup penjelasan soal Borobudur sambil menatap candi megah di depannya. Nggak denger dan nggak mau denger! Takahashi san sih inginnya berkata begitu, tapi ia hanya bisa mengangguk. Sekarang kan dia sedang menjadi Bejo Saparto. Dasar Tia!

"Kenapa... Anda suka sejarah? Kenapa... Anda suka Borobudur?"

Hiroki san terdiam beberapa saat. "Borobudur yang memanggil saya."

Bosan! Takahashi san merengut. Alasan klasik yang sudah ia dengar ribuan kali dari kecil sampai detik-detik bertengkar dengan Ayahnya ini. Borobudur memang bagus sih tapi tidak perlu sampai segila ini kan? Tidak perlu sampai bolak-balik Jepang-Magelang tiap bulan, kan? Dan yang terpenting! Tidak perlu juga memaksakan anaknya untuk melanjutkan 'misinya' meneliti Borobudur, kan?

"Anda... tidak suka Borobudur, ya?" Mata teduh Hiroki san menatap lembut Takahashi san. Bikin wajah merengut yang daritadi nangkring di wajahnya, seketika itu menciut jadi datar. Cuma bisa diam tidak bisa bilang iya atau tidak.

Lihat selengkapnya