Verleden

A.M.E chan
Chapter #22

Rumah Gerald

"Lo kenapa, Gerald? Lo... nggak pa-pa, kan?"

Raut kaget langsung menghiasi wajahnya saat melihatku. Telapak tangannya menutup wajahnya. Ini pasti ada sesuatu, begitulah pikirku. Aku curiga telepon tadi pasti dari orang yang sangat mengganggu Gerald. Lihat saja wajahnya jadi makin menekuk dari biasanya. Seperti memikirkan sesuatu yang berat.

"Gue nggak pa-pa. Ah! Kalian... mau ke rumah gue?"

"Boleh!"

"Mau!"

Aku dan Takahashi san kompak menjawab senang tawaran Gerald. Gerald mengeluarkan semacam tongkat mini, kemudian mengeluarkan semacam tali dari lubang tongkat.

"Pegang ini. Kita akan berteleportasi."

"Hm? Tere.... ?"

"Pindah tempat dengan cepat ya. Bahasa Jepangnya Shunkan Idou."

"Wah! Teleportasi (baca: terepootashi)! Zaman ini sudah bisa teleportasi?! Luar biasa!" Raut wajah Takahashi san sangat cerah ceria sejak datang ke masa ini. Yaah, setelah kejadian aku jatuh tadi, beliau selalu memasang raut senang, antusias, mata berbinar-binar. Aku tersenyum. Baru kali ini aku melihat bosku seceria ini. Seperti anak kecil yang mendapat mainan impian dari orang tuanya.

"Oke, gue pencet ya tombolnya." Gerald memandangku dan Takahashi san. Kami mengangguk mantap yaah walaupun aku agak sedikit takut.

*******

Wow! Tidak sampai lima detik, kami sudah berdiri di tempat yang berbeda. Oh! Jadi ini rumah Gerald. Gedung yang sangat tinggi menjulang seperti menembus awan. Apartemen? Penthouse? Ini kelihatannya mewah!

"I... ini... apartemen lo?"

"Iya, lebih tepatnya sih penthouse ya. Ayo masuk. Pasti kalian bakal kagum karena gue tinggal di lantai paling tinggi." Gerald mengeluarkan semacam kartu, menggeseknya ke pintu yang sama sekali tidak seperti pintu-pintu apartemen yang biasanya terbuat dari kaca. Pintu masuk penthouse Gerald terlihat sangat kokoh dan tebal dengan ornamen bulat yang terkesan futuristik. WIIING! Pintu terbuka otomatis. Wow! Aku dan Takahashi san kompak membulatkan mata. Mungkin kami sepemikiran. Kami yakin pintu ini pasti berat karena terlihat tebal dan kokoh. Tapi suaranya saat terbuka tadi, sangat halus nyaris tidak bersuara! Bagaimana bisa?! Tak terasa kami tiba di depan sebuah pintu yang sama seperti tadi, tapi beda warna. Pintu di depan kami kali ini warnanya biru tua. Gerald memencet simbol segitiga di samping pintu. Ah, lift!

WIIINNG! Sama seperti tadi, suara pintu lift ini pun sangat halus. Kami masuk dan saat pintu lift tertutup, aku dan Takahashi kompak melotot. Bukan tombol angka yang hanya tinggal dipencet seperti di zamanku, melainkan dengan suara. Aku dengar jelas Gerald berkata '160' dalam bahasa Inggris.

"Gedung ini 160 lantai?!" Tuh! Takahashi san saja sampai terheran-heran saking ingin tidak percaya tapi kenyataan yang kami lihat begitu.

"Ini sih termasuk biasa. Ada yang jauh lebih tinggi. Gedung tertinggi di dunia sekarang ada di Amerika Serikat, namanya Vexton Tower. Katanya sih ada 550 lantai." Santai banget Gerald menjelaskannya, tapi raut muka kami tidak santai. Kagum, heran, excited, ingin memuji banyak-banyak, begitulah perasaanku dan Takahashi san (mungkin) sekarang. TING!

"Kita udah sampai!"

"Hah?! Sudah sampe?! Nggak ada satu menit lho Gerald?!"

Lihat selengkapnya