"AAAAAN!" Tiba-tiba aku berteriak sambil memandang ke arah seorang anak laki-laki berkaos hitam yang sedang membawa belanjaan sambil memakai payung. Sabodo teuing aku langsung menerjang hujan meninggalkan Gerald dan Takahashi san yang sedang terbengong-bengong melihatku. Gila! Jalannya cepat banget! Aku sampai susah menyusulnya dan akhirnya! Aku berhasil meraih bahunya tapi....
"Mba siapa ya?"
JEDEEER! Ini bukan efek yaa, memang beneran ada petir saat cowok itu menengok ke arahku. Aku yakin dua ratus persen kalo anak laki-laki di depanku ini... BUKAN AAN! Masa iya Aan tonggos begitu giginya? Iuuuh! Jelaslah salah orang.
"Sori ya, dek. Mba salah orang, kirain adek saya." Aku langsung ngibrit meninggalkan si cowok tonggos dan... bau ketek itu! Huft! Kok bisa sih aku salah orang!
"Itu tadi siapa?"
"Tidak penting, ya Takahashi san." Aku membuat tanda silang dengan kedua tanganku. Untung saja Takahashi san cuma mengangguk cuek.
"Saya tadi beli tiga payung. Mau pakai?" Takahashi san mengeluarkan tiga payung lipat dari plastik belanjaan. Yaa, langsung saja aku ambil dan pakai, kemudian menerobos hujan yang masih deras-derasnya. Ini Cirebon. Ini komplek rumahku dua puluh satu tahun yang lalu. Tanpa mereka, aku bisa pergi sendiri.
"WOOY! TIA! Tungguuu!" teriakan Gerald tidak aku gubris. Takahashi san yang mengekor di belakangku pun tidak aku pedulikan. Ini kesempatanku satu-satunya untuk mengungkap kenapa saat itu sikap Aan jadi berubah banget?
*******
"Gerald, ini tanggal berapa sih?" Aku menengok dengan wajah kesal ke arah Gerald yang berdiri di samping kananku. Dengan muka cueknya, Gerald memandang kotak kayu. Terlihat angkanya terus berganti. Sepertinya itu detik. Di atasnya ada semacam tulisan 'date', 'month' dan 'years' yang terisi tahun 2000. Delapan agustus. Waah ini mah kejauhan dua hari dari waktu kepindahan Aan! Tapi tidak mengapa deh. Aku penasaran. Mungkin saja hari ini telah terjadi sesuatu yang tidak aku ingat.
Ah! Hujannya sudah reda. Aku menutup payung diikuti Gerald dan Takahashi san. Waktu di kotak kayu Gerald sudah menunjukkan pukul empat sore. Seharusnya nih, jam-jam segini tuh jamnya anak-anak SD main keluar. Tapi kok sepi ya? Ah! baru aku pikirkan, tiba-tiba saja ada seorang anak perempuan berambut keriting berkulit sawo matang. Itu kan... Neli?
"Cepat ngumpet!"
Lho? Lho? Kok si Gerald sembarangan saja menyeret tanganku dan... memaksaku ngumpet di balik semak rumah orang!? Ngapain coba? Takahashi san juga bukannya menahan aksi gila Gerald, eeh malah ikutan ngumpet juga.
"Gerald, ngapain sih kita harus ngumpet begini? Gue mau keluar." Aku hendak keluar dari semak-semak yang membuat kulitku gatal-gatal dan muncul bentol-bentol karena banyak nyamuk ini, tapi Takahashi san malah menarikku untuk kembali ke tempatku.
"Jangan, ya Tia san."
"Takahashi san juga? Kenapa? Saya mau ketemu anak perempuan tadi."
"Lo tuh emang bego atau sengaja bego sih di depan Takahashi?"
Set! Aku melotot ke arah Gerald. Kali ini volume suaranya memang kecil, tapi pilihan kata-katanya itu lhoo. Nyelekit! Sembarangan banget ngatain aku bego!
"Sori yaa kalo gue bego di mata lo. Pokoknya gue lagi nggak mau main petak umpet sama lo. Takahashi san sih polos jadi dia cuma ngikut lo doang. Gue mau keluar."
Gagal. Tanganku kali ini ditarik keras-keras sampai pantatku mendarat di tanah becek. Aw! Sakit banget lho! Udah mah sakit... celana gueee! Huhu... jadi ketempelan tanah becek kan!
"Gerald! Apa-apaan sih?! Celana gue kan...."
"Oke sori. Lo nggak tau ya hukum penjelajahan waktu?"
Hah? Aku bengong. Mukaku yang tadinya merah siap mengeluarkan letusan kemarahanku kepada Gerald, seketika itu berubah jadi raut bingung. Aku garuk-garuk kepala. Mana aku tahu? Aku mah taunya hukum dilarang buang sampah sembarangan, dilarang telat datang ke kantor, atau dilarang kentut saat sedang sholat. Hukum penjelajahan waktu? Yaa jelaslah aku tidak mengerti. Mau nanya ke Profesor yang sudah botak beruban juga pasti tidak akan tahu!
"Tia san. Kalo Tia san bicara dengan anak perempuan tadi, sejarah Tia san juga akan berubah. Itu pengaruhnya besar, ya. Jadi tidak boleh."
"Tuh, Takahashi aja tau masa lo nggak tau. Payah."
Aku merengut. Aku berterimakasih banget pada Takahashi san yang sudah berbaik hati dan dengan bahasa Indonesia yang terbatas, menjelaskan alasan Gerald melarangku menyapa Neli. Tapi, Gerald? Huh! Dasar mulut berbisa! Bisa kan jelasin baik-baik tidak harus ngomong nyelekit?