Verleden

A.M.E chan
Chapter #12

Pertemuanku dengannya....

Rumah sakit Putera Bahagia. Begitulah yang ku lihat di mobil ambulans yang membawa 'Aku' tadi. Sekarang ini aku berdiri di depan ruang ICU. Aku benar-benar tidak ingat kalau aku pernah mengalami ini. Mataku kosong hatiku tersayat menatap diriku di waktu kecil sedang terbaring masih tak sadakan diri. Infus, alat detektor jantung, dan alat lain yang tidak aku tahu, banyak menempel di tubuh 'Aku'.

"Tia."

Aku menoleh. Gerald dan...Takahashi san? Aku tidak menyangka mereka ikut menyusulku kesini. Aku sudah mengira mereka sudah balik ke tahun 2021. Soalnya daritadi aku tidak melihat mereka.

"Maaf, yaa. Aku...."

Puk! Takahashi san menepuk lembut bahuku. Mengarahkan kepalanya ke kursi kosong di depan Mama yang sedang menangis sesenggukan dan Papa yang sedang sibuk menenangkan Mama. Sedih banget aku melihatnya. Tapi aku memutuskan untuk menerima tawaran Takahashi san untuk duduk. Semoga saja dengan duduk, aku bisa sedikit tenang .

"Kamu mau minum?" Takahashi san menyodorkan botol air minum kemasan yang dibelinya tadi.

Aku menggeleng. Takahashi san memang baik banget, yaa. Dia sangat khawatir padaku. Tapi, aku tidak mau menyusahkan beliau lagi. Toh, aku juga masih shok pasca kejadian yang ku lihat tadi.

"Lo mau sampai kapan disini? Jangan bilang lo mau tinggal di tahun ini terus?"

Set! Bukan aku doang kali ini yang menengok ke arah Gerald, tapi Takahashi san juga. Ini orang memang berhati Kutub Utara atau memang hatinya sudah ikutan mati juga? Orang masih shok melihat peristiwa kecelakaan yang menimpa diri sendiri, lha kok malah ditanya begitu? Mana judes banget lagi cara bertanyanya!

"Lo kalo mau pulang, pulang aja sendiri sana! Sampe gue bisa lurusin ini semua ke Aan, gue nggak mau pulang! Takahashi san, kalo Anda mau pulang juga tidak apa-apa, yaa." Wajahku sama datarnya dengan Gerald tadi, saat ngomong ke Gerald dan Takahashi san. Aku benar-benar sedang tidak mood berekspresi sekarang ini.

"Oke! Fine! Gue pergi! Takahashi, lo ikut?"

Takahashi san menggeleng. "Saya mau disini dengan Tia san. Kasian dia sendirian."

Wajah Gerald tersenyum sinis. Nyebelin banget dilihatnya! Kalau seandainya aku tidak sedang shok nih, tangan mungilku ini sudah menampar mukanya bolak-balik kali yaa!

"Oke deh. Jagain si cengeng itu yaa. Jangan sampe aja mati kelaperan."

HUH! Dasar Gerald sialaaan! Manusia tidak punya hati! Muka badak! Mulut berbisa! Wajah drakulaaa! Hatiku sudah berkoar-koar saja memuntahkan semua kekesalanku pada sikap Gerald. Sudah mah dia pergi seenak jidat saja meninggalkan kami, eeh sebelum pergi pun meledekku segala!? Haruskah begitu?! Makasih ya! Makasih! Pergi saja sana sampai ke zaman Dinosaurus, biar digigit sama binatang purba disana sekalian!

"Tia san..."

Aku menoleh gelagapan. Kaget lah tiba-tiba saja Takahashi san memanggilku. Aku kan tadi sedang menyumpah serapah Gerald yang seenaknya saja pergi meninggalkanku dan Takahashi san.

"Tia san?"

"Ah! I... iya?" Duh! Aku melamun lagi!

"Kamu pucat bangat, ya. Mau makan roti? Tadi saya beli juga." Takahashi san berkata begitu sambil merogoh-rogoh kresek putih besar yang ternyata daritadi dibawanya. Deg deg! Perasaan aneh ini lagi-lagi muncul. Aku sadar kalau beliau bertanya begitu, pasti karena merasa bertanggung jawab sebagai atasanku di kantor. Tapi... untukku... kok aku merasakan perasaan yang berbeda? seperti... berbunga-bunga gitu? Di saat seperti ini? Oh my God, Tia! Kamu gila! Ingat! Beliau itu atasanmu!

"Kamu seperti kurang sehat, ya Tia san." Wajah Takahashi san menatapku dengan raut sedih.

"A! aah... tidak tidak Takahashi san. Ayo kita makan." Aku buru-buru mengambil roti dari tangan Takahashi san. Aku tidak mau membuat bosku yang baik hati ini khawatir. Beliau sudah berbaik hati menolak ajakan Gerald sialan itu untuk menemaniku. Aku tidak mau dong menyusahkan beliau lebih dari ini.

Tiba-tiba tanganku tertahan saat ingin memakan rotiku. Aku menoleh bingung ke arah Takahashi san. Beliau kenapa ya? Kok mendadak matanya menatapku dalam? Menarikku pelan-pelan untuk mendekatinya, dan sekarang jarakku dan dia... dekat banget! Duh! Ini gawat! Takahashi san tiba-tiba kesambet setan ya? Soalnya aku pernah lihat di sinetron-sinetron. Kalo jarak sedekat ini tuh, pasti si cowok bakalan....

"Kita... ke toire* dulu, yaa."

Hah? Aku bengong menatap Takahashi san. Pertama, aku kaget karena bahasa Indonesianya kembali kaku, kedua bukan ciuman seperti yang aku takutkan, tapi... ke toilet? Kita? Helooo! Ini lebih parah dari yang aku bayangkan. Mengajak ke toilet bareng? Takahashi san beneran sudah gila apa ya?

"Mi... minta maaf ya, Takahashi san. Saya... tidak bisa ke toilet bersama Anda."

Aduh! Aku melihat wajah Takahashi san sekarang seperti orang bingung. Kata-kataku tadi salah ya? Yaa memang aku tidak mau kok ke toilet berdua dengan beliau. Ih! Walaupun aku mengakui beliau ganteng banget seperti artis Jepang Miura Haruma itu, tapi... melanggar norma agama? Big no!

"Hahahahahahahaha...."

Lha? Nih cowok kenapa dah tiba-tiba ketawa? Aku cuma bisa memiringkan kepala ke kanan. Takahashi san tidak mendadak gila kan? Berabe aku kalau beliau mendadak gila. Rumah sakit ini kan tidak ada dokter spesialis penyakit jiwa.

"Tia san hahaha... bukan yaa bukan bersama-sama. Topi nee, kalo lepas disini bahaya yaa. Hahaha... Tia san lucu banget ya."

Ah! Bodohnya aku! Aku menepuk jidatku sendiri. Ini nih efek shok terlalu lebay sampai berpikir yang tidak-tidak. Maksud Takahashi san mengajak ke toilet tuh untuk melepas topi yang bikin tubuh jadi tak terlihat ini. Kalo dibuka di sembarang tempat? Bisa bikin jantungan orang-orang yang melihat kami tiba-tiba muncul.

"Ayo, Tia san. Sudah lapar, nih." Takahashi san masih dengan senyam-senyum manisnya, menggandengku. Mengajakku jalan bersamanya. Jujur, sentuhan tangannya di pergelangan tanganku ini... bikin aku lupa akan rasa shok atas kejadian ini.

******

"Tia san, kenapa tidak makan?"

Aku menaikkan bola mataku setengah tiang, dan menurunkan roti yang baru ku makan secuil itu dari mulutku. Mana bisa aku makan? Bukan karena rotinya tidak enak, ya. Tapi...yaa karena memang tidak selera makan saja. Bagaimana bisa aku makan kalau kata-kata Aan masih menari-nari di telingaku. Ditambah lagi sekarang, aku dan Takahashi san ditinggal pergi oleh Gerald sialan-anti bertanggung jawab itu. Rasanya kalau ingat Gerald, ingin rasanya ku lempar sepatuku yang tidak berdosa ini ke mukanya yang datar itu!

"Takahashi san, kita... bisa pulang ka?"

Takahashi san yang tadinya hampir memasukkan roti ke mulutnya, seketika itu berhenti dan menurunkan rotinya.

"Kamu tidak usah pikirkan itu, ya Tia san."

"Tapi...."

Telapak tangan Takahashi san mendadak mendarat di atas kepalaku lembut. Bikin jantungku lagi-lagi harus kerja ekstra keras menahan perasaan aneh yang makin meluap-luap ini.

"Nanti saya pikirkan cara lain. Anda tidak boleh sakit, ya. Anda kelihatan tidak sehat."

Kadang aku suka lucu dengan gaya bicara Takahashi san yang berusaha berbicara bahasa Indonesia karena tidak memakan permen bahasa kali ini. Patah-patah dan kaku. Aku sampai reflek senyam-senyum sendiri lalu lanjut melahap roti cokelatku. Beliau tuh memang bisa yaa mengambil hatiku!

Lihat selengkapnya