Takahashi san berhenti melangkah dan berdiri tepat di depan sebuah rumah. Wah! Rumahnya besar sekali untuk ukuran orang Tokyo. Fix! Takahashi san pasti orang kaya! Karena setahuku harga tanah di Tokyo mahal banget, dan orang tua Takahashi san punya rumah sebesar ini tuh langka!
"Ini rumah masa kecil saya."
"Hahahaha, rumahnya jaaa... HMMPH!" Aku harus berjinjit untuk membekap mulut Gerald yang pasti ingin melontarkan kata-kata 'hinaan' yang maksudnya sih jujur. Gerald melepas bekapan tanganku.
"Asal lo tau yaa hei Gerald si manusia masa depan. Harga tanah di Tokyo tuh super mahal! Punya rumah segede ini tuh sudah wow banget! Kamu ngerti wow nggak?!" Nada bicaraku ditekan-tekan saking kesalnya. Tapi, wait! kok rumahnya sepi amat ya? Seperti tidak pernah dihuni. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.
"Gerarudo san, saya boleh pinjam topi transparan itu lagi?" Mata Takahashi tidak lepas menatap rumah itu. Sepertinya jawaban dari pertanyaannya ada disana. Gerald hanya mengedikkan bahu lalu mengeluarkan topi biru muda dari tas ranselnya. Takahashi san menengok ke kiri-kanan, tidak ada orang. Beliau membuka pintu pagar yang tidak digembok itu. Pergi menuju halaman belakang, dan masuk ke sebuah lemari besar seperti gudang.
"Ada!" Beliau mendapati sebuah kunci yang sepertinya kunci rumah tergantung di dinding lemari besar itu. Begitu kami masuk, suasana yang kental sekali dengan Jepang langsung menyambut kami. Walaupun sudah berdebu sana-sini, tapi menurutku rumah Takahashi sangat nyaman dan luas sekali. Kami tiba di ruang besar bertatami [1]. Sepertinya ruang keluarga, karena ada TV dan foto-foto terpajang di atas lemari.
Takahashi seketika tertegun saat menatap sebuah foto dengan bingkai berukuran sedang. Gerald yang daritadi diam mengamati ruang keluarga, lihat sana-sini, sentuh sana-sini, menyadari Takahashi sedang menatap foto itu cukup lama.
"Ooh."
Takahashi reflek berbalik saking kagetnya karena tiba-tiba Gerald berada di sampingnya. Gerald tersenyum penuh arti. Kedua tangannya ia silangkan di belakang. Takahashi memasukkan bingkai foto itu ke dalam tasnya, lalu menarik tangan Gerald.
"Saya boleh ambil ini ka?"
"Itu kan barang keluargamu. Kenapa harus izin aku?"
"Karena kita sedang wisata mesin waktu, ya. Saya takut terjadi sesuatu yang tidak-tidak."
"Toh nggak ada orang di rumah ini, dan ini juga rumahmu. Walaupun ada perubahan yaa cuma kamu yang merasakan. Menurutku ya nggak pa-pa."
"Terimakasih."
"Takahashi san minta maaf yaa. Pigura jadul yang terpasang di atas pintu geser ini apa ya? Fotonya ada yang hitam putih. Pasti kakek-nenek Takahashi san, ya." Aku yang daritadi diam karena terkagum-kagum dengan interior ala tradisional Jepang, merasa penasaran banget dengan foto-foto yang tergantung di atas.
Takahashi san ikut menengok ke arah yang aku tunjuk.
"Ah, itu foto...." Takahashi san tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat melihat foto di baris akhir.