Diluar dugaan, aku tidak bisa tidur. Guling sana guling sini tetap mata ini tidak mau terpejam. Aku masih kepikiran kata-kata Mama soal Satrio, juga soal Karin yang katanya pernah melihat dan bertemu Takahashi san. Kapan? Kenapa? Apa Karin salah mengenali orang? Aku penasaran! Aku bangkit dari tempat tidur. Memandangi sekeliling kamar yang lumayan bagus bagiku.
"Takahashi san dan Gerald sudah tidur belum ya... ?" Aku berjalan menuju pintu kamar. Namun aku mengurungkan niat untuk membuka pintu kamar. Mana mungkin aku mengetuk pintu mereka dan masuk ke kamarnya? Tidak, Tia! Itu tidak sopan dan melanggar norma agama! Aku kembali merebahkan diri ke kasur. Aaah! Tidak bisa! Aku memutuskan keluar kamar, dan pergi menuju lobi. Aku berniat memesan teh atau susu biar aku bisa cepat tidur. Diluar dugaan, aku melihat sosok yang sangat ku kenal. Sosoknya yang memakai kemeja kotak-kotak biru-hitam, sangat membuatku terpana. Matanya yang dibingkai kacamata, sangat cocok dengan wajahnya yang bak pangeran negeri dongeng dengan rambut pirangnya. Dialah Gerald von Genish, ilmuwan nyebelin bermuka datar yang kalau ngomong sama aku entah kenapa selalu dengan nada jutek.
"Gerald...."

Cowok bule itu mengarahkan wajahnya ke arahku. Wajahnya yang sangat ganteng diatas rata-rata itu, bikin wajahku terasa panas. Aku reflek memalingkan mukaku. KLAP! Terdengar suara buku ditutup. Aku memandang buku yang tadi dibaca Gerald. Lumayan tebal.
"Lo... lo lagi baca apa?"
"Hukum Penghitungan Massa Black Hole." Gerald melepas kacamatanya dan menatapku dengan wajah datarnya. Aku yang mendengar judul bukunya, mendadak pusing. Bisa-bisanya nih orang baca buku berat begitu setelah melakukan perjalanan waktu yang jujur saja sangat menguras energi.
"Lo nggak tidur?" Aku menggeser kursi di depannya lalu duduk. Berusaha memberikan senyum, walaupun aku agak kaku berhadapan dengannya. Bagiku, dia terlihat sangat jauh dan sama sekali tidak ramah. Wajahnya selalu menekuk atau datar, yang bikin aku malas sekali membuka pembicaraan dengannya. Tapi, aku teringat kata-kata Takahashi san untuk mengingat kebaikan Gerald.
Gerald melepas kacamatanya dan menaruhnya di sebelah buku anehnya itu. Tangannya terlipat di depan dada dengan punggung menyandar ke kursi.
"Gue nggak biasa tidur. Mungkin... karena gue seorang ilmuwan. Lo tahu? Ilmuwan itu jarang tidur karena harus memikirkan penemuan apa lagi yang harus dipublikasikan demi kebaikan penduduk dunia." Setelah bilang begitu, matanya kini menatap jendela kaca yang kebetulan mengarah ke jalanan. Menampilkan indahnya lampu-lampu kendaraan dan gedung-gedung sekitarnya. Tangan kanannya menopang dagu.
"O... oh, gitu." Aku jadi ikut-ikutan menatap jendela. Hening. Tidak ada percakapan sama sekali. Bete! Aku tidak suka suasana canggung seperti ini. Ah! Baju itu! Aku baru sadar Gerald tidak memakai jas labnya. Baju yang dipakainya sekarang nampak sangat normal! Seperti baju biasa di jamanku. Ternyata, di jamannya ada juga model baju seperti di jamanku. Walau kaos warna hitamnya itu tetap membuatku penasaran. Benar-benar seperti terbuat dari kain yang belum pernah aku lihat. Saangaat lembut.
"Kenapa daritadi lo liat baju gue sih? Aneh ya gue pakai baju selain jas lab?"
Ah! Aku langsung memalingkan mukaku. Aah! Malu beraat! Pikir Tia! Pikir! Akhirnya, aku cuma bisa diam. Ah! Tiba-tiba, aku teringat kegalauanku! Coba ku alihkan saja dengan itu!
"Gerald. Tadi pas gue ngobrol sama Mama dan adik gue, adik gue bilang pernah liat dan bertemu Takahashi san. Apa sebelum tahun 2031 gue pernah mengenalkan Takahashi san ya?"
Kepala Gerald seketika itu bergerak ke arahku. Wajahnya yang datar, menatapku. Cuma sesaat, setelah itu senyum tipis dinginnya terukir di bibirnya. Aku menghela napas. Mana mungkin Gerald yang sok misterius itu bakal jawab pertanyaanku.
"Mungkin saja, kan? Mungkin saja lo mengenalkan Takahashi ke adek lo karena ada hal penting dalam hidup lo yang harus adek lo tahu."