
Untung aku selalu membawa tisu kemana saja dan kapan saja, jadi aku bisa puas-puasin nenangis menumpahkan semua kesedihan dan kekecewaan hati. Takahashi san hanya diam menatapku. Terkadang, dia menepuk-nepuk bahuku. Selama aku menangis, beliau tidak bicara apa-apa. Bikin aku makin bete, karena aku memang tidak suka suasana sepi. Walaupun aku sedang menangis, aku kan bukan patung yang cuma bisa dilihat dan ditepuk-tepuk.
"Kenapa... Anda ada disini?"
Takahashi san yang tadinya kelihatan banget terus menatapku, jadi memalingkan muka. Diam.
"Kenapa?" Tangisanku mulai reda karena penasaran. Ini bos bukannya memikirkan pekerjaan Akuntansinya yang seabreg bikin kepala mumet itu, eeh malah ikut-ikutan ke Cirebon. Ngapain coba? Aku yakin kata-kata 'Empal' tadi cuma asal saja muncul di kepalanya. Soalnya kan aku pernah cerita sedikit soal makanan khas Cirebon.
"Saya datang dengan Gerald."
Set! Hidung penuh ingus-mata sembab dan wajah berantakan gara-gara air mata yang membasahi make up hasil karya adikku, aku tunjukkan ke Takahashi san. Heloo?! Gerald? Tidak mungkin banget! Bohong nih orang!
"Boong."
"Saya tidak bohong, yaa Tia san."
"Nggak mungkin! Gerald kan udah...."
"Nih, minum dulu. Wajah lo kayak abis ditonjok petinju kelas berat, tau."
Suara berat dan nada jutek ini... aku mengangkat wajahku pelan-pelan. Awalnya aku melihat sebotol air mineral dingin yang dipegangnya, lalu baju aneh yang kainnya terlihat sangat ringan bagaikan bulu, namun bentuk bajunya seperti layaknya baju biasa, jas lab anehnya. Rambut pirang... Oh my God! GERALD?!

"Haaa?!"
"Jelek banget wajah bengong lo. Nih minum!" Gerald membukakan tutup air mineral lalu memaksaku menerimanya. Hih! Dasar tidak berubah! Masih saja jutek-tukang maksa bin nyelekit kalau ngomong!
"Lo mau ngajak gue sama Takahashi san jelajah waktu lagi, ya?" Tanyaku di sela sesenggukanku.